Mohon tunggu...
Aldentua S Ringo
Aldentua S Ringo Mohon Tunggu... Pengacara - Pembelajar Kehidupan

Penggiat baca tulis dan sosial. Penulis buku Pencerahan Tanpa Kegerahan

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Refleksi Konflik PAN-Sengkuni, Rekonsiliasi atau Isolasi?

16 Mei 2020   22:40 Diperbarui: 16 Mei 2020   23:07 245
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Sebelum melangkah menuju rekonsiliasi atau isolasi, ada baiknya PAN belajar dari pengalaman partai lain yang mengalami konflik dan menimbulkan perpecahan dan ada yang bisa mencegah perpecahan. Partai Golkar pasca pilpres 2014 mengalami perpecahan dan konflik antar faksi. Bagaimana Aburizal Bakrie sebagai Ketua Umum dihantam dan diserang terus dan dipaksa untuk turun dan mundur. Ada pertemuan Ancol dan Surabaya, ada pertemuan lain yang terus dinamis.

Aburizal Bakrie menyadari bahwa keberadaannya di jabatan Ketum DPP Golkar akan terus digoyang dan perpecahan partai sulit dihindari. Dia rela turun dan dia digantikan. Kepentingan pribadinya dikorbankan demi kepentingan partai.

Aburizal Bakrie diangkat menjadi Ketua Dewan Pembina Partai Golkar. Begitu berganti ke Airlangga Hartarto, persoalan baru muncul dengan Bambang Soesatyo menjelang Munas Golkar Desember 2019. Konflik berkepanjangan dan hampir pecah, dimana Bambang dkk ingin mendirikan partai baru. Para senior partai turun tangan. Luhut Panjaitan, Aburizal Bakrie dan beberapa sesepuh dan senior Golkar turun mendamaikan Airlangga Hartarto dengan Bambang Soesatyo. Berdamai.

Bambang dkk tidak jadi membuat partai baru. Bambang tetap ketua MPR dan Airlangga Hartarto menjadi Ketua umum DPP Golkar. Bambang terpilih menjadi wakil ketua umum. Selamatlah partai dari perpecahan, karena kedua faksi mau berdamai dan mendengar apa kata sesepuh dan senior mereka di Partai.

Pengalaman kedua dari partai Hanura. Bagaimana OSO menguasai Partai Hanura dan membawa pasukan dan teman-temannya dari DPD menjadi pengurus Partai Hanura. Wiranto sebagai pendiri partai dan Ketua Dewan Pembina digusur dan seakan tak dianggap lagi. Sulit mendamaikannya, karena Wiranto sebagai pendiri partai dan Ketua Dewan Pembina dihapus namanya dan menjadi bagian dari konflik. Tak ada lagi sesepuh partai yang bisa mendamaikan. OSO menguasai partai dan Wiranto keluar dari partai.

Tidak membuat partai baru. Namun akibat dari konflik internal telah menghilangkan kepercayaan konstituen pendukung Hanura. Hasil Pemilu 2019, konstituen menghukum Partai Hanura. Keluar dari Senayan. Kalau pada 2014 hasil yang diperoleh Partai Hanura 6.579.488 suara atau 5,26 %. Pada tahun 2019 diperoleh 2.161.507 suara atau 1,54 %. Turun 4.417.991 suara atau 3,74 %. Nasdem naik tajam, Hanura terjun bebas, demikian berita Kompas (Kompas.com 21/05/2019). Tak ada tempat di DPR. Tragis. Apalah artinya partai politik tidak mempunyai perwakilan di DPR. Mungkin ada di DPRD provinsi dan di kabupaten/kota, namun tingkat nasional tidak ada lagi.

Rekonsiliasi versi Golkar membuat partai Golkar selamat dalam Pemilu 2019. Isolasi versi Partai Hanura menamatkan riwayat dari DPR Senayan. Kalau pengalaman dua partai ini sebagai bahan refleksi bagi Konflik Sengkuni PAN, manakah yang akan dipilih kedua faksi yang sedang berkonflik ini? Ini mungkin dua pilihan yang ekstrim.

Rekonsiliasi atau isolasi akan membawa dampak yang jauh berbeda. Partai Hanura  hasil Pemilu 2014 mengalami konflik dan isolasi, pada Pemilu 2019 tamat riwayatnya dari DPR. PAN yang pada pemilu 2014 mendapatkan suara 9.461.921 suara atau 7,59 %. Pada tahun 2019 memperoleh  9.572.623 suara atau 6,84 %. Suara meningkat 91.002 suara namun prosentase turun 0,75 %. Akankah PAN yang merupakan urutan ke delapan 2019 yang mempunyai fraksi di DPR hasil Pemilu 2019 akan mengalami seperti Partai Hanura di tahun 2024? Wallahualam.

Namun sekali lagi, belajar dari pengalaman Partai Hanura, konflik Sengkuni harus berani melakukan refleksi. Bukan untuk kepentingan orang lain atau partai lain, namun untuk kepentingan partai PAN sendiri.  Konflik internal partai sangat memuakkan bagi konstituen dan hukuman dari konstituen sangat kejam seperti yang dialami Partai Hanura terjun bebas dari 5,26 % pada Pemilu 2014 menjadi 1,54 % pada Pemilu 2019.

Apakah Zulhas, Soetrisno Bachir dan Hatta Rajasa bisa memprediksi bahwa walaupun isolasi terjadi, mereka masih bisa mendapatkan tempat di DPR pada tahun 2024? Tentu kalkulasi harus cermat, akurat  dan tepat. Jika salah kalkulasi, akan mengakibatkan nasibnya seperti Partai Hanura. Pikir dahulu pendapatan, sesal kemudian tak berguna.

Rekonsiliasi atau isolasi bukan hanya sekedar pilihan.  Pilihan yang mengandung resiko yang bisa melambungkan partai atau akan menenggelamkan partai. Sekali partai tenggelam, akan sulit untuk bangkit dan naik kembali. Maka sebelum terjadi semua itu, baiklah dilakukan refleksi, instropeksi diri, kalkulasi politik  dan menyusun rencana strategis ke depan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun