Mohon tunggu...
Alex Japalatu
Alex Japalatu Mohon Tunggu... Penulis - Jurnalis

Suka kopi, musik, film dan jalan-jalan. Senang menulis tentang kebiasaan sehari-hari warga di berbagai pelosok Indonesia yang didatangi.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Artikel Utama

Menggerakkan Perpustakaan untuk Tingkatkan Literasi di Sumba Timur

10 November 2022   08:37 Diperbarui: 11 November 2022   14:47 1048
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Siswa-siswi kelas 6 SDM Mbatakapidu sedang membaca di perpustkaan sekolah mereka. (Foto:Lex) 

Perpustakaan "Dorong"

Sementara itu, perpustakaan SDN Wera di Desa Kadumbul, Kecamatan Pandawai, 45 km arah timur Waingapu, sudah berdiri sejak 2017 ketika Salomi Wati menjabat sebagai pelaksana tugas (plt) Kepala Sekolah (kepsek) di sekolah ini.

"Saya sangat tertarik dengan kegiatan literasi yang diajarkan INOVASI karena sangat membantu siswa kami dalam hal membaca. Sebagai pengawas,  saya ditempatkan di SDN Wera, salah satu sekolah sasaran kegiatan literasi Inovasi. Guru-guru kelas awal di sekolah ini sudah dilatih melalui KKG tentang pelaksanaan literasi di sekolah," akunya. Hal ini juga dibenarkan oleh Welmintje Lulu, Plt Kepsek yang menggantikan Salomi.

Perpustakaan
Perpustakaan "dorong" SDN Wera (Foto:Lex) 

Jangan berpikir perpustakaan di SDN Wera adalah bangunan permanen dengan rak-rak buku yang rapi. Perpustakaan mereka adalah sebuah bangunan dari kayu-kayu beratap daun gewang yang didirikan oleh Komite Sekolah bersama orang tua murid. Lantainya berupa semen kasar yang dialas terpal dan karpet seadaanya. Sementara buku-buku diletakkan pada beberapa rak yang bisa didorong. Ketika giliran siswa-siswi membaca, rak tersebut dibawa keluar sebelum dimasukkan lagi nanti.

Salomi Wati mengatakan, kalau guru-guru hanya menyampaikan materi saja tidak cukup. Sebab itu ia mengundang Komite Sekolah dan menyampaikan manfaat literasi bagi anak-anak mereka. Padahal waktu itu belum ada Taman Bacaan. Hanya ada perpustakaan saja. Buku-buku memang ada namun tidak sesuai dengan perkembangan siswa SD. Buku cerita yang ada tidak sesuai dengan tingkat usia mereka. Sebab itu, setiap jam istirahat anak-anak hanya berlari-larian di halaman sekolah.

"Waktu itu anak-anak belum lancar membaca. Ada kasus kelas 4 SD belum mengenal huruf. Ada yang tidak bisa membaca suku kata. Kelas 5 masih ada yang belum lancar membaca. Alasan ini yang membuat saya berpikir bagaimana kalau waktu senggang anak-anak ini dipakai untuk membaca? Jadilah perpustakaan tersebut," urai Salomi.

Selain itu, setiap hari Sabtu dipakai oleh sekolah ini sebagai "hari membaca". Anak-anak dari kelas 1-6, masing-masing satu jam pelajaran, wajib membaca. Setelah anak-anak membaca, mereka dipulangkan dan guru-guru melaksanakan Kelompok Kerja Guru (KKG) mini.

 "Kami membuat alat peraga yang sesuai dengan untuk bahan mengajar guru di kelas pada minggu berikutnya, khususnya terkait literasi," kata Salomi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun