Mohon tunggu...
Alfabregas
Alfabregas Mohon Tunggu... -

celoteh belaka

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Kiri

2 Januari 2013   16:54 Diperbarui: 24 Juni 2015   18:36 395
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kata ini sederhana, tapi bisa bermakna lebih dari yang mungkin kita bayangkan.

Jika mendengar atau membaca kata ini, maka saya yakin yang terpintas cepat dalam pikiran kita adalah tangan. Tangan kiri. Tak salah jika memang itu yang terpintas. Namun tak salah juga jika yang terpintas dalam kepala anda bukan tangan, melainkan sebuah ideologi. Namun saya kira, kiri itu bukan sebuah ideologi. Mungkin lebih tepatnya adalah simbol dari sebuah ideologi.

Awal mula istilah ini berasal dari pengaturan tempat duduk legislatif pada masa Revolusi Prancis, sekitar abad ke 18. Saat itu, kaum republik yang menentang rezim Ancien, biasanya disebut sebagai kelompok kiri karena mereka duduk di sisi kiri dari dewan legislatif.

Jika dilihat dari sejarahnya, maka saya melihat bahwa kiri itu adalah kekompakan, kesolidan barisan dan kolektivitas dalam mencapai tujuan. Kritis dalam melihat sebuah persoalan. Radikal dalam upaya menuju sebuah perubahan. Dan sebagainya.

Pada selanjutnya, kiri yang dalam wujud tangan kemudian digunakan oleh kelompok-kelompok radikal sebagai sebuah simbol perlawanan. Kepalan tanggan kiri ke udara adalah salah satu hal yang seringkali terlihat dalam berbagai demonstrasi atau aksi massa.

Namun didalam norma yang juga telah hidup dalam waktu yang sangat panjang, tangan kiri seringkali diartikan sebagai tangan yang kotor atau buruk. Maka fungsi-fungsi tangan kiri biasanya digunakan untuk sesuatu yang dikonotasikan buruk. Jika makan, menerima atau memberikan sesuatu, berjabat tangan dan lain sebagainya selalu disarankan untuk menggunakan tangan kanan. Sementara tangan kiri digunakan untuk hal-hal sebaliknya. Semisal membersihkan kotoran seusai buang air besar (cebok), atau untuk membersihkan kotoran hidung (ngupil), dan lain sebagainya. Bagi saya, hal tersebut dapat dipahami sebagai hal yang baik. Ya, karena yang dilakukan oleh tangan kiri tersebut adalah sedang membersihkan kotoran yang melekat pada diri kita. Hal tersebut tak dilakukan oleh tangan kanan yang selalu mendapatkan pencitraan yang baik. Terkecuali seorang kidal.

Filosofi membersihkan hal-hal yang kotor tersebutlah yang saya rasa juga terjadi dalam dunia nyata dan keseharian. Kiri sebagai sebuah ideologi politik, mempunyai sebuah tujuan untuk membersihkan satu sistem atau struktur yang kotor, korup, dan serakah. Kapitalisme sebagai satu musuh dari kiri, merupakan sebuah sistem ekonomi politik yang mengatur tatanan masyarakat dengan cara-cara yang kotor. Manupulasi, korupsi, kebohongan, pengambilan nilai lebih dari seorang pekerja, perampasan hak-hak orang, pengakumulasian modal untuk kekayaan diri, kepemilikan alat produksi, pembangunan militer untuk menjaga kepentingan dan modalnya, serta berbagai hal lainya merupakan satu sistem yang bagi saya kotor.

Maka ketika kiri hendak melawan semua itu, maka pada hakekatnya kiri juga hendak menghancurkan segala seuatu yang kotor yang hidup dalam masyarakat. Yang kemudian menggantikanya menjadi sebuah sistem yang berkeadilan sosial.

Saya hanya hendak melihat idoelogi ini dari sudut pandang istilah kiri, tak ingin mengupasnya lebih mendalam. Bukan karena saya tak bisa, tapi karena saya tak mampu. Dan saya kira blog ini juga tak akan mampu menampung tulisan yang mendalam tersebut. Belum juga waktu yang dibutuhkan untuk menulis hal tersebut. Marx saja harus menulis perihal tersebut dalam 3 bab Das Kapital. Itupun bab ketiga juga belum rampung. Saya takut jika nanti saya malah melebihi dari kemampuan Marx membaca sistem yang kotor tersebut.

@alfagumilang

Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun