Mohon tunggu...
M. Ramadhana Alfaris
M. Ramadhana Alfaris Mohon Tunggu... Dosen di Fakultas Hukum, Universitas Widyagama Malang -

Existentialism Researcher. Dosen di Fakultas Hukum, Universitas Widyagama Malang

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Revitalisasi Persatuan dalam Problematika Postmodern

7 April 2017   19:57 Diperbarui: 8 April 2017   12:00 340
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Konteks persatuan merupakan senjata yang ampuh bagi bangsa Indonesia baik dalam rangka merebut, menjaga, dan memperkuat pondasi bangsa. Persatuan mengandung arti “bersatunya macam-macam corak yang beraneka ragam sehingga menjadi satu kebulatan yang utuh, serasi dan harmonis.” Persatuan di Indonesia berarti persatuan bangsa yang beraneka ragam bentuknya di mana terintegrasi dalam mendiami wilayah Indonesia.

Mirisnya adalah kehidupan sosial yang egois, kebudayaan yang hanya membebek asing, kemudian politik yang memberlakukan hukum rimba yakni siapa kuat dia yang menang, penegakan hukum yang tebang pilih. Belum lagi ideologinya yang bercampur-aduk antara hegemoni kapitalis, sekuleris, sosialis demokratis dan lain sebagainya.

Berangkat dari hal tersebut, berbagai macam problematika bangsa terus bermunculan, seperti insiden kelanjutan 313 yang disinyalir kelanjutan dari 212 bahkan dengan kontasnya aksi tersebut sampai diberi label makar karena tujuannya untuk menggulingkan pemerintahan. Di samping itu, terjadinya kisruh DPD RI yang disinyalir mendebatkan terkait peraturan tertulis, sehingga menimbulkan stigmatisasi terkait

 Di era postmodernisme saat ini, di mana sebuah era yang memunculkan kegagalan dalam modernisme. Dalam artian budaya nilai luhur ideologi Negara sudah mulai bergeser. Seperti saat ini yang kerap didominasi oleh kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi. Dalam hal ini Negara seolah-olah tanpa batas (borderless), di mana saling ketergantungan (interdependency)dan saling terhubung (interconected) antara satu dan lainnya. Dewasa ini, tidak ada satupun negara di dunia yang mampu berdiri sendiri dalam memenuhi kebutuhan masyarakat dan warganya, karena dominasi Negara maju terhadap Negara berkembang semakin kuat melalui konsep liberalisme dalam lingkup global bahkan sampai lingkup regional.

Berangkat dari hal tersebut, efek kemajuan teknologi memang tidak dapat dihindari untuk Negara berkembang. Kendati demikian, tentu saja ada dampak positifnya da nada juga dampak negatifnya. Pasalnya, yang membahayakan adalah dampak negative yang kerap muncul ke permukaan melalui teknologi informasi (internet), sehingga disinyalir dapat membuat masyarakat menjadi terpecah belah dengan menggunakan label SARA. Hal tersebut menimbulkan banyak agitasi yang provokatif terhadap khalayak insan. Di sisi lain ialah masuknya budaya asing secara kontinuitas sehingga menyebabkan sebagian masyarakat terobjektifasi hingga menginternalisasikannya dalam kehidupan. Hal demikian tentu saja dapat mengikis identitas diri bangsa, yang umumnya terhadap masyarakat luas dan khususnya terhadap para pemuda penerus bangsa.

Pasalnya, kegagalan modernisme di era postmodernisme ini ialah kurang optimalnya sebuah bangsa dalam menerima masuknya sebuah tantangan baru. Diawali dari kegagalan ilmu pengetahuan modern yang sudah tergeser atau digeser dari nilai manfaat kebenarannya bahkan sampai dalam aksiologinya. Di sisi lain, kemajuan berbagai teknologi dan kemajuan bidang lainnya sudah tidak sesuai pada kedudukannya masing-masing. Seperti bebasnya teknologi informasi yang kerap banyak digunakan hanya untuk memprovokasi dan membentuk opini publik yang bervariasi, kemudian diaktualisasikan melalui tindakan dalam tatanan pemerintahan yang bersifat dogmatis, di mana hal demikian memiliki tendensi untuk mengguncang stabilitas sosial kemudian menimbulkan stigmatisasi dalam drama pemerintahan.

 Mengingat juga bahwa Indonesia merupakan Negara berkembang yang tengah ingin lebih maju dan menyaingi Negara maju lainnya. Perlu diketahui juga bahwa konteks Negara berkembang tentunya tidak terlepas dari globalisasi, dan dependensi. Globalisasi pada Negara berkembang akan ketergantungan kepada Negara maju dalam sektor pembangunan ekonomi, sosial, dan budaya. Dengan demikian dependensi kepada hegemoni kapitalis tidak terelakkan lagi, kemudian ditambah lagi pada tatanan struktur Negara berkembang yang belum optimal dalam aktivitas atau praktiknya. Dalam artian masih mementingkan kepentingan pribadi di atas kepentingan masyarakat.

Benang merah

Berangkat dari problematika yang cukup dinamis tersebut, maka perlu adanya suatu gebrakan baru untuk mendapatkan efek kejut yang signifikan positif dalam pembangunan. Hal yang mendasar seperti merevitalisasi semangat juang untuk memajukan bangsa di berbagai sektor dengan langkah awal membuka kembali tumpukan buku yang paling bawah dan fundamental, seperti kembali menghargai dan mengingat sejarah, berpegang kembali kepada falsafah pancasila, kemudian menjamin penuh hak asasi manusia, dan menegakkan kembali asas equality before the law.

Di sisi lainya ialah selalu mensosialisasikan jiwa kenegarawanan yang berlandaskan kebhinekaan kepada semua stratifikasi sosial yang ada di Indonesia. Sosialisasi tersebut bertujuan untuk membentuk kembali kepribadian bangsa dalam setiap insan manusia di Indonesia, serta menjadikannya benih-benih yang menguatkan rasa kebangsaan dan kebanggaan sebagai anak bangsa yang bermartabat, berdaulat, dan berkepribadian mulia. Sosialisasi jiwa kenegarawanan tersebut bukan hanya di selenggarakan pada bagian tengah atau di area civitas akademik saja, akan tetapi sosialisasi tersebut merata ke semua lapisan mulai dari kalangan bawah sampai kalangan atas notabene kepada para pejabat Negara secara intensif guna menghindari perilaku munafik dan dangkal.

Jika terapan konsep good governance dipoles kembali, maka dapat dianalogikan seperti bentuk segitiga piramid di mana jika cahaya ujung poros di atas semakin terang, maka tentu saja dapat menyinari terang sisi-sisi lebar di bawahnya. Apabila cahaya di atas mulai redup, tentu saja tidak maksimal dalam menyinari sisi lebar di bawahnya. Jika cahaya di sisi bawahnya selalu redup, konsekuensinya adalah sisi-sisi bawah akan mencari cahaya dengan caranya masing-masing secara individu maupun kolektif.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun