Rintik hujan yang berdendang di atap rumah
Membangunkanku dari buaian mimpi
Enggan rasanya tuk menyapa pagi
Dingin masih menyelimuti sekujur tubuh
Kuseduh kopi hitamku di cangkir putih
Aromanya menyadarkan jiwaku yang belum kembali sepenuhnya
Tapi lidah menolak panasnya
Walau bibir ingin segera menyeruputnya
Rintik telah kembali dan jingga telah menampakkan wujudnya
Kubawa secangkir kopiku di bawah rindang dedaunan pohon mangga
Sesekali semilir angin menyibak rambutku
Dan tetesan air dari dedaunan
Sisa hujan tadi membasahi pipiku
Seekor burung pipit jalan tertatih-tatih
Datang menghampiriku
Dia telah kehilangan kedua sayapnya
Kuberikan segenggam makanan tuk mengisi perut kosongnya
Tapi dia menolaknya
Ternyata bukan makanan yang dia minta
Dia hanya ingin aku membantunya naik ke atas pohon
Dia ingin mematuk sendiri biji-bijian yang ada di pohon itu
Oh burung pipit yang malang
Kopi hitamku yang pahit ini
Terasa begitu nikmat dengan hadirmu pagi ini
Tarakan, 28 Oktober 2022