Mohon tunggu...
alfeus Jebabun
alfeus Jebabun Mohon Tunggu... Pengacara - Pengacara

Alfeus Jebabun, Advokat (Pengacara), memiliki keahlian dalam bidang Hukum Administrasi Negara. Alfeus bisa dihubungi melalui email alfeus.jebabun@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Hukum Pilihan

Perma Gugatan Sederhana: Domisili Hukum

29 Oktober 2020   10:47 Diperbarui: 29 Oktober 2020   12:36 383
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hukum. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

 Saya juga memiliki kasus lain yang tidak bisa diselesaikan melalui mekanisme gugatan sederhana. kami sudah mengupayakan dengan menerangkan dengan berbagai dasar hukum. Namun, hakim yang menangani kasus kami itu tetap menolak. Kasusnya begini: klien kami telah menandatangi akad kredit rumah. Dalam perjanian tidak ditentukan kapan rumah itu serah terima.

Satu tahun lebih pasca tanda tangan akad, belum ada tanda-tanda pembangunan di lokasi yang diatur dalam perjanjian. Klien kami hendak mengajukan gugatan karena developer telah melakukan perbuatan melawan hukum, yaitu undang-undang perlindungan konsumen dan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Nomor 11/PRT/M/2019 tentang Sistem Perjanjian Pendahuluan Jual Beli Rumah (Permen PUPR 11/2019). Klien kami tinggal di Bekasi (Jawa Barat), sedangkan kantor developer beralamat di Kelapa Gading (Jakarta Utara).

 Undang-Undang Perlindungan Konsumen mengatur, bila ada sengketa konsumen, maka penyelesaiannya bisa melalui Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK) atau melaui pengadilan tempat konsumen berdomisili, dalam kasus klien kami ini, seharusnya di Bekasi. Dalam perjanjian juga para pihak sepakat untuk menyelesaikan di PN Bekasi kalau ada sengketa mengenai perjanjian. Namun, permohonan kami untuk menyelesaikan kasus ini melalui mekanisme gugatan sederhana ditolak mentah-mentah oleh hakim.

Ada dua alasan hukum yang dipakai hakim untuk menolak permohonan kami ini. Pertama, hakim berpendapat, karena kami memakai dalil sengketa konsumen, maka kasus kami ini dikecualikan dari kasus gugatan sederhana karena termasuk kasus yang harus diselesaikan melalui pengadilan khusus sebagai diatur dalam Pasal 3 ayat (2) Perma Gugatan Sederhana. Kedua, permohonan ditolak karena Penggugat dan Tergugat berada di wilayah hukum PN yang berbeda.

 Menurut saya, pertimbangan hakim itu keliru. Mengenai pertimbangan pertama, hakimnya terlihat tidak teliti membaca undang-undang perlindungan konsumen dan Pasal 3 ayat (2) Perma Gugatan Sederhana. Undang-undang perlindungan konsumen tidak mengatur kewajiban menyelesaikan sengketa konsumen melalui pengadilan khusus, lagi pula di Indonesia belum ada pengadilan khusus untuk menyelesaikan sengketa konsumen. BPSK itu bukan pengadilan khusus, tetapi Lembaga penyelesaian sengketa di luar pengadilan. Undang-undang perlindungan konsumen hanya mengatur pilihan tempat menyelesaikan sengketa konsumen, yaitu bisa menyelesaikan di luar pengadilan (salah satunya bisa melalui BPSK) atau melalui pengadilan.

Kata "atau" sengaja saya tegaskan (bold) karena undang-undangnya memang demikian.[2] Kita semua tau kalau kata "atau" memberi arti "pilihan". Tidak wajib. Beda halnya kalau undang-undang memakai kata "dan", seperti BPSK dan pengadilan. Dalam konteks terakhir, prosedurnya beda, bukan pilihan lagi, tetapi "harus". Dengan menggunakan kata "atau" konsumen dan/atau pelaku usaha dapat memilih menyelesaikan melalui pengadilan atau diluat pengadilan. 

 Hakim juga keliru atau tidak teliti membaca Pasal 3 ayat (2) Perma Gugatan Sederhana. regulasi itu mengatur: "(2) Tidak termasuk gugatan sederhana adalah: perkara yang penyelesaian sengketanya dilakukan melalui pengadilan khusus sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan." Tidak ada pengadilan khusus untuk sengketa konsumen. BPSK itu bukan pengadilan khusus. 

Kasus-kasus jual beli rumah ini pun tidak bisa diselesaikan melalui BPSK, jika merujuk pada putusan-putusan MA sendiri, karena bukan merupakan sengketa konsumen. Yurisprudensi 1/Yur/Perkons/2018 menegaskan: "Sengketa yang timbul dari perjanjian pembiayaan dan kredit baik dengan hak tanggungan maupun fidusia tidak tunduk pada UU Perlindungan Konsumen sehingga bukan kewenangan Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen."

 Pertimbangan hukum kedua, hakim tidak teliti membaca dalil kami mengenai kompetensi pengadilan. Kami mendasarkan gugatan menggunakan UU Perlindungan konsumen dan bunyi perjanjian yang mana para pihak memilih wilayah hukum PN Bekasi untuk menyelesaikan perselisihan. Apabila para pihak sudah memilih tempat penyelesaian sengketa, dan syarat-syarat lainnya terpenuhii sebagai gugatan sederhana, hakim seharusnya membuat terobosan dengan pembatasan.

Pembatasannya adalah sepanjang para pihak memiliki alamat domisili elektronik (email), maka berdasarkan Perma No. 1 Tahun 2019 tentang Administrasi Perkara dan Persidangan di Pengadilan Secara Elektronik (Perma e-court), perbedaan domisili hukum para pihak seharunya tidak menjadi hambatan. Kasus seperti yang klien kami alami seharusnya bisa diadili menggunakan mekanisme gugatan sederhana. 

Perma 2 Tahun 2015 telah diubah melalui Perma No. 4 Tahun 2019. Ketentuan mengenai domisili ini termasuk salah satu yang diubah. Namun, Perma terbaru ini tetap mengakomodasi panggilan delegasi sehingga tetap menyaratkan para pihak harus berada dalam wilayah hukum yang sama. Apa sih esensi dari panggilan delegasi ini? Apakah panggilan delegasi ini masih relevan di tengah zaman yang serba elektronik? Bagi saya, sejauh para pihak memiliki alamat domisili elektronik, dan semua syarat gugatan sederhana (nilai kerugian dan pembuktian) terpenuhi, maka seharusnya kasus itu bisa diselesaikan melalui mekanisme gugatan sederhana.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun