Mohon tunggu...
Aldentua S Ringo
Aldentua S Ringo Mohon Tunggu... Pengacara - Pembelajar Kehidupan

Penggiat baca tulis dan sosial. Penulis buku Pencerahan Tanpa Kegerahan

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Hati-hati, Adakah Covid-19 di sekitar anda?

3 Mei 2020   14:55 Diperbarui: 3 Mei 2020   17:01 57
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Seorang sahabat FB sastrawan terkenal membuat statusnya tentang Pandemi. Beliau menyebutkan Pandemo, Pande Besi, Pande Bedil, Pande Keris, Pande Sastra, Pande Dorpi, Pande Jagal, Pande Gondang, Pande Gurit, sampai pendeta takut Pandemi. Pande-mi? Wah.

Demikian statusnya. Arti kata Pande-mi adalah Pintar mu, keahlianmu  atau Pandai mu. Dalam bahasa Batak pande itu pintar atau ahli. Mi adalah mu. Jadi kalau dipisah Pande mi menjadi keahlianmu atau kepintaranmu. Lama kurenungkan, iya juga ya. Ini Covid-19 ini ahli dan pintar benar. Apa kira-kira kepintaran dan keahlian Pande-mi Covid-19, sehingga semua ahli takut kepadanya? Ini hanyalah pandangan penulis saja.

Pertama,  ahli dalam penyusupan. Dia bisa menyusup ke manapun tanpa diketahui oleh orang bahwa virus ini sudah menyusup. Kalau masih dalam tenggorokan, masih bisa diatasi. Masuk ke paru-paru kalau cepat diatasi masih bisa, namun kalau paru-paru sudah menghitam, maka tamatlah riwayat yang disusupinya. Keahlian penyusupan virus ini melebihi kemampuan agen professional dari CIA, KGB bahkan MOSSAD sekalipun.

Kedua, ahli dalam melakukan Pembunuhan Berantai dan berdarah dingin yang tidak tertangkap dan tidak bisa dituntut di depan pengadilan. Virus ini telah membunuh massal orang secara berantai dan sambung menyambung dari satu negara ke negara lain, satu benua ke benua lain. Tak ada yang bisa menangkap dan mengadilinya.  Dimanapun di bumi ini, sepintar-pintarnya pembunuh berantai, ada waktunya juga tertangkap. Sepandai-pandai tupai melompat, sekali akan jatuh juga. Dan pembunuh berantai biasanya dihukum mati atau seumur hidup. Namun siapa yang bisa menuntut Covid-19? Tak ada Jaksa atau Polisi yang bisa menangkapnya.

Ketiga, dia ahli penyetopan penggunaan rumah ibadah menjadi tempat ibadah. Coba bayangkan kalau ada yang melarang orang beribadah di rumah ibadah. Pasti heboh sedunia dan beredar videonya di media sosial. Melanggar HAM. Dan ini masalah  Suku, Agama, Ras dan Antar golongan (SARA).  Siapa yang menuntut Covid-19 penyebab terpasungnya hak menjalankan ibadah sesuai dengan agama dan keyakinannya berdasarkan  pasal 29 UUD 1945? Dan juga masalah sensitif soal SARA? Tak ada kedengaran ya. Menteri Agama pun tidak komen. Pejuang HAM bungkam.

Keempat, dia penyetop kegiatan sekolah dan kuliah. Belajar dari rumah. Guru dan dosen disuruh mengajar online. Suka tidak suka, siap tidak siap, harus. Orang tua harus lebih pintar dari mbah google menghadapi anaknya yang cepat bosan di rumah. Coba bayangkan kalau Mendikbud atau Presiden yang menyuruh libur, pasti dituduh pembodohan dan bertentangan dengan amanat UUD 1945 yaitu mencerdaskan kehidupan bangsa. Ini tak ada yang berani menuduh Covid-19 melakukan pembodohan melawan Konstitusi.

Kelima, Penyuruh Kerja #dirumahaja. Siapa yang mampu menyuruh dan memerintahkan semua pekerja, tidak perduli professional atau amatir, ahli utama atau bukan ahli harus berada dan bekerja #dirumahaja? Para professional dan maniak kerja yang biasanya di rumah hanya singgah untuk tidur berapa jam, kini harus #dirumahaja. Ada dulu yang  Pergi Pagi Pulang Petang (P4), ada yang Pergi Pagi Pulang Malam (P3M), ada yang Pergi Pagi Pulang Subuh (P3S), ada yang Pulang Sekali Dua Minggu(PSDM) dan ada yang Pulang Sekali Enam Bulan (PSEB), dan ada yang tidak pulang-pulang sampai tiga kali lebaran seperti bang Toyib. Kini, sebagian besar diperintahkan Covid-19, #dirumahaja. Tiarap.

Keenam, Pemberdayaan maksimal fungsi rumah. Para pemimpin umat menyuruh kita supaya beribadah dan berdoa di rumah, siapa yang patuh. Tapi dengan tidak bisa beribadah di rumah ibadah, rumah menjadi tempat ibadah. Dengan liburnya sekolah, rumah menjadi sekolah. Ayah dan ibu kembali menjadi guru bagi anak-anaknya. Karena arena bermain masih tutup, maka rumah menjadi tempat bermain. Karena bioskop masih tutup, maka rumah menjadi Home Theatre. Rumah tiba-tiba menjadi pusat kegiatan dan pusat perhatian. Siapa yang bisa membuat seperti itu? Ya. Covid-19.

Mungkin masih banyak lagi keahlian dan kekuasaan Covid-19 yang lain menunjukkan keperkasaannya  yang bisa kita beberkan dan lanjutkan. Namun ini membangun kesadaran kita bersama. Karena kita tidak bisa membunuhnya dan kita tidak tahu virusnya ada dimana, kecuali kita mau menjadi relawan teleskop membawanya kemana-mana untuk melihat ada virus atau tidak. Namun itu percuma saja.

Maka, bijaknya adalah, marilah kita akui kelebihan dan keperkasaan Covid-19 ini. Dan cara terbaik adalah tinggal #dirumahaja dan kita patuhi aturan pemerintah dengan PSBB. Tidak mudik tahun ini, tidak keluar rumah jika tidak perlu, jaga kebersihan, cuci tangan dan hiduplah sehat dan berolah raga. Hanya itulah cara kita mengusir Covid-19 yang sangat perkasa sekaligus kurang ajar ini dan membebaskan kita dari penyiksaan dan kekurangajarannya Covid-19 ini. Semoga.

Salam.

Aldentua Siringoringo

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun