Mohon tunggu...
Alex Japalatu
Alex Japalatu Mohon Tunggu... Penulis - Jurnalis

Suka kopi, musik, film dan jalan-jalan. Senang menulis tentang kebiasaan sehari-hari warga di berbagai pelosok Indonesia yang didatangi.

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Pilihan

Dua Ratus Ribu Sekali Lompat

2 Agustus 2022   16:05 Diperbarui: 2 Agustus 2022   16:08 445
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pelompat batu di Kampung Bawomataluo, dok. pribadi

Perjumpaan saya dengan Pastor Johannes Hammerle, OFMCap pendiri dan pengelola Museum Pusaka Nias (MPN) di Gunungsitoli terjadi tanpa sengaja di Bukit Laverna, biara dan rumah ret-ret milik biarawan Kapusin. Itu sudah beberapa tahun lampau.  Pastor John adalah anggota ordo Kapusin. Setelah misa Hari Minggu, teman mengajak ke sana, karena ia menginap di Penginapan Santo Leopoldo, milik biara.

 

Di Bukit Laverna pula saya ketemu Ingo Kennerknecht, profesor bidang genetika dari Universitas Muenster Jerman, yang sedang meneliti asal-usul orang Nias. Ingo tak lancar bahasa Indonesia. Saya tak bisa bahasa Jerman. Jadilah bahasa Inggris sebagai penghubung. Ingo membandingkan Nias sebelum dan pasca gempa dahulu. "Blessing in disguise," ujarnya soal gempa dahsyat tahun 2005 itu.

Waktu pertama ke Nias pada 2002 Ingo hanya bisa naik  kapal kayu yang menghubungkan Gunungsitoli-Sibolga, dua minggu sekali. Masuk pedalaman dengan berjalan kaki. "Sekarang tiap hari ada pesawat. Ke pedalaman juga sudah bisa naik RBT," ujarnya terkekeh.

Apa itu RBT? Ia sukar menjelaskannya juga dalam bahasa Inggris. Pastor John Hammerle mengambil alih. Ah ya, ternyata RBT ini singkatan dari Rakyat Banting Tulang, jasa angkut dengan sepeda motor, alias ngojek. Menurut saya ini istilah yang kelewat dramatis bagi tukang ojek.

Pastor John Hammerle, OFMcap (dok. pribadi)
Pastor John Hammerle, OFMcap (dok. pribadi)

Untuk penelitiannya ini Ingo pernah membawa  5 kg sampel darah dari 2.000 orang Nias ke Jerman untuk ditelisik asal-usul mereka berdasarkan DNA-nya. "Saya terpaksa melakukannya karena di sini belum ada laboratorium yang bagus. Untung saja tabung-tabung itu tidak pecah," ujarnya.

Kesimpulan Ingo, leluhur orang Nias berasal dari kawasan Yunan di Cina bagian selatan. Mereka bermigrasi sekitar 3.500 tahun yang lalu ke pulau ini.  Jadi sah, nenek moyang orang Nias dari Yunan sana.

Tentang MPN mula-mula saya baca dari tulisan wartawan spesialis kuliner, Bondan Winarno (1950-2017). Waktu itu Bondan menulis dalam kapasitasnya sebagai Dewan Pimpinan BPPI (Badan Pelestarian Pusaka Indonesia).

Saya dan Pastor John janjian ketemu di MPN untuk ngobrol.  "Luasnya dua hektar lebih. Bukan hanya museum tetapi ada juga kantin, rumah-rumah adat, kebun binatang mini, tanaman langka dan ruang-ruang pertemuan yang bisa disewa," jelas Pastor John.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun