Mohon tunggu...
alfeus Jebabun
alfeus Jebabun Mohon Tunggu... Pengacara - Pengacara

Alfeus Jebabun, Advokat (Pengacara), memiliki keahlian dalam bidang Hukum Administrasi Negara. Alfeus bisa dihubungi melalui email alfeus.jebabun@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Hukum Pilihan

Perma Gugatan Sederhana: Domisili Hukum

29 Oktober 2020   10:47 Diperbarui: 29 Oktober 2020   12:36 383
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hukum. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Kita Kembali ke gugatan sederhana tadi. Demi mencegah korupsi dan adanya kejelasan waktu menyelesaikan perkara, kami mendorong agar dalam aturan itu nanti diatur mengenai jangka waktu menyelesaikan perkara. Sejalan dengan itu, mekanismenya juga dipangkas. Mediasi tetap ada, tetapi tidak mengikuti waktu yang diatur dalam peraturan tentang mediasi. Sidang pembacaan replik, duplik, kesimpulan ditiadakan.[1]

Dengan adanya batasan waktu, maka pasti ada konsekuensi lain yaitu perkara yang ditangani hanya bisa diterapkan pada kasus sederhana. indikator sederhana tidaknya suatu kasus dapat dilihat dari proses pembuktian. Indikator sederhana yang untuk melihat rumit tidaknya pembuktian, dapat dilihat dari besar kecilnya kerugian yang dialami penggugat.

Penelitian kami menunjukan, semakin besar nilai kerugian makin sulit juga segi pembuktiannya. Untuk itu, perlu diadakan pembatasan nilai maksimal kerugian yang hanya boleh diajukan melalui mekanis gugatan sederhana. di negara lain juga ketentuan nilai ini diatur secara ketat. Dalam konteks Indonesia, patokan kami untuk menentukan nilai gugatan adalah dari segi pendapatan rata-rata  (gross domestic product-GDP) orang Indonesia. Oleh karena hanya kasus sederhana yang bisa diatur, maka penyelesaiannya tidak perlu sampai ke Mahkamah Agung, tetapi cukup selesai di pengadilan negeri atau pengadilan tinggi. 

 Semua hasil penelitian itu kami tuangkan dalam naskah akademik dengan kesimpulan terkahir agar dalam jangka pendek, MA membuat peraturan MA (Perma) mengenai gugatan sederhana. sedangkan dalam jangka Panjang, DPR dan pemerintah memasukkan ketentuan itu dalam undang-undang hukum acara perdata. MA merespon dengan cepat.

Pada Tahun 2015, MA menerbitkan Perma Nomor 2 Tahun 2015 tentang Tata Cara Penyelesaian Gugatan Sederhana. Dalam Perm aitu, batas maksimal nilai kerugian untuk dikatakan sebagai nilai gugatan sederhana adalah sebesar Rp 200 juta rupiah (Pasal 1 ayat (1) dan Pasal 3). Kasus tanah tidak bisa diselesaikan melalui mekanisme gugatan sederhana ini. Sebab, berdasarkan penelitian kami terhadap banyak putusan MA, proses pembuktian kasus tanah hampir-hampir tidak ada yang pembuktiannya sederhana. Jangka waktu untuk menyelesaikan sengketa gugatan sederhana hanya dua puluh lima hari kerja.

 Dalam aturan ini juga diatur bahwa pihak yang berpekara hanya satu lawan satu (Pasal 4 ayat (1). Artinya, dalam satu perkara hanya boleh ada satu penggugat dan satu tergugat. Boleh lebih, asalkan memiliki kepentingan hukum yang sama. Mengapa demikian? Apa itu kepentingan hukum yang sama? Tidak ada penjelasan dalam Perma.

Dalam proses pembahasan, pengecualian ini muncul karena ada kasus utang piutan jual beli rumah antara bank dengan nasabah yang sudah menikah. Dalam akta perjanjian, hanya tercantum Bank dengan suami. Ketika terjadi wanprestasi, bank bisa menggugat suami maupun istri, karena suami istri itu memiliki kepentingan hukum yang sama.

Satu hal yang menarik yang menjadi inti celotehan saya yang cukup panjang ini adalah mengenai klausul yang mengatur para pihak yang berperkara harus berdomisili pada wilayah hukum pengadilan negeri yang sama. Ketentuan ini diatur dalam Pasal 4 ayat (3), yang bunyi lengkapnya begini: "Penggugat dan tergugat dalam gugatan sederhana berdomisili di daerah hukum pengadilan yang sama."

Pada waktu pembahasan, pasal ini muncul karena salah satu penyebab lamanya proses penyelesaian perkara, menurut para peserta rapat yang mayoritas berprofesi hakim, yaitu adanya panggilan delegasi. Gambaran panggilan delegasi ini kira-kira begini: Bento yang tinggal di Cawan-Jakarta Timur Menggugat Desta yang tinggal di Muara Angke-Jakarta Utara atas kasus utang piutang.

Dalam perjanjian, mereka sudah memilih Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat untuk menyelesaikan sengketa kalau sewaktu-waktu ada yang melanggar perjanjian. Dalam perkara perdata biasa (bukan gugatan sederhana), PN Jakarta Pusat yang mengadili kasus Bento melawan Desta akan memanggil mereka melalui pengadilan negeri yang di wilayahnya mereka. Bento akan dipanggil oleh PN Jakarta Pusat melalui PN Jakarta Timur. Demikian juga Desta akan dipanggil melalui PN Jakarta Utara. Waktu yang dibutuh melakukan pemanggilan delegasi rata-rata sebulan.

 Kasus Bento dan Desta ini tidak bisa diselesaikan melalui gugatan sederhana, karena mereka berdomisili pada wilayah hukum yang berbeda. Padahal, nilai utang piutang hanya Rp 15 juta rupiah. Pembuktiannya sangat sederhanya, hanya perjanjian dan bukti transfer.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun