Mohon tunggu...
Alexie Herryandie
Alexie Herryandie Mohon Tunggu... Dosen - Staf Pengajar Jurusan Teknik Industri, Universitas Andalas

Bermanfaat, Bermartabat

Selanjutnya

Tutup

Money

Apakah Indonesia Negara Miskin?

1 Juli 2021   15:58 Diperbarui: 1 Juli 2021   18:10 235
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ekonomi. Sumber ilustrasi: PEXELS/Caruizp

Pemerintah berencana memberlakukan PPN untuk Sembako, pendidikan dan jasa kesehatan termasuk rumah bersalin (Tempo, 2021). Rencana ini menuai protes dari masyarakat dan Menteri Keuangan Sri Mulyani menyayangkan draft Undang-undang  ini bocor sebelum disahkan.  Yang menjadi pertanyaan adalah bagaimana bisa melahirkan, pendidikan dan kebutuhan pokok dimasukkan ke dalam obyek pajak oleh negara.  Apakah karena negara sudah sangat kekurangan uang sehingga harus "meminta-minta" kepada masyarakat?

Sebenarnya, jika negara memang benar-benar memerlukan dana yang mendesak, rakyat akan bersedia untuk membantu meringankan beban negara. Karena, sejarah telah menunjukkan bahwa rakyat kita rela berkorban apa saja untuk negara, baik pada masa penjajahan maupun setelah kita merdeka. Contohnya pada tahun 1948, setelah pidato Presiden Sukarno, rakyat Aceh bahu membahu mengumpulkan berbagai bentuk sumbangan baik berupa hasil pertanian, ternak, uang maupun perhiasan yang totalnya senilai SGD 120.000 dan 20 kg emas untuk digunakan pemerintah membeli dua pesawat Dakota yang diberi nama RI-001 dan RI-002.  Kemudian, pesawat “Seulawah” tersebut menjadi pesawat milik negara di masa perjuangan dan belakang hari menjadi cikal bakal maskapai penerbangan nasional kita Garuda Indonesia (www.voaindonesia.com).

Beberapa tahun kemudian, kejadian seperti diatas terulang kembali.  Pada tahun 1997-1998, ketika Indonesia mengalami krisis moneter yang berlanjut menjadi krisis ekonomi, melalui himbauan para guru dan penceramah di mesjid-mesjid, masyarakat rela mengeluarkan apa saja yang mereka bawa termasuk perhiasan emas yang dipakai ibu-ibu untuk membantu negara yang sedang krisis.  Sedemikian baik dan cintanya rakyat kepada negara ini sampai-sampai ada yang mengingatkan, “ Sudahlah, jangan lagi ada himbauan-himbauan untuk penggalangan dana, kasihan rakyat, karena banyak di antara mereka sebenarnya juga kesusahan”.

Pada lingkup yang lebih kecil, pada tahun 2000-an, ketika PT Semen Padang menjadi bagian dari Semen Gresik Group yang sejumlah besar sahamnya dikuasai Cemex (saat lebih dari 80% kepemilikan seluruh perusahaan semen nasional dikuasai asing), masyarakat Sumatera Barat khususnya bersedia menyumbangkan uang untuk membeli saham Cemex agar PT Semen Padang bisa melepaskan diri dari group (spin-off) yang dinilai sebagai langkah strategis untuk mengurangi penguasaan asing atas perusahaan semen di Indonesia.

Pertanyaannya sekarang, apakah negara memang benar-benar telah menjadi miskin sehingga harus ‘meminta-minta’ kepada masyarakat?

Jika kita amati negeri ini akan terlihat hamparan tanah yang hijau di mana-mana dan hanya sebagian kecil saja yang terbuka dan digantikan oleh bangunan, jalan serta berbagai sarana dan fasilitas. Banyak sungai yang berkelok-kelok dan bentangan laut lepas berwarna biru. Ketika itu, kita akan berpikir “Alangkah luas, subur dan indahnya tanah air kita”. Selanjutnya, akan terbersit dalam pikiran kita “Alangkah kayanya negara kita dan tidak sepantasnya ada rakyat yang hidup dalam kemiskinan”

Bagaimana tidak, berbagai macam tanaman dapat tumbuh baik di berbagai wilayah tanah air sepanjang tahun.  Kita pun tidak pernah mengalami kemarau panjang yang menyebabkan kita betul-betul tidak dapat menaman apa pun.  Andaipun suatu wilayah sedang mengalami musim kemarau panjang hingga terjadi kebakaran hutan, pada saat yang sama, di wilayah lain curah hujannya tinggi, bahkan ada yang mengalami banjir.

Itu baru dari segi ketersediaan dan kesuburan tanah dan lahan untuk pertanian dan perkebunan. Belum lagi berbagai aktivitas dalam bidang kehutanan maupun peternakan dan perikanan yang dapat dilakukan masyarakat.  Menjadi lebih tidak layak lagi ada rakyat yang hidup dalam kemiskinan karena seharusnya ia dapat melakukan berbagai macam usaha.  Jumlah penduduk kita yang besar membutuhkan pangan dalam jumlah besar.  Dengan berbagai profesi dan aktifitas harian, banyak orang tidak dapat menghasilkan sendiri bahan pangan yang dia butuhkan.  Kondisi ini melahirkan peluang usaha perniagaan serta pengolahan hasil pertanian menjadi berbagai macam produk pangan maupun non pangan yang didiukung dengan aktifitas distribusi dan transportasi.

Di sisi lain, keindahan alam yang luar biasa tersebut menarik wisatawan untuk berkunjung ke tanah air. Mereka tinggal dan berbelanja di wilayah-wilayah yang mereka kunjungi dan masayarakat mendapat limpahan rezki dari jasa transportasi, akomodasi, konsumsi dan aktivitas lainnya. Belum lagi berbagai cadangan barang tambang sangat besar.  Semua kekayaan tersebut sejatinya akan sangat mendukung pencapaian tujuan negara: melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial (Pembukaan UUD 1945).  Jelas tujuan yang hendak dicapai tersebut bukan mimpi yang tidak mungkin diraih.  Pendahulu kita juga telah mengajarkan kepada kita bahwa “Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat” (Pasal 33 ayat (1) UUD 1945). Alangkah mulianya orang-orang tua kita.

Lalu mengapa negara sampai mengalami kesulitan keuangan dan per Maret 2020 ada sebanyak 26.42 juta jiwa rakyat Indonesia berada di bawah garis kemiskinan (BPS, 2021). Pasti ada yang harus kita perbaiki.

Dalam sejarah manusia, beberapa ribu tahun yang lalu, ada suatu negeri yang mengalami kemarau panjang selama tujuh tahun dan tidak ada apa pun yang dapat ditanam.  Namun negeri tersebut mampu menyediakan bahan pangan bagi rakyatnya karena telah diproduksi dalam jumlah cukup dan disimpan sebagai cadangan untuk menghadapi masa paceklik selama tujuh tahun tersebut.  Padahal, saat itu, teknologi budidaya pertanian maupun teknologi paska panen belum sebaik saat ini.  Demikianlah hebatnya manajemen produksi dan logistik yang baik, kondisi yang mengagumkan tersebut terjadi pada masa Nabi Yusuf di Mesir.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun