Mohon tunggu...
Naufal Alfarras
Naufal Alfarras Mohon Tunggu... Freelancer - leiden is lijden

Blogger. Jurnalis. Penulis. Pesilat. Upaya dalam menghadapi dinamika global di era digitalisasi serta membawa perubahan melalui tulisan. Jika kau bukan anak raja, juga bukan anak ulama besar, maka menulislah. "Dinamika Global dalam Menghadapi Era Digitalisasi" Ig: @naufallfarras

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Artikel Utama

Literasi Digital Kunci Hadapi Fintech Tak Berizin

1 Agustus 2019   23:07 Diperbarui: 5 Agustus 2019   04:35 345
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Fintech (Sumber: news.efinancialcareers.com)

Layanan Financial Technology (fintech) menjadi jawaban akan jalan keluar bagi masyarakat terkhusus dengan pendapatan kecil yang sedang membutuhkan pendanaan.

Namun, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) kerap menerima laporan pengaduan dikarenakan banyaknya korban yang merasa dirugikan akibat aplikasi fintech tak berizin atau ilegal.

Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) menyebutkan layanan fintech berupa pinjaman online (pinjol) berada di posisi ketiga yang dikeluhkan masyarakat pada 2018 lalu. Keluhan ini berasal dari keamanan data pribadi.

Masyarakat Indonesia secara umum belum memahami betul regulasi penggunaan fintech. Sebagian besar langsung tergiur dengan penawaran menarik tanpa mempertimbangkan faktor keamanan data.

Penawaran tersebut berupa pinjaman kecil dan persayaratan mudah. Akan tetapi, terkadang disertai dengan bunga sangat tinggi serta metode penagihan utang yang kurang beretika.

Tak ayal, Indonesia pun menjadi sasaran pasar bagi pinjaman online dari berbagai negara. Fintech ilegal diketahui berasal dari Singapura, Malaysia, China, hingga Amerika Serikat.

Sempat diberitakan bahwa seseorang berinisial YI telah menjadi korban teror karena tidak mampu melunasi utang senilai satu juta rupiah. Kala itu, YI sedang membutuhkan dana untuk biaya sekolah anaknya.

Karena dalam keadaan terdesak, YI memutuskan untuk meminjam melalui aplikasi pinjol. YI terus mendapat tekanan agar membayar utang ini.

Tak lama kemudian muncul konten hoaks berupa poster yang menyebutkan YI "siap digilir" demi melunasi utang terhadap aplikasi pinjol tersebut.

Kasus tersebut sempat viral di media sosial beberapa hari lalu. YI mengalami teror yang berasal dari empat perusahaan fintech berbeda. YI pun juga tidak menyadari bahwa fintech yang dirinya gunakan ternyata ilegal.

Menindaklanjuti apa yang terjadi, YI langsung melaporkan kasus tersebut kepada Polres Surakarta pada Rabu kemarin.

Kepolisian masih mendalami kasus yang menimpa YI selaku korban. Kasus ini dinilai sebagai modus fintech dengan tujuan menekan konsumen agar dapat membayar utang.

Pihak ketiga dapat dengan mudah mengubah, mengambil, dan menghapus data privasi pengguna. Mereka ini memiliki ribuan hingga jutaan data berupa nomor KTP beserta foto selfie pengguna, nomor KK, hingga nomor handphone pengguna.

Data tersebut merupakan data yang sering diminta oleh aplikasi fintech dalam keperluan verifikasi sebuah akun. Verifikasi bertujuan agar akun dapat melakukan peminjaman uang lewat aplikasi ini.

Selanjutnya, data yang sudah dimiliki oleh pihak ketiga dapat laku di pasaran mulai dari harga puluhan hingga ratusan ribu rupiah.

Pengamat keamanan siber menilai penjualan data pribadi pengguna memang sedang marak dilakukan melalui fintech. Disinyalir terdapat ribuan data yang bocor dan tidak dilindungi dengan baik sehingga mudah untuk diretas.

Untuk mencegah hal tersebut, terdapat beberapa hal yang dapat dilakukan sebelum konsumen menggunakan aplikasi fintech.

Pertama, konsumen harus memastikan terlebih dahulu apakah aplikasi fintech yang akan digunakan sudah terdaftar dengan izin resmi di OJK atau belum. Penyebabnya belum semua penyedia aplikasi fintech berada dalam pengawasan lembaga ini.

Diketahui OJK telah merilis daftar sebanyak 106 perusahaan teknologi keuangan atau financial technology dibawah pengawasan resmi per 5 April 2019 lalu.

Kedua, membaca dan memahami persyaratan dan ketentuan aplikasi tersebut dengan cermat. Beberapa aplikasi fintech sering menawarkan beberapa kemudahan dan keuntungan, namun perizinan terhadap akses aplikasi masih dipertanyakan.

Ketiga, mencermati permintaan akses aplikasi pinjol atau fintech terhadap smartphone yang digunakan. Apabila permintaan akses dinilai tidak wajar, ada baiknya akses tersebut ditolak dengan alasan keamanan.

Selain itu, melalui media sosial seperti Facebook, sering dijumpai adanya unggahan tentang penemuan dokumen pribadi seperti dompet milik orang lain yang ketinggalan maupun kehilangan di suatu lokasi.

Dompet tersebut kemudian difoto dan diunggah melalui media sosial tanpa di-blur terlebih dahulu. Hal ini menunjukkan minimnya kesadaran dalam merahasiakan data pribadi.

Pengesahan UU Perlindungan Data Pribadi yang berfungsi melindungi data pengguna tidak berjalan efektif apabila pengguna tetap tidak menyadari bahwa data pribadi merupakan sebuah hak yang harus dijaga.

Dari sisi penyedia, fintech seharusnya memiliki kemampuan sistem keamanan terpadu sehingga menjamin keamanan data pelanggan. Perusahaan juga perlu menjabarkan alasan yang jelas mengapa data pribadi pengguna dibutuhkan mereka.

Meski beberapa kali telah ditutup, kehadiran fintech ilegal terus bermunculan dengan nama dan platform yang berbeda. Pengguna diharapkan terus melaporkan apabila menemukan aplikasi fintech yang meresahkan di masyarakat.

Jika tidak ditindaklanjuti, hal tersebut sangat merugikan konsumen terutama yang berkaitan dengan keamanan data pribadi. Literasi digital tentang pemahaman keuangan pun menjadi sorotan.

Apabila pengguna memahami aturan main yang ditetapkan aplikasi pinjol, maka pencurian data pribadi dapat diminimalisir.

Bogor, 1 Agustus 2019

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun