Saat media sosial mulai banyak digunakan oleh orang-orang, terkadang, ada membagikan cerita pribadi mulai dari masalah keluarga, kisah cinta, hingga pengalaman traumatis telah menjadi fenomena umum.Â
Akhir-akhir ini, banyak pengguna media sosial memanfaatkan platform seperti X untuk membuka thread tentang pengalaman hidupnya, atau curhat tentang masalah hidupnya melalui fitur Live di TikTok, Instagram ataupun media sosial lainnya untuk meminta pendapat orang lain.Â
Bahkan ada konten kreator yang mengabadikan proses mereka menumpahkan emosi, seperti menangis di depan kamera secara langsung. Misalnya, seorang pengguna TikTok sempat viral ketika ia membagikan kisahnya yang belum pernah mengucapkan kata kasar sekalipun, namun akhirnya mendapatkan serangan bullying dari netizen.Â
Misalnya sering ada pengguna Instagram yang bercerita tentang permasalahan keluarganya, namun direspons dengan komentar pedas dan tuduhan "playing victim card". Transformasi ruang publik digital ini sering mengaburkan batas antara privasi dan publikasi.
Dalam hal ini, menurut saya bisa menimbulkan pertanyaan penting, apakah media sosial kini berfungsi sebagai "terapi" psikologis alternatif atau saran melepas stress, misalnya karena biaya layanan psikolog dan psikiater yang mahal dan sulit dijangkau oleh banyak orang.
Fenomena curhat secara daring ini tidak terlepas dari perubahan sosial yang memengaruhi batasan privasi, identitas, dan hubungan sosial. Media sosial mengubah ruang publik menjadi tempat di mana identitas bisa dibangun, diperlihatkan, dan sekaligus dipertanyakan.Â
Pengguna yang sebelumnya mungkin menjaga jarak dalam berbagi perasaan kini lebih terbuka, karena ada dorongan kuat dari lingkungan digital untuk membagi segalanya secara transparan.Â
Hal ini menciptakan paradoks, di satu sisi, mereka merasa terhubung dengan orang lain, dan di sisi lain, mereka terekspos pada risiko kehilangan kontrol atas informasi pribadi.Â
Selain itu, batas antara ruang pribadi dan sosial menjadi semakin tipis sehingga konsekuensi sosial dari keterbukaan ini sering kali tidak terduga. Dorongan psikososial menjadi alasan utama mengapa orang memilih untuk berbagi cerita pribadi secara terbuka di media sosial.Â
Mereka mencari validasi dari komunitas online untuk mengisi kekosongan dukungan emosional yang mungkin tidak didapat di dunia nyata. Rasa eksistensi dan kebutuhan untuk mengekspresikan diri juga menjadi faktor penting, di mana pengguna media sosial ingin menunjukkan bahwa "mereka ada" dan diperhatikan.Â