Mohon tunggu...
Aldentua S Ringo
Aldentua S Ringo Mohon Tunggu... Pengacara - Pembelajar Kehidupan

Penggiat baca tulis dan sosial. Penulis buku Pencerahan Tanpa Kegerahan

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Presiden Jengkel terhadap Menteri, Kenapa dan Apa Dasarnya?

30 Juni 2020   09:51 Diperbarui: 30 Juni 2020   10:00 110
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pemerintahan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Penjelasan tentang posisi dan jabatan menteri yang disebutkan dalam Penjelasan UUD 1945 tersebut cukup menggambarkan bagi kita, bahwa menteri adalah pelaksana kekuasaan pemerintah (pouvoir executief). Sebagai pelaksana kekuasaan pemerintah, maka dia harus berada di garis terdepan untuk mengeksekusi segala keputusan pemerintah. Bukan menunggu perintah dari presiden.

Presiden sudah mengeluarkan PERPPU tentang sistim keuangan untuk menghadapi virus corona, tinggal dilaksanakan saja. Ucapan presiden yang mengatakan kalau masih diperlukan PERPPU, Perpres atau apapun, dia siap mengeluarkannya. Tapi kalau peraturan menteri yang dibutuhkan, ya menteri harus mengeluarkan peraturan menterinya.

Menterilah pelaksana kekuasaan pemerintahan sebagai pembantu presiden. Apakah presiden harus turun tangan langsung seperti pendapat beberapa politisi? Tentu saja tidak. Menterilah yang harus melaksanakan dibawah kepemimpinan presiden.

Dalam penjelasan tersebut dijelaskan bahwa seharusnya menteri yang memimpin departemen atau kementeriannya memberi pengaruh besar kepada presiden untuk politik negara yang  mengenai departemen atau kementeriannya. Menteri adalah pemimpin negara, bukan hanya pemimpin pemerintahan di departemen atau kementeriannya.

Dalam pengarahannya, presiden mengatakan, apapun akan dilakukannya untuk 267 juta rakyat dan untuk negara dengan mempertaruhkan reputasi politiknya. Presiden  sebagai kepala negara dia mau melakukan untuk 267 juta rakyat dan negaranya. Menteri sebagai pemimpin negara harus juga melakukannya. Disini berperan sebagai pembantu kepala negara.

Dengan posisi sebagai pemimpin kementerian yang merupakan pelaksana kekuasaan pemerintah, layaklah para menteri ini harus berbuat segala upaya keras dan cerdas untuk bisa menghadapi pandemi Covid-19 ini. Karena ini adalah krisis dunia, bukan hanya di Indonesia, tentu penanganan krisis ini hanya bisa berhasil jika para pemimpin negara menanganinya dengan sense of crisis.

Menurut presiden sense of crisis ini yang belum dimiliki para menteri. Masih ada yang menganggap biasa-biasa saja. Masih ada yang cuma lumayan, belum seratus persen. Perlu kerja extra ordinary.  Kejengkelan dan kemarahan presiden semakin kita mengerti dengan memahami jabatan, posisi dan tanggung jawab menteri diatas.

Alasan dan dasar presiden menuntut para menteri untuk bekerja dan bisa menjalankan tugasnya sebagai pelaksana kekuasaan pemerintah (pouvoir executief) sangatlah kuat.

Posisi menteri sebagai pemimpin negara juga harus bisa menunjukkan bahwa mereka seharusnya menjadi negarawan yang bertanggung jawab terhadap 267 juta rakyat dan untuk negara Indonesia. Jangan tenggelam dulu negara ini, baru para menteri sebagai pemimpin negara bertindak.

Harapan kita, kejengkelan dan kemarahan presiden sebagai kepala negara dan kepala pemerintahan kepada menteri sebagai pelaksana kekuasaan pemerintah dan sebagai pemimpin negara hendaklah dimaknai sebagai peringatan untuk bisa sadar, memiliki sense of crisis dan bertindak extra ordinary untuk mengatasi masalah dampak pandemi Covid-19 dan bisa mencegah keterpurukan bangsa ini lebih dalam lagi.

Masih perlu PERPPU, Perpres, menteri bisa meminta ke presiden. Perlu peraturan menteri, keluarkan sendiri saja, perlu terobosan extra ordinary, sikat saja. Sudah didukung pemimpinya sendiri, ya jangan ragu. Hambatan aturan dan birokrasi, tembus dan terobos saja. Takut resiko, jangan menjadi pemimpin. Menteri itu pemimpin negara, bukan pegawai tinggi biasa. Karena bukan pegawai tinggi biasa, maka kinerjanya harus luar biasa, extra ordinary, tidak boleh biasa-biasa. Cukup rakyatnya yang biasa-biasa saja. Semoga.

Terima kasih dan salam.

Aldentua Siringoringo.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun