Mohon tunggu...
Alfany Arga
Alfany Arga Mohon Tunggu... Penulis - lakilaki

keep spirit

Selanjutnya

Tutup

Financial

Fintech, Terbentuk atau Terbentur?

20 Mei 2019   11:20 Diperbarui: 20 Mei 2019   12:45 158
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Finansial. Sumber ilustrasi: PEXELS/Stevepb

Mungkin sebagian orang sudah tidak asing dengan 'fintech' atau Financial Technology. Sebuah terobosan baru bagi transaksi keuangan yang mengandalkan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi. Dengan menghilangkan batasan ruang dan waktu serta kecepatan transaksi yang luar biasa. Sejak dicetuskannya revolusi 'fintech' 1.0 pada tahun 1950-an, perkembangan 'fintech' bisa dikatakan cukup signifikan. 

Apalagi setelah dikembangkannya teknologi Android dan IOS, berbagai aplikasi yang berbasis 'fintech' mulai bermunculan. Perusahaan start up sendiri juga memanfaatkan 'fintech' ketika bersinggungan dengan keuangan baik transfer, pembayaran, ataupun yang lainnya. 

Jadi, bisa dikatakan bahwa 'fintech' sendiri merupakan penggabungan dari teknologi dengan sistem keuangan. Salah satu contoh sistem keuangan yang ada di bank yang telah memanfaatkan 'fintech' yaitu Mobile Banking atau yang biasa dikenal dengan sebutan M-Banking.

Tentu saja dengan aplikasi tersebut, masyarakat tidak perlu menempuh perjalanan menuju ATM terutama di kalangan kami, yaitu mahasiswa. Kegiatan transaksi keuangan "bulanan" bisa menjadi lebih efektif dan efisien. Dengan munculnya M-Banking sebagai pelopor revolusi 'fintech' masa depan, membuat berbagai kelompok atau perorangan berlomba lomba menciptakan sebuah inovasi baru tentang 'fintech'. Baik itu nantinya akan bekerja dengan M-Banking atau malah menciptakan kompetitor dari M-Banking itu sendiri.

Di Indonesia sendiri, 'fintech' juga sedang hangat-hangatnya diperbincangkan. Mulai dari pengembangan 'fintech', penciptaan aplikasi terbaru, hingga polemik di dalam 'fintech' itu sendiri. Contoh 'fintech' yang sedang popular di Indonesia adalah M-Banking, OVO, GOPAY, dan sebagainya. Jika melihat dari pesatnya perkembangan 'fintech' di Indonesia, pasti ada pihak yang merasa diuntungkan dan ada yang merasa dirugikan. 

Karena 'fintech' masih bisa dikatakan hal yang baru di Indonesia, maka pihak pemerintah juga harus membuat regulasi untuk mengatur 'fintech' dan untuk meminimalisir berbagai kejahatan dan kecurangan yang dilakukan melalui 'fintech'. Salah satu upaya pemerintah dalam mengantisipasi terjadinya kejahatan 'fintech' yaitu dengan mewajibkan seluruh perusahaan 'fintech' untuk mencatatkan diri agar menjadi perusahaan 'fintech' yang terdaftar secara legal atau resmi beroperasi di Indonesia melalui Peraturan Otoritas Jasa Keuangan No. 13 / POJK 02 / 2018.

'fintech' sendiri pada intinya sama dengan Bank. Di Indonesia, terdapat dua jenis bank, bank konvensional dan bank Syariah. 'fintech' sendiri juga punya dua jenis, 'fintech' konvensional dan 'fintech' Syariah. Mengapa dibentuk 'fintech' Syariah? Karena ada beberapa pihak yang masih menganggap 'fintech' konvensional terdapat ketidakjelasan mengenai hukum transaksinya.

Maka dari itu, peran pemerintah dalam hal ini adalah membuat badan pengawas untuk 'fintech' dan membuat regulasi yang berkaitan dengan itu. Regulasi tersebut dibuat agar pergerakan 'fintech' memiliki haluan kerja. Dan agar pengguna 'fintech' merasa aman dan terhindar dari berbagai kecurangan dan kejahatan. Fungsi dari badan pengawas 'fintech' adalah agar 'fintech' dalam implementasinya tidak keluar adri apa yang telah diputuskan melalui reguasi.

Peran pemerintah dalam pembuatan regulasi dan badan pengawas ini sejalan dengan pemikir Ekonomi Islam, Muhammad Baqir As Sadr dalam buku "Iqtishaduna" bahwa negara bertanggung jawab dalam memelihara warga negara agar tetap dalam standar hidupnya. Maksudnya adalah negara wajib melindungi warga negaranya dari segala bentuk kebatilan dan kemudhorotan.

Dalam perkembagan 'fintech' sendiri, pemerintah juga tidak membatasi kuota perusahaan 'fintech', karena pemerintah berusaha agar warganya bisa bekerja dan memenuhi kebutuhan hidupnya termasuk melakukan usaha sendiri. Hal ini juga selaras dengan pemikiran Muhammad Baqir As Sadr tentang tanggung jawab negara dalam perekonomian, bahwa negara memberikan kebebasan kepada individu seluas luasnya untuk melakukan pekerjaan atau melakukan usaha. Berkat keterbukaan pemerintah terhadap masyarakatnya, perusahaan 'fintech' di Indonesia yang sudah terdaftar di OJK mencapai 22 perusahaan.

Terlepas dari tanggung jawab pemerintah dalam memelihara warga negaranya, 'fintech' yang semakin pesat perkembangannya kini telah menimbulkan berbagai masalah yang ada kaitannya dengan konsumen 'fintech'. Salah satunya ialah riba' atau bunga. Sebenarnya, riba' dalam Perekonomian Islam sudah menjadi permasalahan yang klasik dan sudah terdapat berbagai macam cara untuk menghindari riba', salah satunya adalah dengan membuat sistem baru yang bisa menghindari dari riba'.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Financial Selengkapnya
Lihat Financial Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun