Mohon tunggu...
Syahdan Adhyasta
Syahdan Adhyasta Mohon Tunggu... Administrasi - Profil

Hidup ini bagaikan sebuah lautan, dan kitalah nelayan yang sedang mengarunginya.. Sejauh apapun kita melaut, pasti akan ada masa dimana kita harus kembali ke daratan tempat kita berasal.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Sapu Tangan untuk Terkasih

23 Maret 2018   17:29 Diperbarui: 23 Maret 2018   17:36 638
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gambar: https://bumblebeelinens.com

 Di zaman ini, jika ada wanita yang menyukai dan memendam perasaan, akan memberikan sebuah saputangan bertuliskan namanya kepada lelaki yang hatinya telah dititipkan kepadanya. Entah sejak kapan hal itu menjadi sebuah kebiasaan di sini, tapi yang jelas itu adalah hal yang romantis. Saat kau menerima saputangan putih berbau wangi bebungaan, itu artinya sang wanita telah menyerahkan hatinya sepenuhnya kepadamu dan siap untuk menerima pinanganmu. Membayangkannya saja, membuatku bergidik, merinding seluruh bulu romaku. Betapa bahagianya aku, ketika menyadari bahwa saat itu aku cukup pantas menyandang gelar 'suami' yang lantas secara resmi di mata hukum, aku akan memilikinya dan ia memilikiku. Aku menyatu dengannya dan ia menyatu dengan diriku, baik jiwa maupun raga kami.

***

Aku mencium saputangan putih penuh noda yang ada di kepalan tanganku itu.

Wangi bebungaan Coreopsis sudah pudar dari kainnya, namun rasa cinta yang ada takkan pernah hilang semudah pudarnya wangi itu. Wanita itu, berambut panjang dengan lesung pipi menghias wajahnya, selalu ada di dalam kenangan.

Aku tidak memiliki gambaran ataupun fotonya.

Hanya saputangan ini dan ingatanku tentangnya yang membuatku bertahan dari dentuman bom dan decitan peluru setiap harinya. Saputangan itu kini lusuh terkena cipratan darah dan lumpur saat aku melaksanakan penyerangan. Aku sudah membasuhnya berkali-kali dengan menggunakan cairan pembersih seadanya yang kutemui di pangkalan kami. Hanya saja, itu tidak mengembalikan wujud cantik saputangan pemberian wanita terkasih itu.

Aku kembali mencium lembut saputangan itu. Kuharap itu bisa menggantikan lembut kulitmu saat bibir kita sama bertemu. Tapi ternyata tidak. Nyata, aku tetap merindukanmu.

Selalu...

Aku tidak sempat melamarmu atau sekedar memberikan cincin emas untuk sekedar menunjukkan bahwa aku juga memiliki perasaan yang sama kuatnya denganmu. Aku berharap kecupan lembut di dahi saat aku menerima saputangan ini sudah cukup mewakilinya, walaupun tanpa kata indah yang mengiringinya.

***

Dengan langkah terseok-seok aku kembali berjalan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun