Mohon tunggu...
Alexius Mahargono Digdoprawiro
Alexius Mahargono Digdoprawiro Mohon Tunggu... Freelancer - Alumnus Pemerintahan FISIP UNDIP angkatan 1985. Aktifis Mapala dan fotografi. Peminat Literasi, perkara perkara politik, sosial dan seni

penggiat alam bebas, fotografer, pemerhati sosial politik, penulis lepas

Selanjutnya

Tutup

Politik

Apa Sebab Pemerintahan Jokowi "Tunduk" Pada PT. Freeport Indonesia?

10 Desember 2015   17:17 Diperbarui: 10 Desember 2015   18:19 364
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Eksistensi PT Freeport Indonesia (PT.FI) yang merupakan perusahaan tambang asal Amerika Serikat (AS) selalu menjadi menu utama pemberitaan. Baik media cetak, visual maupun sosial. Bahkan dengan maraknya perang tautan (link war), sering kali terjadi silang pendapat yang tak berkesudahan, dan berujung pada panasnya tajuk “papa minta saham”, akhir-akhir ini.

Pasalnya, meski beberapa kali berganti pemerintahan, namun Pemerintah Republik Indonesia tetap saja terkesan lembek menghadapi perusahaan tambang yang mengeruk emas di Papua selama puluhan tahun ini.

Benar memang, 5 regime pemerintahan pasca Suharto seakan tak dapat berkutik terhadap segala kemauan PT FI. Dan tentu saja ihwal inilah yang seringkali menjadi boomerang bagi setiap regime pemerintahan Republik Indonesia. Sebab sudah menjadi fakta bahwa issue Freeport inilah yang selalu dijadikan issue handal pada masa kampanye oleh setiap calon presiden, untuk menyakinkan massa pemilih bahwa sang calon akan mampu untuk merebut/menasionalisasi freeport menjadi sepenuhnya asset negara. Tetapi apakah memang sesederhana itu? Jelas tidak.

Pada dasarnya (paling tidak hingga saat ini), semua regime pemerintah pasti tersandera oleh serangkaian klausul yang disebut dalam Kontrak Karya (KK) yang sejak dibuat pertama kali pada tahun 1967 sudah pernah diperpanjang satu kali pada tahun 1991. Artinya KK I ditandatangani pada tahun 1967, dan KK II pada tahun 1991. Nah, KK II inilah yang menyandera ke 5 regime pemerintahan pasca Suharto, sebab sesuai klausul dalam KK II yang ditegaskan dalam Undang-Undang No 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batu Bara, pasal 169b dalam perundangan tersebut menyebutkan, semua rezim KK harus diubah menjadi Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK). Kontrak Freeport akan berakhir pada 2021 dan sesuai undang-undang bisa mengajukan perpanjangan pada 2019.

Artinya apa? Kontrak legal PT Freeport yang ditandatangani oleh Suharto pada tahun 1991 memang berdurasi 30 tahun dan akan berakhir pada 2021. Dan itu baru bisa diperpanjang pada tahun 2019, dua tahun sebelum kontrak berakhir. Bahkan hingga pemerintahan SBY pun tidak berani memperpanjang kontrak yang belum tiba masanya. Jadi tidak benar jika saat ini telah terjadi perpanjangan kontrak dalam bentuk IUPK oleh pemerintahan Jokowi. Yang terjadi mungkin proses pergantian KK menjadi IUPK sesuai amanat undang-undang no 4 tahun 2009.

Jelas perubahan ini menuntut konsekuensi investasi bagi PT.FI, karena IUPK mensyaratkan pengolahan dan pemurnian akan dilaksanakan di dalam negeri dengan mewujudkan suatu fasilitas pemurnian tembaga tambahan di Indonesia dengan mengutamakan penggunaan tenaga kerja, barang, dan jasa dalam negeri, atau sering disebut smelter. Dan untuk itu PT.FI memproyeksikan investasi hingga US$ 2,3 miliar

Telah menjadi persoalan yang masuk akal jika investasi sebesar itu, dibutuhkan jaminan. Dan bagi PT FI jaminan yg dibutuhkan adalah prinsip perpanjangan kontrak. Karena jika tidak ada jaminan perpanjangan kontrak, buat apa harus membangun smelter dengan investasi sebesar itu? Demikian kira-kira pertanyaan Freeport.

Jadi yang sedang ramai dipelintir sana-sini sekarang ini sebenarnya hanya “persetujuan prinsip” perpanjangan kontrak, belum dalam bentuk penerbitan Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK). Bahwa persetujuan prinsip ini melanggar perundang-undangan atau tidak, itulah perkaranya. Yang jelas persetujuan prinsip ini telah membuat pemerintahan Jokowi “tunduk” pada PT Freeport, entah karena benar-benar tersandera atau memang ada maksud lain. Mari kita tunggu saja.

 

Wlingi, 12 Desember 2015

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun