Mohon tunggu...
alex warobay
alex warobay Mohon Tunggu... -

Aku Papua

Selanjutnya

Tutup

Politik

Dinamika dan Pentingnya Indonesia dalam Pasific Island Forum (PIF)

26 Agustus 2015   08:16 Diperbarui: 26 Agustus 2015   08:16 814
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Forum Negara-negara Pasifik adalah suatu forum regional yang beranggotakan negara-negara di kawasan Pasifik. Forum ini didirikan pada tahun 1971 dengan nama South Pacific Forum dan pada tahun 2000 namanya berubah menjadi Pacific Island Forum (PIF). Tujuan utama dibentuknya forum ini adalah untuk meningkatkan kerja sama di Pasific guna mencapai pertumbuhan ekonomi, pembangunan berkelanjutan, tata pemerintahan yang baik dan keamanan kawasan dengan mengakomodir berbagai kepentingan di kawasan. PIF juga berkonsentrasi pada kesempatan dan mendukung ide-ide praktis untuk mengambil langkah nyata yang dapat di implementasikan untuk kesejahteraan Negara-negara di kawasan Pasifik.

Indonesia merupakan Negara kepulauan terbesar di dunia. Indonesia juga memiliki posisi geografis yang unik sekaligus menjadikannya strategis. Hal ini dapat dilihat dari letak Indonesia yang berada di antara dua samudera dan dua benua sekaligus memiliki perairan yang menjadi salah satu urat nadi perdagangan internasional. Posisi ini menempatkan Indonesia berbatasan laut dan darat secara langsung dengan sepuluh negara di kawasan. Keadaan ini menjadikan Indonesia rentan terhadap sengketa perbatasan dan ancaman keamanan yang menyebabkan instabilitas dalam negeri dan di kawasan.

Pada tanggal 7 sd 11 september 2015 mendatang Indonesia di undang kembali menjadi mitra dialog untuk hadir di 27TH POST-FORUM DIALOGUE PARTNERS PLENARY SESSION DI PORT MORESBY PNG. PIF memiliki 16 negara anggota antara lain Australia, Cook Islands, Federate States of Micronesia, Fiji, Kiribati, Marshall Islands, Nauru, Niue, Palau, Papua Nugini, Samoa, Selandia Baru, Solomon Islands, Tonga, Tuvalu, dan Vanuatu. Keanggotaan PIF diperuntukkan bagi negara berdaulat, overseas Territory, dan organisasi internasional resmi yang mendukung penuh prinsip demokrasi dan Hak asasi manusia. Tema dialog PIF 2015 adalah”Penguatan konektivitas guna tingkatkan regionalisme Pasifik”. Kerja sama Indonesia-PIF diharapkan dapat meningkatkan pembangunan ekonomi di wilayah Indonesia bagian timur.

Negara-Negara yang berada di kawasan Pasific yang tergabung dalam PIF akan melaksanakan pertemuan sebagai upaya mempererat persahabatan antara Negara-negara kawasan. Pertemuan Negara PIF membahas berbagai topik permasalahan seperti perubahan iklim, ekonomi, kelautan, isu pembangunan berkelanjutan dan penanganan bencana. Namun ULMWP selalu saja dari tahun ke tahun mengatas namakan Rakyat Papua secara intens menjual isu Papua untuk mengambil keuntungan atas kepentingan tersebut. Isu yang disampaikan merupakan isu fiktif, pemutar balikan fakta yang sengaja diciptakan. Hal ini terbukti dengan adanya kunjungan delegasi MSG dan beberapa kunjungan kenegaraan lainnya di Papua, semua isu tersebut terbantahkan dengan kata lain tidak terbukti. Dari kunjungan tersebut Negara MSG mengakui kemajuan pembangunan di Papua dan menjadikan Papua sebagai percontohan untuk dapat diterapkan di Negaranya. ULMWP hanya sekelompok orang berupaya menciptakan situasi damai menjadi kurang kondusif. ULMWP selalu gagal dan ditolak baik di ajang KTT MSG maupun PIF. ULMWP juga terbentur persyaratan dalam mengikuti kegiatan PIF salah satu syaratnya adalah negara yang berdaulat yang diakui dunia Internasional.

Kekecewaan United Liberation Movement For West Papua (ULMWP)  ke MSG terbit di media lokal di Negara Solomon. Kekecewaan ini muncul dampak dari penolakan permohonan Status keanggotaan yang diajukan ULMWP oleh Negara yang tergabung dalam MSG. Penolakan ini sebagai bukti bahwa negara Melanesia di Pasifik sangat menghargai Indonesia sebagai Negara yang berdaulat dan menunjukkan sikap dewasa masyarakat Internasional dalam menyikapi hubungan bilateral antar Negara.

 ULMWP diberikan status sebagai observer dari KTT MSG 2015, stasus observer ini sebagai NGO sama halnya dengan LSM lainnya yang ada di MSG dan bukan sebagai negara sebagaimana diatur dalam Article 7iii Joint Communique. Status pengamat atau observer diberlakukan sebagai kondisionalitas dalam negara MSG, sekretariat MSG akan mengamandemen mengenai kriteria  penerimaan observer/Pengamat bagi kelompok/Group/NGO. Observer ULMWP sebagai NGO memiliki tugas dalam rangka representing Melanesians Living Abroad  atau yang mewakili orang-orang melanesia diluar negeri, BUKAN orang-orang melanesia yang ada di Papua dan Papua barat. Artinya ULMWP tidak memiliki hak untuk mengurusi atau ikut campur dalam urusan yang ada di Indonesia khususnya Papua dan Papua barat.

Setelah gagal bekali-kali di MSG dan PIF, ULMWP tanpa rasa malu dan tanpa merasa bersalah bahkan makin intens menyuarakan hasutan dan rekayasa isu ke PIF yang akan dilaksanakan di bulan September nanti. Kegagalan dan ketidak benaran selalu terungkap dari tahun ketahun, Namun hasrat kepentingan selalu dikobarkan dengan mengorbankan masyarakat Papua yang sudah hudup damai dan berdampingan. ULMWP yang memiliki agenda tersendiri dan tidak mewakili Negara manapun, Isu yang diangkat seperti isu terkait HAM dan Dekolonisasi, padahal isu ini selalu dipatahkan dan ditolak oleh PIF dan MSG bahkan sudah dijawab oleh sekjen PBB:

FITNAH DIBALIK ISU HAK ASASI MANUSIA DAN GENOCIDA

Meleburnya beberapa organisasi ilegal Papua kedalam wadah ULMWP masih meninggalkan rekam jejak yang buruk di tanah Papua. Dalam perjalanannya ULMWP memiliki perseteruan dan tarik menarik kepentingan dengan orgasisasi serupa yaitu NRFPB. Indikasi ini menunjukkan bahwa adanya kepentingan kekuasaaan dan jabatan yang mendominasi berdirinya organisasi ilegal ini. Perseteruan perseteruan kian tampak, organisasi pendukung seperti WPNCL, KNPB, PRD, GEMPAR dan FIM, organisasi ini memiliki rekam jejak buruk di Papua.

Tindakan kekerasan dan kriminal yang dia lakukan di tanah Papua tidak terlepas dari gerombolan ini, kita lihat saja Benny Wenda yang gencar menyuarakan west Papua memiliki latar belakang kriminal di Papua dan menjadi DPO polisi. Sebelum kabur ke ingggris Benny Wenda pernah membunuh seorang guru, menjadi aktor kerusuhan di abepura yang memakan korbang meninggalnya aparat keamanan dll. Baru-baru ini terjadi kekerasan dan pembunuhan Pendeta di komplek organda yang dilakukan pada siang hari dan didepan keluarganya, pelakunya adalah KNPB. Banyak lagi kekerasan dan kriminal yang mereka lakukan seperti pencurian, perampasan kendaraan bermotor dan menjadi penadah tindakan kriminal yang di tampung di perumnas 3 sebagai basis pergerakan mereka. Ini merupakan rangkaian Pelanggaran HAM dan tindakan kriminal yang dilakukan oleh organisasi ini.

Isu Genocida pun digulirkan untuk melanggengkan hasrat kepentingannya, yang sebenarnya masyarakat pendatanglah yang menjadi korbannya. Jangankan masyarakat pendatang, sama-sama orang Papua berbeda suku saja dianggap sebagai pendatang, masyarakat pendatang semakin termarjinalkan, mereka tidak boleh menjadi pejabat dan serba dibatasi ruang geraknya. Banyak kebijakan yang dibuat pemerintah daerah yang syarat diskriminasi terhadap masyarakat pendatang. Tindakan ini diperburuk masuknya paham dan kepentingan ini dalam agama sehingga konflik Agamapun tak terelakkan di Tolikara Papua. Masyarakat pendatang yang berbeda Agama dilarang beribadah dan dilarang menggunakan simbol keagamaanya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun