Mohon tunggu...
Alex Japalatu
Alex Japalatu Mohon Tunggu... Penulis - Jurnalis

Suka kopi, musik, film dan jalan-jalan. Senang menulis tentang kebiasaan sehari-hari warga di berbagai pelosok Indonesia yang didatangi.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Kerbau, Hewan Ritual Kematian di Sumba

7 November 2022   11:14 Diperbarui: 7 November 2022   11:18 1211
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Keyakinan agama Marapu di Sumba, NTT,  mensyaratkan ketika ada orang yang meninggal, tepat pada hari pemakamannya mesti disembelih hewan berupa kerbau. Pada suku Kodi di sebelah barat daya pulau ini dikenal dengan istilah  kporoho.

Para penganut Marapu yakin bahwa hewan yang dikurbankan menjadi "bekal"  bagi orang yang meninggal untuk mendapatkan tempat yang layak di Praingu Marapu atau alam baka. Apakah ini yang disebut "surga" oleh penganut agama-agama samawi?

Karena itu di Kodi, kalau seseorang belum mendapatkan ritual kporoho, dipercaya arwahnya akan gentayangan dan menggangu keluarga yang masih hidup. Gangguan tersebut berwujud dalam berbagai kesialan dan sakit-penyakit.

Sebab itu, semiskin-miskinnya orang di Kodi, bagian ini tak bisa dilewatkan. Ataupun kalau benar-benar kepepet, keluarga yang hidup berjanji akan melakukan ritual  tersebut ketika kondisi mereka sudah baik. Namun jenazah dikebumikan setelah tiga hari.  

Ketika "belanja bahan" penulisan tentang 'penyederhanaan adat kematian dan perkawinan' di wilayah utara dan selatan Kabupaten Sumba Timur pada awal tahun 2022, saya menemukan ada jenazah di sebuah kampung yang belum dimakamkan padahal ia telah meninggal 30 tahun silam. Sebab keluarga masih menunggu "waktu baik" yakni ketika keluarga sudah memiliki kemampuan secara ekonomi untuk melaksanakan ritual pemakaman. Undangan mesti disebar kepada seluruh sanak-keluarga di dalam maupun luar pulau.

Kerbau dengan tanduk sepanjang ini berharga sekitar 150 juta di Sumba (Sumber:Gambarkeren.pro)
Kerbau dengan tanduk sepanjang ini berharga sekitar 150 juta di Sumba (Sumber:Gambarkeren.pro)

Persoalan di kawasan ini adalah biaya ritual kematian yang bisa mencapai ratusan juta rupiah, apalagi jika yang meninggal seorang bangsawan atau keturunan bangsawan. Hal yang mirip dengan di Sumba Timur saya temukan ketika meliput ke Rantepao, Tana Toraja.

Hanya saja sekarang kporoho di Kodi sudah mulai kehilangan makna aslinya yakni, sebagai bekal dan (mungkin) silih dosa bagi yang meninggal. Dahulu satu-dua ekor kerbau boleh disembelih dan ritual selesai. Tetapi sekarang ia sudah berupa adu gengsi. Demi prestise. Siapa yang menyembelih kerbau dalam jumlah banyak puluhan ekor, namanya akan melambung ke langit ketujuh. Padahal seekor kerbau jantan di Kodi yang berusia 3-4 tahun harganya sudah mencapai 30 juta rupiah. Bagi saya pribadi, ini pemborosan luar biasa.

Saya beberapa kali diprotes ketika menyuarakan hal penyederhanaan ritual ini. Bukan penghapusannya. Biasanya yang tersinggung dan protes adalah mereka yang dari golongan kaya. Pdahal di Kabupaten Sumba Barat Daya ini, setiap tahun tak kurang dari 8000 lulusan SMA/SMK yang tak bisa melanjutkan ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi. Para lulusan ini sekarang menyebar ke Bali dan Bima, sebagai kuli bangunan dan bekerja serabutan. Sebab tak ada biaya untuk itu.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun