Mohon tunggu...
Aldentua S Ringo
Aldentua S Ringo Mohon Tunggu... Pengacara - Pembelajar Kehidupan

Penggiat baca tulis dan sosial. Penulis buku Pencerahan Tanpa Kegerahan

Selanjutnya

Tutup

Politik

Air Susu Presiden Jokowi-SBY Dibalas Air Tuba Panglima Moeldoko-Gatot?

8 Maret 2021   05:00 Diperbarui: 8 Maret 2021   07:14 360
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Air Susu Presiden Jokowi-SBY  Dibalas Air Tuba Panglima Moeldoko-Gatot?

Air susu dan air tuba adalah dua air yang sangat bertentangan. Seharusnya dan sebaiknya air susu hendaklah dibalas dengan air susu, bukan air tuba. Perumpamaan tentang air susu dibalas dengan air tuba disematkan kepada orang yang menerima kebaikan, namun membalaskan ketidakbaikan.

Istilah ini sekarang ini seakan menyengat dan membahana lagi. Dialamatkan kepada Moeldoko mantan Panglima TNI yang diangkat ketika Presiden dijabat SBY. Juga hal ini dialamatkan kepada Gatot yang menjadi panglima TNI ketika Presiden dijabat Jokowi.

Jenderal (Purn) Moeldoko memang menjadi pusat sorotan sekarang. Kenekatannya untuk menembus tembok Partai Demokrat sampai KLB Sibolangit 2021 telah menjadi buah bibir dan topik politik terhangat. Isu kudeta berubah menjadi sebuah kerja nyata. Apakah dia terpengaruh gaya Jokowi yang harus kerja,kerja dan kerja, tak perduli apapun kata orang? Apakah ini mau mengulang sejarah perpolitikan dimana partai politik  harus dipimpin jenderal?

Apakah target Moeldoko untuk Partai Demokrat? Apakah dia benar mau maju sebagai Capres 2024 dan Partai Demokrat menjadi perahunya? Ataukah dia hanya mau menikam dan menusuk Partai Demokrat dari dalam agar tak berdaya pada tahun 2024? Apa untungnya kalau hanya sekedar menusuk dan menikam Partai Demokrat dari dalam? Apa sesungguhnya skenario dan tujuan pengambilalihan ini?

Tetapi sangat jelas, sikap dan perbuatan Moeldoko ini sangat mengejutkan dan mendukakan SBY sebagai mantan presiden dan pejabat yang mengangkat Moeldoko menjadi Panglima TNI. Moeldoko dianggap SBY sebagai orang yang pernah dipercayakan menjadi pejabat di era SBY sebagai anak durhaka. Air susu kok dibalas dengan air tuba?

SBY sampai minta ampun kepada Tuhan karena kesalahannya pernah mempercayakan dan mengangkat Moeldoko sebagai  Panglima TNI. Bisa dibayangkan kalau sampai SBY menyesal mengangkat Moeldoko sebagai Panglima TNI dan minta ampun kepada Tuhan? Walaupun penyesalan selalu datang terlambat, tindakan yang terlambat itupun dilakukan SBY. Menyesal.

Lain lagi cerita tentang Gatot dan Jokowi. Jenderal (Purn) Gatot diangkat menjadi Panglima TNI tatkala Presidennya adalah Jokowi. Ini adalah salah satu hak prerogatif presiden sebagai kepala negara. Gatot memang diberhentikan ketika dia masih jenderal aktif. Biasanya memang Panglima TNI dijabat jenderal sampai pensiun. Tetapi tidak ada aturan yang mengatakan bahwa panglima TNI harus dijabat jenderal sampai pensiun. Sekali lagi, itu adalah hak prerogatif Presiden sebagai Kepala Negara. Apakah masa jabatannya setahun atau dua tahun atau tiga tahun.

Kenapa pemberhentian sebelum pensiun menjadi persoalan? Inilah uniknya Indonesia itu. Hak prerogatif presiden, tetapi seakan harus sesuai dengan selera pejabat yang diangkat. Mana hak prerogatif lagi namanya itu? Sama halnya dengan mengangkat menteri sebagai pembantu presiden.  

Katanya hak prerogatif presiden. Tetapi banyak yang mencampuri, mempengaruhi bahkan memaksa presiden untuk memilih orang tertentu atau dari partai tertentu. Bahkan ada partai yang seakan mematok harus menjadi menteri di kementerian tertentu. Seakan kementerian itu sudah menjadi jatah tetap partai tersebut.

Suka tidak suka, hal itu menjadi sebuah realitas. Demikianlah Gatot mengembangkan playing victim. Dia seakan dizolimi presiden dengan memberhentikannya sebelum pensiun militer. Dan dia melakukan akrobat politik. Membentuk sebuah jaringan relawan  yang ada di seluruh nusantara. Berharap ada partai politik yang akan mengusungnya dalam Pilpres 2019. Namun segala akrobat dan upaya tersebut kandas, bagaikan kapal yang kandas di batu karang. Tak laku jualannya. Apa daya?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun