Mohon tunggu...
Alex Palit
Alex Palit Mohon Tunggu... Jurnalis - jurnalis
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

jurnalis

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Kami Makan Apa...?

22 Juli 2021   12:30 Diperbarui: 22 Juli 2021   20:39 559
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
www.tokopedia.com/find

Oh, di mana harapan yang pernah engkau janjikan? / Teot teblung / Kenyataan di sini / Kami harus makan nasi. Itulah penggalan cuplikan lagu judulnya "Kami Makan Apa...?" ciptaan Didik Sucahyo, Toto Tewel dan Rush Tato, liriknya ditulis Son Takdir, milik Elpamas.

Entahlah, apakah judul lagu "Kami Makan Apa...?" kini menjadi jerit para personil Elpamas, atau malah menjadi jerit banyak musisi yang tidak bisa manggung mencari nafkah lantaran PPKM. Atau malah sudah jadi jeritan musisi atau pegiat seni yang tidak bisa lagi manggung mencari nafkah di tengah terjadinya pageblug Covid-19 yang melanda negeri ini.

Atau bahkan "Kami Makan Apa...?" juga menjadi jeritan "orang pinggiran" pekerja sektor informal yang terpapar oleh penyekatan atau pembatasan beraktivitas mencari nafka penghidupan lantaran digelarnya PPKM.

"Kami Makan Apa?" adalah salah satu lagu sekaligus gacoan album ketiga Elpamas dengan formasi Ecky Lamoh (vokal), Toto Tewel (gitar), Didik Sucahyo (bas), Rush Tato (dram) dan Edi Darome (kibor), yang dirilis tahun 1993 di bawah bendera Logiss Records.

Tiba-tiba di tengah pemberlakuan KKPM yang diperpanjang lima hari sampai 25 Juli, saya kembali teringat kembali oleh lagu yang dirilis 29 tahun lalu. Di sini saya sengaja tidak menuliskan perpajangan akronim KKPM. Mohon pembaca sendiri memberi kepajangan akronim KKPM. Karena di tengah pemberlakuan PPKM, di kalangan masyarakat, akronim tersebut banyak diplesetkan multi arti dan makna.

Kala itu saya bekerja di Persda Kompas Gramedia -- Jakarta. Sebagai wartawan peliput musik dan hiburan, saya cukup akrab berteman dengan para personil Elpamas, grup band rock asal Pandaan -- Jawa Timur, yang pernah memenangi juara pertama Festival Rock se-Indonesia II (1985) yang digelar Log Zhelebour.

Sebagai wartawan, saat Elpamas rekaman album ketiganya, saya pun bersama Remy Soertansyah (alm) sempat main ke GIN Studio, Tomang - Jakarta. Saya diminta oleh Log Zhelebour untuk bikin pers rilis, juga sempat meliput tour show "Crystal in Concert '93" saat manggung di Lampung dan Makassar.

Kami Makan Apa...?

Bagi musisi, musik itu sendiri tak bedanya sebagai media komunikasi yang bisa bermakna lebih dari sekadar rangkaian instrumentasi bunyi. Karena musisi tak beda dengan jurnalis yaitu sama-sama sebagai pewarta. 

Kalau jurnalis mewartakan kesaksiannya lewat bahasa tulisan, sedang musisi merekam hasil amatannya lalu diolah dengan segenap imajinasi seninya kemudian diekspresikan dan dituangkan lewat bahasa musik, lagu, dan nyanyian.

Dengan bahasa musik, ia mengekspresikannya, apa itu lewat ungkapan puitisasi syair lirik lagu -- atau nada-nada itu sendiri -- yang mana didalamnya bisa berupa tuangan cerita, pesan, harapan, kritik, bahkan pernyataan sikap, atau apapun itu. Sebagai karya seni, musik pada hakikatnya tidak terpisahkan dari kehidupan manusia.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun