Mohon tunggu...
Alex Japalatu
Alex Japalatu Mohon Tunggu... Penulis - Jurnalis

Suka kopi, musik, film dan jalan-jalan. Senang menulis tentang kebiasaan sehari-hari warga di berbagai pelosok Indonesia yang didatangi.

Selanjutnya

Tutup

Diary Pilihan

Kebaikan Ada di Mana-mana

30 November 2022   10:46 Diperbarui: 30 November 2022   10:54 282
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Seorang anak laki-laki memegangi tangan kakaknya karena takut ketika air laut sedang surut  di Pantai Walakeri, Sumba Timur, NTT (Foto:Lex) 

"Benar."

"Pater Ruamuldus?"

"Betul. Adik siapa?"

Ahhhh, saya rasa kuk  yang menekan pundak saya seperti lepas. Ringan badan saya. Ringan pikiran saya. Benar, beliau adalah Pater Ruamuldus Pitan, SVD, Pastor Paroki di Bima kala itu. Waktu saya masih murid SMP Wona Kaka di Kodi, ketika perayaan 50 tahun Gereja Katolik di Homba Karipit, saya menjadi misdinar dalam perayaan itu. Ada misa konselebrasi yang dilayani oleh banyak pastor, salah satunya Pater Ruamuldus. Misa dipimpin Mgr. Kherubim Pareira, Uskup Keuskupan Weetebula. Sekitar 12 pastor ikut memimpin misa. Dahulu di Homba Karipit, selain Pater Moses Beding, CSsR, ada pula Pater Alo Logos, SVD. Saya jumpa lagi dengan Mgr. Kherubim ketika menulis tentang petani coklat di Maumere pada Agustus 2019. Ia meminta saya berbicara di dekat telinganya. "Penyakitnya orang tua, sudah susah mendengar," ujar dia. Uskup Kherubim ketika itu sudah berusia 79 tahun dan sudah pensiun sebagai uskup Maumere.

"Saya mau ke Sumba, tapi pesawat tidak turun. Saya tidak tahu mau tinggal di mana sekarang. Saya dari Yogya," kata saya.

"Oh, saya juga ada mau antar Bruder. Mau ke Sumba. Tidak jadi terbang juga," jawab dia.

"Adik ikut ke pastoran saja," kata dia.

Saya memberitahu Bavin dan kakaknya, akan tinggal di Pastoran di Bima sampai Kamis. Saya makan dan tidur secara gratis di sana. Bahkan Pater Ruamuldus menambah uang saya yang kurang. Sebab harga tiket ke Sumba sebesar Rp 60 ribu. Saya hanya punya Rp 40 ribu.

Turun di Tambolaka, kami dijemput Romo Selvi Ruing, Pr. Beliau sebagai pastor pembantu di Paroki Tambolaka waktu itu. Dengan jeep-nya, saya diantar ke belakang SMA Thomas Aquinas di Bukit Sunyi, Weetebula. Sebab di sana ada rumah ipar saya, suami dari kakak perempuan saya. Dahulu, rumah-rumah para guru berjejer di situ.

Orang baik akan selalu memberikan bantuan (Sumber: Hipwee.com) 
Orang baik akan selalu memberikan bantuan (Sumber: Hipwee.com) 

Saya tidak tahu, apakah Pater Ruamuldus Pitan masih hidup? Sementara Pater Alo Logos dan Romo Selvi sudah berpulang. RIP.

Sejak peristiwa naik bus itu, ada satu barikade dalam diri saya yang berhasil "patah". Yakni rasa takut atau khawatir berjalan ke daerah yang belum saya kenal sama sekali. Waktu saya datang ke Aceh seorang diri, dan tanpa tujuan yang jelas, saya tidak merasa khawatir sama sekali.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun