Mohon tunggu...
Alex Japalatu
Alex Japalatu Mohon Tunggu... Penulis - Jurnalis

Suka kopi, musik, film dan jalan-jalan. Senang menulis tentang kebiasaan sehari-hari warga di berbagai pelosok Indonesia yang didatangi.

Selanjutnya

Tutup

Trip Pilihan

Palalangon: Kampung Kristen dengan Ironi Kemiskinan Warganya

19 Agustus 2022   18:32 Diperbarui: 19 Agustus 2022   18:49 11898
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gereja Kristen Pasundan (GKP) Palalangon (foto: lex) 

 Indra lahir di Palalangon. Ia salah satu anggota pemuda Gereja Kristen Pasundan (GKP). Masa kecil hingga dewasa ia habiskan di sana. Usai SMK ia tak bisa melanjutkan studi karena keterbatasan ekonomi orangtuanya. Ia menjadi penyiar di Radio Komunitas Citra Kasih Palalangon. "Full time, tetapi betul-betul pelayanan. Tak ada gaji," kata dia.

***

Jarak Palalangon ke Bandung, ibukota propinsi Jawa Barat hanya 60 km. Sementara dari Cianjur ke Palalangon sekitar 15 km. Jarak yang relatif dekat ini, telah membuat kehidupan modern ikut merasuk hingga ke pelosok-pelosok Palalangon.

 "Tetapi Palalangon berubah secara drastis waktu Waduk Cirata selesai dibangun  pada 1988," kata Iman Subarna Marchasan, warga Palalangon. Sejak itu banyak orang  kota yang datang menanamkan modalnya di atas waduk seluas 26 km persegi itu. Mereka membangun keramba apung untuk memelihara ikan. Pengelolanya adalah penduduk Palalangon.

Pemotongan pita dalam rangka ulang tahun GKP Palalangon ke-115 (Foto: lex) 
Pemotongan pita dalam rangka ulang tahun GKP Palalangon ke-115 (Foto: lex) 

Semenjak itu penduduk desa ini mengenal profesi lain di luar petani.

"Dulu di sini rata-rata petani. Tapi sekarang sudah bergeser. Banyak yang menjaga keramba. Terutama karena tanah-tanah mereka sudah dijual pada orang lain. Banyak juga yang terkena proyek waduk," kata Iman.

Penduduk menjadi kaya sesaat dengan uang ganti rugi yang diberi pemerintah. Tetapi di sisi lain, tanpa mereka sadari telah kehilangan tanah yang menjadi sumber penghidupan turun-temurun.  Begitu uang selesai dibelanjakan, mereka tak punya apa-apa lagi.

Karena waduk ini pula Palalangon dikerubungi banyak pendatang. Pemukiman baru dibangun. Para pendatang biasanya membeli tanah penduduk dengan harga tiga kali lipat dari harga biasa.

"Yang tak berpikir panjang biasanya langsung jual saja. Mereka tidak tampik tawaran itu," kata Ferry Chandra, anggota jemaat GKP Palalangon.

Bacaan:

  1. Thomas van den End. Harta Dalam Bejana. BPK Gunung Mulia, cetak ulang (2019)
  2. Th. Van den End. Sumber-Sumber Zending Tentang Sejarah Gereja di Jawa Barat, 1858-1963. BPK Gunung Mulia, 2006)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Trip Selengkapnya
Lihat Trip Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun