Mohon tunggu...
Alex Japalatu
Alex Japalatu Mohon Tunggu... Penulis - Jurnalis

Suka kopi, musik, film dan jalan-jalan. Senang menulis tentang kebiasaan sehari-hari warga di berbagai pelosok Indonesia yang didatangi.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Ketika yang Fana dan Kekal Menyatu Dalam Rumah Adat Masyarakat Kodi

27 Agustus 2022   18:02 Diperbarui: 27 Agustus 2022   18:05 533
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Rumah adat di Kampung Ratenggaro, Kodi-Bangedo, Sumba Barat Daya (Sumber: itchcreature.com)

Rumah adat di Kodi, terutama di parona (kampung besar), dengan menara setinggi 20 meter tidak sekadar menjadi tempat tinggal manusia dan hewan. Ia adalah penghubung antara  dunia marapu yang ilahi dengan dunia manusia yang fana. Melalui atapnya yang menjulang tadi. Sebab masyarakat penganut keyakinan Marapu di Kodi menyadari bahwa kehidupan hari ini adalah kelanjutan dari hidup masa lalu,  dan terus berjalan ke depan, kepada kehidupan yang abadi kelak.

Secara umum rumah adat di Kodi dibagi menjadi tiga bagian yakni; bubungan atau atap sebagai "dunia marapu"; bagian tengah tempat manusia beraktifitas; bagian bawah adalah kandang hewan dan dianggap sebagai "dunia" orang mati.

Hanya orang-orang tertentu saja yang bisa memanjat ke loteng bagian atas, misalnya untuk mengambil pusaka berupa parang, tombak, gong dan tambur yang dianggap sakral. Sementara saat sore dan malam hari, anak-anak dilarang berlarian di bagian bawah rumah karena dianggap roh jahat sedang gentayangan di dunia "bawah".  

Waktu kecil dahulu jika datang ke parona, kami memilih meringkuk dekat perapian di tengah rumah. Daripada bikin gara-gara. Takut digondol roh jahat.

 Rumah adat parona kemudian diduplikasi di kalibyatu (dusun) yang dibangun di seantero pulau. Tapi biasanya tidak pakai menara, meskipun ruangan di dalamnya sama. Secara umum susunannya sebagai berikut:

Setelah bubungan rumah, terdapat loteng yang disebut "uma dalo". Biasanya tempat menyimpan pusaka dan bahan makanan untuk persiapan masa paceklik

Pada bagian tengah terdapat perapian, untuk mengolah bahan makanan bagi seluruh keluarga. Disebut "mata api".  

Di atas "mata api" terdapat para-para yang disebut "peda mbonoho". Secara harafiah berarti para-para yang panas, sebab ia berada persis di atas perapian. Pada "peda mbonoho" ini  biasanya disimpan bahan makanan yang diawetkan antara lain daging.  Agar terus terkena asap.

Struktur dan fungsi rumah adat di Kodi/Sumba (Sumber: Univ.Dwijendra) 
Struktur dan fungsi rumah adat di Kodi/Sumba (Sumber: Univ.Dwijendra) 

Masih di ruang tengah, agak ke sebelah kiri terdapat  "peda lolo", atau loteng yang panjang, tempat menyimpan makanan sehari-hari.  Di bawah "peda lolo" terdapat semacam gudang, juga tempat menyimpan bahan makanan yang sesewaktu bisa diambil untuk diolah.

Setelah perapian,  terdapat sekat setinggi pinggul yang membatasi sebuah ruang multi fungsi;  tempat makan keluarga, tempat tidur, tempat menyimpan jenazah, dll. Bagian ini disebut "tabola deta". Atau bale-bale bagian atas.   

Dari ruang tengah kita turun ke "tabola wawa" atau bale-bale bagian bawah. Biasanya dijadikan  balai rapat atau tempat menerima tamu. "Tabola wawa" menghadap ke tengah kampung. Orang bisa bercakap dari rumah ke rumah dengan suara yang agak keras.

Pada salah satu ujung "tabola wawa"  terdapat "kten'deng", yakni ruang kecil yang disekat sebagai tempat untuk tidur. Biasanya  dipakai untuk berjaga-jaga dari maling pada malam hari. Pandangan leluasa dilepas ke halaman perkampungan. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun