Mohon tunggu...
Aldentua S Ringo
Aldentua S Ringo Mohon Tunggu... Pengacara - Pembelajar Kehidupan

Penggiat baca tulis dan sosial. Penulis buku Pencerahan Tanpa Kegerahan

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Golkar DKI ke Anies: "Reklamasi Itu Omong Kosong," Ada Apa?

12 Juli 2020   18:23 Diperbarui: 12 Juli 2020   18:22 725
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pemerintahan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Golkar DKI ke Anies : "Reklamasi Itu Omong Kosong." Ada apa?

Ketua Fraksi Golkar DPRD DKI Jakarta mengkritik klaim Gubernur Anies Baswedan yang beralasan bahwa reklamasi Ancol  dilakukan untuk menyelamatkan warga Jakarta dari ancaman banjir. Golkar menilai alasan Anies tersebut omong kosong belaka. (detik.com, 12 Juli 2020)

Menurut Golkar DKI Jakarta, Anies tidak konsisten dengan janji-janji kampanyenya. Anies juga disebut memutuskan reklamasi itu secara sepihak tanpa melibatkan DPRD DKI Jakarta sebagai lembaga legislatif di Jakarta.

Reklamasi tidak ada korelasinya dengan ancaman banjir. Reklamasi untuk apa dan ngapain? Jelaskan dulu. Jangan-jangan cukong-cukong lagi yang punya proyek. Kalau pengerukan dan penimbunan lumpur dari tiga belas sungai itu sudah dilakukan sejak Foke ke Jokowi dan Ahok, demikian kritik dari Golkar DKI tersebut.

Apa yang bisa kita tangkap dari kritik Golkar DKI tersebut ke Anies? Ada beberapa catatan dan pertanyaan yang bisa kita buat tentang reklamasi Ancol seluas 155 ha tersebut.

Pertama, rencana reklamasi Ancol tersebut belum jelas rencana dan mau bagaimana sebenarnya. Gambar dan denahnya seperti apa, detail rencananya seperti apa. Masih gelap.

Kedua, rencana tersebut tidak melibatkan DPRD DKI Jakarta sebagai lembaga legislatif di DKI Jakarta. Dalam konsep pemerintahan daerah, pemerintah daerah adalah kepala daerah dan DPRD. Tuntutan DPRD DKI Jakarta untuk ikut dilibatkan dalam penetapan Reklamasi Ancol tersebut sangat wajar. Bahkan kalau hal tersebut ingin mempunyai kekuatan hukum yang lebih baik, maka rencana Reklamasi Ancol tersebut sebaiknya  diputuskan dalam bentuk Perda atau Peraturan Daerah.

Ketiga, reklamasi tersebut mendapat perlawanan dari nelayan yang selama ini berada di Teluk Jakarta dan yang dijanjikan Anies dalam kampanyenya akan melindungi para nelayan.

Keempat rencana reklamasi tersebut juga mendapat perlawanan dari para Jawara Jakarta yang ikut mendukung dan memenangkan Anies menjadi Gubernur.

Kelima, Wahana Lingkungan Hidup (WALHI) menentang reklamasi tersebut. Tidak ada reklamasi yang berwawasan lingkungan. Reklamasi selalu bertentangan dengan masalah lingkungan hidup.

Keenam, reklamasi belum memiliki Analisa Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL), yang jika kita hubungkan dengan penentangan dari WALHI, maka patut diduga bahwa reklamasi Ancol Jakarta tidak akan mendapatkan AMDAL.

Apakah Anies akan mendengarkan kritik, perlawanan dan para penentang rencana Reklamasi Ancol tersebut? Dalih bahwa tidak ada reklamasi, yang ada adalah penimbunan laut dari lumpur hasil pengerukan tiga belas sungai di Jakarta. Walau sudah dibantah Golkar DKI Jakarta, alasan itu tetap dikemukakan Anies.

Apakah perlawanan dari nelayan dan para Jawara pendukung Anies dalam Pilgub DKI Jakarta akan didengar Anies? Belum tentu. Mungkin dalam pikiran Anies, pemilih perlu hanya waktu Pilgub. Setelah berkuasa, dia sendiri yang akan menentukan kebijakannya, tidak ada hak pendukung untuk mencampuri. Jadi para nelayan dan para jawara boleh kecewa, boleh gigit jari, siapa suruh mendukung?

Apakah perlawanan WALHI akan didengar Anies? Jangankan WALHI, Presiden dan pemerintah pusat yang atasannya juga bisa dikesampingkan kebijakannya seperti penanganan Pandemi Covid-19, apalagi hanya WALHI. Jadi WALHI juga bisa kecewa dan gigit jari juga.

Jadi bagi para pengkritik, pelawan dan penentang Reklamasi Ancol Jakarta seluas 155 ha, 35 ha untuk perluasan Dufan dan 120 ha untuk Taman Ancol harus banyak bersabar dan mengelus dada. Apapun anda sebutkan, bisa dibalas dan dijawab dengan kata-kata. Dan anda pasti kalah dalam debat dan olah kata dengan Anies.

Ketua Fraksi Golkar DPRD DKI Jakarta juga harus panjang sabar. Tidak dilibatkan, diabaikan, padahal legislatif dan eksekutif adalah pemerintah daerah yang menyelenggarakan pemerintah, yah apa boleh buatlah. Konsolidasi yang baiklah para anggota DPRD antar fraksi bersatu agar bisa lebih kuat posisi tawar ke gubernur.

Bersatupun semua anggota dan fraksi yang ada di DPRD DKI, belum tentu didengar, apalagi kalau hanya sendiri-sendiri. Seharusnya anggota DPRD DKI sebagai parlemen daerah yang harus pintar bicara, sebab tugasnya adalah parle atau bicara. Di DKI Jakarta, terbalik, gubernurnya yang pandai bicara dan menggunakan kata-kata. Jadi bersabarlah.

Jadi Golkar DKI boleh mengkritik Anies dan klaim reklamasi Ancol sebagai omong kosong belaka. Namun juga bisa jadi Anies akan membuktikan dengan tetap melakukan reklamasi Ancol, sehingga Golkar DKI Jakartalah yang hanya mengkritik dan omong kosong belaka.

Kita akan lihat dan tunggu, siapa yang omong kosong, siapa nanti yang akan benar bisa membuktikan kata-katanya. Kalau reklamasi tetap jalan, berarti DPRD yang omong kosong. Namun kalau DPRD bisa menghentikan reklamasi Ancol, Anies yang omong kosong. Kita lihat dan tunggulah bagaimana ujung dari reklamasi Ancol ini. Selamat menunggu.

Terima kasih dan salam.

Aldentua Siringoringo.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun