Mohon tunggu...
Aldilla Evriyana
Aldilla Evriyana Mohon Tunggu... Lainnya - Social Media Specialist | Public Relations Enthusiast

Social Media Specialist | Public Relations Enthusiast

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Dhandangan dan Lika-likunya

8 November 2017   20:40 Diperbarui: 8 November 2017   22:21 866
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber Foto: pewartanusantara.com

Dhandangan tradisi tahunan Kota Kudus

Indonesia terkenal dengan keanekaragaman budayanya, salah satunya tradisi Dhandangan yang berasal dari Kudus, Jawa Tengah. Dhandangan merupakan tradisi tahunan warga Kudus untuk menyambut datangnya bulan suci Ramadhan yang sudah ada sejak 450 tahun lalu, atau eranya Sunan Kudus (Syeh Ja'far Shodiq). Menurut berbagai sumber, pada saat itu untuk mengumumkan hari pertama puasa Masjid Menara Kudus selalu memukul bedug, dan masyarakat berbondong-bondong datang ke Masjid Menara Kudus untuk mendengarkan dan menyaksikan  ditabuhnya bedug tersebut. Hal tersebut dimanfaatkan masyarakat Kudus dan sekitarnya  untuk berjualan.

Menurut berbagai sumber kata "Dhandangan" sendiri mungkin berasal dari kata "dandang" atau beduk yang ditabuh oleh Syeh Ja'far Shodiq. Namun, kata tersebut juga bisa diasumsikan berasal dari kata "ndang-ndang" (Bahasa Jawa) yang berarti "cepat-cepat". Kata cepat-cepat itu bisa dimaknai sebagai selekasnya menyiapkan makan sahur menjelang awal puasa esok hari.

Setiap menjelang hari puasa jalan dari Pasar Jember sampai Alun-Alun Simpang Tujuh sepanjang kurang lebih 1,7 kilometer dipadati oleh para pedagang yang datang dari berbagai daerah, bukan hanya masyarakat Kudus saja namun pedagang dari Demak, Jepara, Semarang, Kendal, Pati, Blora, bahkan ada dari Tuban Jawa Timur dan daerah lainnya pun ikut menjajakan dagangannya di Dhandangan tersebut. Biasanya Dhandangan dimulai dua minggu sebelum hari puasa dan berakhir dimalam menjelang puasa.

Dhandangan Membawa Berkah

Dhandangan sendiri menjadi wadah bagi para pedagang dari mulai pedagang pakaian, makanan, mainan anak-anak , peralatan dapur, peralatan rumah tangga, penjual tanaman hias sampai hewan peliharaan seperti kelinci dan hamster untuk meraih keuntungan. Bukan hanya pedagang saja, bagi warga Kudus yang tinggal disekitar area Dhandangan dan memiliki lahan memanfaatkan lahan tersebut untuk menjadi tempat parkir bagi para pengunjung. Berkah tradisi dhandangan sangat dirasakan oleh masyarakat sekitar, barang maupun jasa apapun yang dijajakan pasti menghasilkan keuntungan.

Apalagi bupati Kudus H. Mustofa selama pemerintahannya selalu mengadakan kirab budaya visualisasi tradisi dhandangan menyambut ramadhan yang melibatkan pelajar dari SD, SMP dan SMA sekabupaten Kudus. Tentunya event ini membawa banyak berkah bagi para jasa tata rias dan penyewaan kostum.

Dhandangan juga dapat dijadikan sebagai sarana untuk mengenalkan budaya-budaya khas Kudus agar dapat lebih dikenal seperti : Tari Kretek, Batik Kudus, Jenang dan lain sebagainya. Dalam pelaksanaan kirab budaya dhandangan, pemerintah melibatkan para pelajar supaya mereka lebih mengenal budaya khas Kudus yang wajib dilestarikan.

Sisi Lain Tradisi Dhandangan

Dari banyaknya animo masyarakat untuk berbelanja dalam event dhandangan ini juga dijadikan peluang bagi masyarakat lain dari luar Kudus untuk mencari keuntungan. Hal ini yang menjadikan nilai-nilai kereligiusan dalam tradisi penyambutan bulan suci tersebut digeser oleh kepentingan ekonomi dan bisnis. Dikutip dari isknews.com, Pemerintah Kabupaten (PemKab) selaku pengelola, cenderung hanya memikirkan keuntungan ekonomi saja. Esensi religius yang terkandung dalam tradisi dhandangan seolah terabaikan. 

Fenomena ini tampak pada aparat pemerintah yang hanya fokus pada penataan kapling-kapling stand untuk para pedagang. Pengajuan untuk menyewa kapling stand bagi para pedagang sudah diagendakan sebulan sebelumnya, bahkan mungkin sudah diberlakukan semacam member atau langganan tetap bagi sejumlah pedagang. Tidak aneh jika dijumpai banyaknya pedagang yang berasal dari luar daerah. Hal tersebut menyebabkan tujuan utama dari tradisi tersebut hilang.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun