Mohon tunggu...
Alex Japalatu
Alex Japalatu Mohon Tunggu... Penulis - Jurnalis

Suka kopi, musik, film dan jalan-jalan. Senang menulis tentang kebiasaan sehari-hari warga di berbagai pelosok Indonesia yang didatangi.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Gosip Salib pada Injakan Sandal Lily

16 Agustus 2022   08:23 Diperbarui: 16 Agustus 2022   08:44 1057
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Contoh sandal Lily (Sumber: tokopedia.com) 

***

Mulanya sandal ini adalah produksi Jepang yang diimpor ke Indonesia. Distributornya orang Indonesia. Namanya Sasmita. Ketika prinsipalnya di Jepang bangkrut pada 1968, keluarga Sasmita membeli mesin-mesin dan perangkat produksi perusahaan itu dan memboyongnya ke Indonesia.

Sejak itu, sandal Lily diproduksi langsung di Mauk, di Tangerang, di bawah bendera PT Panasea. Guna mengamankan kebutuhan bahan bakunya, keluarga Sasmita mendirikan PT Panarub Chemical (PC) yang memproduksi karet sandal. PC kemudian berkembang menjadi PT Panarub Industry Co Ltd (PI), produsen sepatu Specs. Yang pernah main sepak bola mesti pernah kenal merk ini.

Perihal gambar di tumitnya? Ia sebenarnya tidak berbentuk salib sama sekali. Ia lebih mirip logo dua singa, seperti yang menjadi lambang kota Malang saat ini yang diwariskan dari zaman Kerajaan Singasari. Saya "curiga" principal di Jepang dahulu bekerja sama dengan perusahaan dari Inggris atau negara Eropa lainnya. Hanya negara-negara Eropa yang punya simbol kayak gitu.

Dua singa yang menjadi simbol Kota Malang (sumber: merdeka.com) 
Dua singa yang menjadi simbol Kota Malang (sumber: merdeka.com) 

Mengapa ia mudah dipercaya bahwa itu "salib"? Penerangan ilmiahnya saya dapatkan dari komentar Laras Sekarasih, PhD, dosen Psikologi Media dari Universitas Indonesia tentang "Mengapa Banyak Orang Mudah Percaya Berita "Hoax"?" seperti saya kutip dari Kompas.com (23/01/2017).

Ada dua alasan menurut dia. Pertama, orang cenderung percaya hoax jika informasinya sesuai dengan opini atau sikap yang ia miliki. "Misal seseorang memang sudah tidak setuju terhadap kelompok tertentu, produk, atau kebijakan tertentu. Ketika ada informasi yang dapat mengafirmasi opini dan sikapnya tersebut, maka ia mudah percaya," kata dia.

Alasan kedua menurut Laras adalah terbatasnya pengetahuan seseorang atau sekelompok masyarakat membuat mereka mudah percaya pada gosip atau hoax.

"Tidak adanya prior knowledge tentang informasi yang diterima bisa jadi memengaruhi seseorang untuk menjadi mudah percaya," alasan Laras.

Pengetahuan awal atau prior knowledge seperti dijelaskan adalah sekumpulan pengalaman, sikap, pengetahuan, bahkan keyakinan yang telah dimiliki oleh individu yang diperoleh dari pengalaman sepanjang hidupnya yang akan digunakan untuk mengkonstruksi pengetahuan dan pengalaman barunya.

Ini masuk akal bagi saya, kalau dikaitkan dengan kondisi masyarakat kami di Sumba kala itu. Dus, sekarang dalam masyarakat yang lebih modern saja-yang kita anggap lebih intelek-masih mudah percaya pada hoax. Jakarta menjadi contoh yang baik dalam Pilpres atau Pilkada.

Tetapi bagi saya pribadi, kalaupun itu salib,  ya tidak apa-apa juga. Jangan terlalu sensitif. Yesus tidak menjadi "rendah mutunya" hanya gara-gara itu. Malah saya ambil praktisnya saja: Biar terus diingat kalau yang bikin kaki kita menjadi nyaman dan membuat tampak ganteng dan cantik, adalah salib Kristus.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun