Mohon tunggu...
Alexander Mahadarta
Alexander Mahadarta Mohon Tunggu... Lainnya - Student at Duta Wacana Christian University

Just your ordinary human

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Alam & Tekno

Tantangan dan Solusi Pengelolaan Keanekaragaman Hayati di Indonesia

17 Desember 2020   18:48 Diperbarui: 17 Desember 2020   20:03 839
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Alam dan Teknologi. Sumber ilustrasi: PEXELS/Anthony

Alexander Mahadarta 31170093

(Tugas artikel Pengelolaan Sumber Daya Alam Hayati oleh Drs. Djoko Rahardjo, M.Kes )

Bumi, planet urutan ketiga dalam sistem tata surya kita menampung 7 miliar manusia sebagai spesies paling dominan yang hidup bersama dengan 6,5 juta spesies makhluk hidup lainnya. 6,5 juta spesies mahkluk hidup ini meliputi berbagai kingdom dari animalia, plantae, fungi, archae dll. Manusia sebagai spesies paling dominan di muka bumi memberikan sumbangsih terbesar dalam mepnegaruhi kondisi lingkungan di sekitarnya. Manusia idealnya harus menjaga lingkungan untuk melestarikan keanekaragaman hayati namun yang terjadi saat ini justru adalah kenalikannya.

Akibat timpangnya hubungan antara manusia dengan lingkungan dalam hal penjagaan dan pelestarian, ini berakibat buruk pada keanekaragaman hayati kita. Banyak spesies makhluk hidup yang terancam punah, bahkan sudah banyak yang punah dan setiap harinya daftar tersebut menjadi semakin panjang melihat bagaimana ketidakpedulian banyak pihak dalam menangani hal ini. 

Saat ini melalui situs iucnredlist.org didata bahwa setidaknya terdapat 32.000 spesies yang terancam punah dan ini belum termasuk spesies yang tidak terdata. Terdapat banyak faktor yang menyebabkan hilangnya keanekaragaman hayati yang secara garis besar dibagi menjadi 5 oleh Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (2014)

  • Perubahan Habitat
  • Munculnya Jenis Asing Infasif
  • Polusi
  • Eksploitasi yang berlebihan
  • Perubahan Iklum

Jika dilihat, kelima permasalahan tersebut mempunyai akar masalah yang sama, yaitu aktivitas manusia. Mengapa seperti itu? Sekitar 400 tahun yang lalu, jumlah manusia masih sekitar 1 miliar, yang berarti sumber daya alam masih sangat banyak dan mencukupi untuk kebutuhan hidup. Namun, semuanya berubah sejak adanya revolusi industri yang menghantarkan manusia pada era teknologi baru. 

Ketika manusia mengenal teknologi baru, sumber untuk membuat teknologi tersebut tentunya dari alam. Sebut saja logam-logam untuk membuat peralatan, batubara serta fosil yang digunakan sebagai bahan bakar, bahkan peralatan modern seperti gadget memiliki chip berbahan dasar silikon yang perlu ditambang. Semua bahan yang dari alam ini berarti manusia harus merubah bentang alam menjadi berbagai lokasi untuk aktivitas manusia seperti pabrik, pertambangan, pertanian, peternakan dll yang akhirnya mengakibatkan perubahan habitat. 

Setiap harinya banyak lahan yang dirubah menjadi daerah tersebut yang mengakibatkan habitat hidup makhluk hidup semakin kecil, habitat yang mengecil tentunya akan mengakibatkan kompetisi antar spesies yang mash menghuni habitat tersbut dan akhirnya mengakibatkan turunnya jumlah individu suatu populasi yang berujung pada rendahnya gene pool dari spesies tersebut. KEcilnya habitat juga mengakibatkan spesies tertentu harus terpaksa pindah ke ekosistem lain dan menjadi sepsis infasif yang merusak keseimbangan ekosistem yang sebelumnya seimbang.

Ketika permintaan akan sumber daya belum mencukupi, manusia akhirnya memaksa ekosistem hingga limit melalui eksploitasi yang berlebihan. Tidak sampai disitu, akibat dibukanya berbagai pabrik dan lokasi untuk memenuhi kebutuhan manusia, jumlah polusi yang dihasilkan oleh manusia meningkat dengan drastis. Polusi paling utama yang dihasilkan adalah gas karbon dioksida yang meningkat secara drastis yaitu sebanyak 47% sejak revolusi industry dimulai hingga saat ini (Buis, 2019). 

Meningkatnya gas karbondioksida akhirnya menyebabkan fenomena yang kita kenal sebagai gas rumah kaca, ini berakibat hingga ke perubahan iklum yang kembali lagi menggangu / merusak habitat dari makhluk hidup. Jadi bisa dilihat secara singkat problema krisis keanekaragaman hayati tidak lebih dari lingkaran yang terus menerus berputar. Daftar makhluk hidup yang terancam punah akan terus memanjang hingga sebagian besar keanekaragaman hayati di Bumi hilang kecuali kita melakukan sesuatu.

Beberapa langkah sudah dilakukan oleh pemerintah di berbagai belahan dunia untuk menyelamatkan spesies-spesies yang terancam punah bersama dengan ekosistemnya. Metode ini biasa dikenal dengan nama konservasi yang dibagi menjadi konservasi insitu dan exsitu. Namun seringkali hal ini tidak cukup karena ketika populasi sudah semakin sedikit, keragaman genetika sangat susah untuk dipulihkan dan hal ini membuat populasi yang walaupun jumlahnya sudah mulai banyak tetap rentan untuk punahkarena keragaman genetik yang rendah membuat survabilitas spesies menjadi rendah. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Lihat Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun