Mohon tunggu...
Alex Nanlohy
Alex Nanlohy Mohon Tunggu... -

Pemerhati Masalah Sosial

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Mengamati Spiritualitas di Negeri Post-Christian

23 September 2010   10:17 Diperbarui: 26 Juni 2015   13:02 386
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Selama ini kekristenan seringkali di-identik-kan dengan Eropa dan ”Barat”. Namun sebenarnya sejak 2 dekade terakhir ini, identitas Eropa sebagai negeri Kristen nampaknya semakin memudar. Ada beberapa pengamat yang mengatakan bahwa Eropa telah memasuki era Post-Christian. Bagi mereka yang berpendapat demikian, mereka membandingkannya dengan suatu masa dalam sejarah di mana kekristenan begitu mengurat akar di dalam kehidupan masyarakat dan bangsa. Kekristenan memegang peranan yang penting dan mewarnai berbagai aspek kehidupan di dalam negara.

Meskipun demikian tidak semua pengamat setuju dengan pendapat tersebut. Ada yang berpendapat bahwa Eropa sebenarnya tidak pernah menjadi negeri Kristen, sehingga saat ini tidak tepat jika mengatakan mereka memasuki era Post-Christian. Meskipun demikian terlihat jelas sekali kekristenan pernah menjadi ”budaya dominan” di kehidupan orang-orang Eropa dari berbagai peninggalan sejarah yang mereka miliki. Kekristenan telah meniggalkan ”jejak” yang kuat dalam nilai-nilai kemanusiaan, kebenaran dan keadilan yang dipraktekkan hinga kini. Di samping itu, terlihat juga kehadiran bangunan gereja hampir di setiap sudut kota-kota besar maupun kota-kota kecil.

Kesempatan belajar di Inggris yang dialami penulis tahun 2004-2005, juga memberikan pemahaman dan pengalaman tentang kondisi kekristenan di Eropa (khususnya di Inggris). Memang sungguh sedih ketika melihat bagaimana gedung-gedung gereja (cathedral) yang besar hanyalah menjadi museum bagi para turis. Memang masih ada ibadah rutin yang dilakukan, tetapi isinya kosong melompong. Seolah-olah tidak sebanding dengan besarnya gedung tersebut. Belum lagi melihat perilaku sebagian besar orang yang nampaknya cuek dengan agama dan kerohanian. Sedih sekali melihat bagaimana kekristenan seolah-olah menjadi ”tamu asing” di rumahnya sendiri. Bahkan penulis pernah ditanya oleh seorang dosen di sekolah teologia tempat penulis kuliah, ”Apa kesan saudara setelah tiba di Inggris?” Dan penulis menjawab, ”Wah... ternyata Inggris tidak se-Kristen yang saya bayangkan”.

Penulis terinspirasi ketika mengikuti ceramah yang dibawakan oleh Jeff Fountain di L’Abri Fellowship UK tahun 2005 dengan topik “HOPE FOR EUROPE”. Topik ini merupakan kerinduan dan juga menjadi judul buku yang ditulis oleh Fountain. Dengan menggunakan pendekatan sejarah Fountain mencoba memberikan gambaran kondisi kekristenan yang terjadi saat ini di Eropa. Dalam salah satu kesimpulannya, Fountain menuliskan, ”In short, Europe is becoming a mission field of neo-pagans. The centre of gravity of the worldwide church has moved from Europe and the West to the Two-Third World”. Dalam konteks misi dunia pun ada paradigma yang berubah. Jika dahulu seringkali kita mendengar bahwa misi “from the west to the rest” namun saat ini misi dikatakan“from everywhere to everywhere”.

Fountain membeberkan fakta-fakta berikut ini untuk menggambarkan kemunduran besar dari segi jumlah orang Kristen di Eropa, Tahukah Anda:

Jumlah orang percaya di Cina melebihi jumlah seluruh penduduk Jerman (80 juta)?

Ada lebih banyak jumlah orang Anglikan di Nigeria (bekas jajahan Inggris) daripada jumlah seluruh orang Anglikan di Inggris dan Amerika?

Satu gereja di Korea memiliki jumlah anggota terdaftar yang sebanding dengan seluruh penduduk Amsterdam?

Ada lebih banyak jumlah anggota gereja Assembly of God di Brazil dibandingkan jumlah seluruh orang Injili di seluruh Eropa?

Di Perancis saat ini ada lebih banyak jumlah paranormal/dukun/cenayang (spiritist healers) daripada gabungan jumlah seluruh dokter, ahli hukum dan pendeta di seluruh Perancis?

Mengapa sampai terjadi demikian? Penulis mencoba menyimpulkan bahwa intinya adalah “manusia yang meninggalkan Tuhan”. Memang dalam prosesnya kemunduran kekristenan tentu dipengaruhi berbagai faktor. Tapi kembali menyadari bahwa hidup melepaskan diri dari Allah adalah suatu awal kehancuran.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun