Mohon tunggu...
alfeus Jebabun
alfeus Jebabun Mohon Tunggu... Pengacara - Pengacara

Alfeus Jebabun, Advokat (Pengacara), memiliki keahlian dalam bidang Hukum Administrasi Negara. Alfeus bisa dihubungi melalui email alfeus.jebabun@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Apes (Bagian 1)

17 September 2020   12:40 Diperbarui: 17 September 2020   12:42 64
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Ini cerita tentang seorang petani yang apes karena tanahnya diserobot lintah darat dan harus mendekam di penjara. Dia harus menanggung derita pada usia senjanya karena mempertahankan haknya. Nasibnya apes, seperti namanya sendiri: Apes. Ada benarnya juga kata orang tua zaman dulu: nama adalah doa. Tega sekali orang tuanya memberi dia nama Apes, jadinya dia harus mengalami pertiwa apes dalam hidupnya, pada masa tuanya pula.

Apes sedang duduk meringkuk di atas tikar plastik di balik jeruji besi ketika saya membesuknya. Matanya sembab. Dia masih mengenakan celana pendek yang dipakainya saat ditangkap. Baju kaus lusuhnya telah diganti dengan baju tahanan berwarna orange. Sel tempat dia ditahan berukuran sangat kecil. Tidak ada dipan apalagi kasur. Kamar mandi dengan ruang tidur menjadi satu, hanya dibatasi tembok setinggi setengah meter. Apes tinggal dengan seorang tahanan lainnya dalam sel berukuran dua kali tiga meter itu.

Apes telah menjadi penghuni sel tahanan kepolisian sejak tiga hari yang lalu. Menurut berita yang saya baca, dia diciduk secara paksa dari lahan yang sedang digarapnya. Berdasarkan berita koran terbesar di negeri ini, Apes ditangkap karena menggarap tanah orang lain tanpa izin. Sejak ditangkap, tidak ada kabar Apes didamping pengacara. Menurut anaknya, mereka tidak berani pakai pengacara karena tidak ada uang. Apes dan keluarganya terlihat pasrah pada keadaan.

Tubuh Apes tersentak ketika melihat saya berdiri di depan pintu besi kamarnya. Saya memperkenalkan diri sebagai pengacara yang akan membantu menyelesaikan bebannya secara probono. Mata Apes berbinar. Dia menggengam erat tangan saya.

"Nak, mungkinkah kamu jawaban doa saya? Saya tidak bersalah, nak. Saya tidak tau kenapa bapak-bapak polisi itu menangkap saya. Saya tidak penah mencuri. Saya tidak pernah membunuh," kata Apes sambil mengusap matanya.

Saya tidak tega melihat Apes menangis. Saya merangkulnya, seolah saya sedang memeluk kakek saya sendiri.

"Tenang, Pak. Kita segera keluar dari sini."

"Semoga ya, nak. Istri saya pasti belum makan. Tiga hari yang lalu, dia sakit dan tidak ada yang membantunya masak. Saya mau pulang. Saya tidak mau istri saya meninggal tanpa ada saya di sisinya."

Saya terenyuh seperti disambar geledek. Saya tidak tahu kalau Opa Apes tinggal berdua saja dengan istrinya. Saya telpon anaknya yang sudah saya temui sebelumnya. Sandi, anak opa Apes, membenarkan cerita kakek itu, tetapi Sandi sudah menjemput Minah ibunya untuk tinggal bersama dia sejak Opa Apes ditangkap.

Dengan sedikit marah, saya bangkit berlari menuju ruang penyidik.

"Kalian kok tega menahan kakek yang tidak berdaya itu. Kalian membiarkan dia sengsara pada masa tuanya. Kalian kok jahat membiarkan istrinya yang sudah renta, sakit-sakit pula, menderita tidak ada yang merawat."

"Tenang Pak. Tidak usah marah-marah dulu. Bapak siapa?" kata wanita yang masih duduk tenang di hadapan saya, seolah tidak peduli saya sedang marah.

"Saya Mikhael, kuasa hukumnya Pak Apes," saya menghardik sambil menyerahkan surat kuasa, kartu tanda advokat, dan KTP.

"Baik Pak. Saya catat dulu", kata wanita itu masih dengan nada santai.

Di atas meja itu, ada papan nama bertulis: Anita, S.H., M.H.

"Bu Anita, saya minta penahanan klien saya ditangguhkan. Saya menjaminkan diri saya untuk pembebasannya. Kasian bu. Dia sudah tua. Istrinya sakit-sakitan. Apa kalian tega? Dia tidak akan kabur juga. Dia orang kampung yang tidak akan kemana-mana atau menghilangkan bukti."

"Sebentar ya Pak. Atau bapak langsung ke ruang Kanit saja," jawabnya sambal berdiri menuntun saya menuju ruangan kepala unit.

Tidak butuh waktu lama. Saya menjelaskan kondisi Opa Apes, dan Kanit mengabulkan permohonan saya untuk menangguhkan penahanan Opa Apes. Saya langsung berlari menuju sel tempat Opa Apes ditahan, menjemput dan mengatar dia pulang. (BERSAMBUNG)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun