Mohon tunggu...
Naufal Alfarras
Naufal Alfarras Mohon Tunggu... Freelancer - leiden is lijden

Blogger. Jurnalis. Penulis. Pesilat. Upaya dalam menghadapi dinamika global di era digitalisasi serta membawa perubahan melalui tulisan. Jika kau bukan anak raja, juga bukan anak ulama besar, maka menulislah. "Dinamika Global dalam Menghadapi Era Digitalisasi" Ig: @naufallfarras

Selanjutnya

Tutup

Nature Pilihan

Pencairan Es Greenland dan Petaka Bagi Manusia

24 Agustus 2019   18:26 Diperbarui: 24 Agustus 2019   18:26 218
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Pencairan Es (Sumber: news.uaf.edu)

Tahun 2019, kawasan es di daerah Greenland mencair jauh lebih cepat jika dibandingkan dengan satu dekade yang lalu. Hal ini menandakan bumi tengah mengalami polusi tingkat memprihatinkan.

Hingga awal Agustus 2019, Greenland telah kehilangan sebesar 12,5 miliar ton es. Apabila diilustrasikan, maka cairnya es mampu mengisi lebih dari empat juta kolam renang kelas olimpiade.

Berdasarkan pantauan pesawat milik NASA dari ketinggian 500 kaki di atas kawasan es Greenland, terlihat berwarna biru kehijauan yang disertai bongkahan es putih.

Para ilmuwan NASA juga tengah mempelajari fenomena tersebut sehingga dapat mengetahui bagaimana langkah selanjutnya yang akan dilakukan dalam mewaspadai pemanasan global yang berdampak pada mencairnya es di Greenland.

Satelit milik NASA mencatat sejak periode 2003 hingga 2016, lapisan es di Greenland sudah kehilangan sekitar 255 miliar ton dengan tingkatan yang semakin buruk per tahunnya.

Kandungan es Greenland apabila mencair seluruhnya mampu membuat permukaan laut dunia naik setinggi 20 kaki. Lapisan es di Greenland merupakan lapisan es terbesar kedua di dunia.

Pencairan es kemungkinan disebabkan oleh faktor udara hangat atau air laut hangat. Masyarakat pesisir menjadi yang pertama mengalami dampak berupa lebih banyak tergenang air dari biasanya.

Hasil riset menunjukkan dimana 90 persen energi panas dari perubahan iklim diserap oleh lautan. Air laut yang menjadi hangat akan membawa dampak yang lebih besar daripada udara hangat dalam mencairkan es di kawasan Greenland.

Suhu air yang meningkat jauh lebih lambat ketimbang perubahan suhu udara, akan tetapi suhu air hangat tersebut cenderung lebih lama bertahan. Air hangat ini akan menyebabkan gunung es lepas dan mencair sehingga meningkatkan volume air laut.

Pada tahun ini, pencairan es diprediksi akan terus meningkat hingga 70 miliar ton lagi. Umumnya, es secara lazim akan mencair saat musim panas tengah berlangsung.

Namun, Juli 2019 merupakan periode terburuk dimana menjadi bulan terpanas sepanjang sejarah. Kondisi ini disertai dengan fenomena gelombang panas yang melanda Eropa.

Musim panas disertai dengan gelombang panas yang terjadi di dataran Eropa sepanjang Juli lalu berdampak selayaknya pengering rambut yang digunakan di atas permukaan es.

Fenomena gelombang panas juga menimbulkan 100 insiden kebakaran hutan yang sebelumnya tidak pernah terjadi di wilayah kutub pada Juni silam. Kondisi buruk ini diprediksi akan terus berlangsung hingga akhir Agustus mendatang.

Pencairan es akan meningkatkan debit air menjadi lebih tinggi. Kenaikan permukaan air laut yang terus berlanjut hingga berpotensi menimbulkan bencana banjir besar.

Aktivitas manusia menjadi penyebab terbesar dalam peningkatan suhu Bumi seperti aktivitas penggundulan hutan dan penggunaan bahan bakar minyak secara berlebihan.

Apabila tidak segera ditindaklanjuti, pencairan es di kawasan Greenland akan membawa malapetaka bagi keberlangsungan hidup manusia.

Bogor, 24 Agustus 2019

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun