Mohon tunggu...
Alex Japalatu
Alex Japalatu Mohon Tunggu... Penulis - Jurnalis

Suka kopi, musik, film dan jalan-jalan. Senang menulis tentang kebiasaan sehari-hari warga di berbagai pelosok Indonesia yang didatangi.

Selanjutnya

Tutup

Parenting Pilihan

Setiap Pilihan Punya Konsekuensi

6 November 2022   08:20 Diperbarui: 6 November 2022   08:35 163
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sebagai orang tua  kami pernah serba khawatir, bagaimana anak kami memilih pasangannya dalam berpacaran? Apakah lawan jenis atau sesama jenis? Jika lawan jenis, siapa dia, bagaimana latar belakangnya? Bagaimana kalau ia memilih berpacaran dengan sesama jenis karena kecenderungan seksualnya demikian? Dan masih banyak pertanyaan lain yang timbul dalam benak kami. Disertai kekhawatiran ini-itu. Makhlum kawan, kami ini masih 'bikinan Indonesia' yang lahir pada era 1970-an. Di bawah sadar kami selalu ada keinginan untuk  berbuat yang terbaik buat anak-anak. Dan yang terbaik itu adalah mengaturnya, atau ikut nimbrung menentukannya.

Beruntung kami gemar membaca buku-buku filsafat, membaca Jean Piaget tentang psikologi perkembangan kognitif, dan lain-lain buku yang sangat mempengaruhi pandangan kami. Anak-anak adalah 'seorang pribadi' yang punya pilihan-pilihannya sendiri. Tugas orang tua dan guru membantunya menemukan pilihan tersebut.   

Kami punya anak laki-laki, 22 tahun, lulus kuliah dan bekerja sebagai analis bisnis. Kalau pakai ukuran WHO, ia masih dalam kategori remaja. Tapi kalau memakai standar Kementerian Kesehatan sudah dalam kategori dewasa muda. Satunya masih SMP.

Ketika masih duduk di SMA ia pacaran. Dengan seorang nona manis, teman kelasnya. Entah bagaimana kandas di tengah jalan menjelang kelulusan. Ya, masih dalam taraf "cinta monyet". Mungkin karena sering bertemu di sekolah dan saling tertarik. Demikian pula ketika ia kuliah. Pacaran dua kali, kandas kedua-duanya. Kami sering "mengolok-olok" kejombloannya dalam grup WA keluarga. Kini ia memutuskan belum mau pacaran lagi. Kami bersyukur bahwa sejauh ini ia selalu bercerita tentang bagian yang pribadi ini.

Salah satu nilai yang kami tanamkan kepada anak-anak sejak kecil adalah kebebasan memilih. Mereka boleh memilih sekolah, jurusan, kuliah di bidang apa, mau beragama atau tidak beragama, mau memeluk agama apa dan kelak mau menjadi apa. Tentu saja pesan ini disampaikan sesuai dengan tingkat pemahaman mereka. 

Kami hanya menyampaikan bahwa setiap pilihan memiliki konsekuensinya sendiri-sendiri. Juga dalam hal berpacaran. Tak ada secuil pun larangan dari kami bahwa anak-anak mesti pacaran dengan siapa, dari suku mana, agamanya apa dan jenis kelaminnya apa. Terlalu permisif? Mungkin iya. Tapi kami yakini dan lakukan hal itu di rumah.

Keberagaman warna dan pilihan (Sumber:WallHere) 
Keberagaman warna dan pilihan (Sumber:WallHere) 

Tentang memilih agama dan berpacaran sesama jenis menjadi bahan diskusi menarik dengan si sulung. Pertanyaan utamanya adalah, apakah boleh berpacaran dengan sesama jenis? Apakah saya boleh memilih agama selain Katolik?

Kami mengatakan, boleh. Namun tak ada pilihan yang bebas nilai. Sebelum diskusi saya memberinya beberapa tulisan saya tentang pandangan masyarakat terhadap "perkawinan sejenis", tentang LGBTQ, termasuk pandangan Gereja Katolik tentang hal  ini yang ditulis Pastor Magnis Suseno dan beberapa dosen dari STF Driyarkara maupun STFT Jakarta.

Kami memperjelasnya. Jika punya kecenderungan homoseksual, sampaikan dengan jujur dan sebagai orang tua kami PASTI mendukung. Namun pilihannya di Indonesia agak "sempit" karena masyarakat belum bisa menerima. Maka pilihanmu adalah hidup di luar negeri. Ini salah satu konsekuensi logisnya.

Dia bilang, "Saya heteroseksual!"

Sama halnya memilih agama. Pesan kami hanya satu dan sangat jelas soal ini yakni: Jangan menjadi fanatik bodoh!

Itu saja.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Parenting Selengkapnya
Lihat Parenting Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun