Mohon tunggu...
Mustafa Kamal
Mustafa Kamal Mohon Tunggu... Guru - Seorang akademisi di bidang kimia dan pertanian, penyuka dunia sastra dan seni serta pemerhati masalah sosial

Abdinegara/Apa adanya

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Daring Tidak Efektif, Sekolah Kembali Buka, Tepatkah ?

4 Desember 2020   09:19 Diperbarui: 4 Desember 2020   09:39 125
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gambar. Peserta didik SMKN 1 Gunung Kijang bersiap melaksanakan Ujian Semester secara Daring dirumah masing-masing

Pandemi Covid 19 sudah berlangsung hampir satu tahun. Selama itu pula proses belajar mengajar di sekolah dialihkan ke dunia digital. Dengan memanfaatkan akses internet, aplikasi digital seperti google classroom, Whatsapp Grup, youtube dan lain-lain guru dan siswa berjibaku mencapai target pembelajaran. Namun apakah semua guru dan siswa langsung bisa?

Tentu jawabannya kita tahu semua. Perubahan yang begitu cepat tersebut tentu membuat gagap dan melahirkan kebingungan.  Mulai dari siswa kalangan bawah dan tinggal di daerah terpencil yang tidak punya android dan tidak ada akses internet, guru-guru berumur yang tidak terbiasa dengan android karena biasanya hanya berkomunikasi dengan "HP senter", kemampuan guru dalam memanfaatkan aplikasi digital yang kurang dan lain sebagainya. 

Namun dalam keadaan demikian, pembelajaran musti tetap dilanjutkan semampunya. Guru mulai meraba-raba, umumnya aplikasi yang paling  mudah dimanfatkan adalah WA grup. Beruntung sekali aplikasi ini hadir sebelum pandemi dan sudah terbiasa dipergunakan oleh banyak orang. Guru mengirim materi pembelajaran berupa foto, powerpoint, video, dan lain sebagainya di grup WA bersama siswanya. Satu orang guru memiliki grup WA setiap kelas yang dibimbingnya, begitu juga siswa juga punya banyak grup WA setiap mata pelajaran. Setiap hari guru-guru memberikan materi dan disusul dengan tugas-tugas seperti menjawab soal-soal, membuat resume, membuat video dan lain-lain. Bayangkan jika satu hari ada tiga atau empat mapel dan semua guru nya memberikan tugas dan harus dikumpul hari itu juga, maka siswa bisa kena wasir karena harus duduk mengerjakan tugas berlama-lama hingga sore bahkan malam hari. 

Guru pun ketika menerima kiriman tugas siswa pun dibikin teler karena harus memeriksa begitu banyak tugas dari siswanya, apalagi kalo mata sudah tidak begitu sehat, melihat android atau laptop/PC lama-lama bikin pusing kepala. Guru dan siswa pelan namun pasti makin stress.  Stress guru makin bertambah dengan banyaknya siswa yang tidak ikut belajar daring, tidak mengumpulkan tugas, bagaimana memberi nilai? Siswa juga stress ditagih terus sama walikelas yang mendapat laporan dari masing-masing guru mata pelajaran, orangtua pun stress mulai dari anak nya yang merengek minta HP, minta uang untuk beli kouta, datang pula panggilan dari sekolah karena anaknya sering tidak daring dan tidak mengumpulkan tugas-tugas. 

Pemerintah pun panik, karena keluhan kouta internet yang tak terbeli oleh masyarakat makin viral dijagad maya, akhirnya anggaran kouta pun diketok, setiap siswa dan guru seluruh indonesia dapat bantuan kouta, anggarannya trilyunan rupiah. Rupanya bantuan kouta tersebut tidak signifikan bisa mengatasi persoalan. Ada siswa yang mengeluh tidak dapat, atau kouta yang didapat tidak cukup. Aplikasi yang digratiskan tidak sepenuhnya bisa dimanfaatkan karena siswa tidak paham mengaksesnya dan memanfaatkannya, tidak ada intruksi dari guru, terutama di daerah luar perkotaan dan daerah terpencil. 

Belum lagi prilaku siswa yang tidak bisa dikontrol sepenuhnya oleh orangtua dan guru, seperti contoh ada orangtua yang mengeluh sudah memenuhi permintaan kouta anaknya, juga melihat anaknya pegang Hp belajar di kamarnya, namun ternyata anaknya tidak pernah mengikuti pembelajaran. Akhirnya ketahuan anaknya ternyata asyik main games dan pura-pura belajar.  Orangtua mengaku tidak bisa mendampingi anaknya belajar dari pagi hingga sore karena harus mencari nafkah, mengerjakan pekerjaan rumah tangga dan lain-lain. 

Permasalahan lebih berat tentu di tingkat sekolah dasar, orangtua beralih fungsi menjadi guru bagi anaknya dirumah. Karena anak tingkat sekolah dasar perlu bimbingan dalam belajar, belum bisa belajar mandiri. Kemampuan setiap orangtua berbeda-beda.  Yang tersiksa tentu orangtua yang berpendidikan rendah, tidak tahu apa yang harus dilakukan, ada anaknya yang disuruh belajar ke tetangga bersama temannya, bahkan ada yang membiarkan saja. 

Akhirnya, setelah hampir satu tahun pembelajaran daring dan mendengar masukan dari para guru, pakar pendidikan, pengamat, evaluasi sekolah, dan masyarakat pembelajaran tatap muka mau tidak mau harus dilaksanakan untuk meningkatan efektifitas pembelajaran. Maka pemerintah memutuskan pada Tahun Pelajaran 2020/2021 semester genap nanti di awal januari 2021 dimulai persiapan pembelajaran tatap muka new normal di sekolah. Disemua zona, baik merah, kuning atau hijau diperbolehkan sekolah menyelenggarakan pembelajaran tatap muka tapi tetap dengan protokol pencegahan covid 19. Dan bagi sekolah yang tetap daring pun tidak akan dipersoalkan jika khawatir dapat memperluas penularan covid 19 yang kian hari kian tak terkontrol ini. 

Penulis yakin semua sekolah pasti akan kembali buka setelah mendapatkan lampu hijau ini karena sudah jenuh dengan persoalan daring yang kian kompleks dan hasil belajar siswa yang sangat rendah. Pertanyaannya apakah jumlah kasus covid 19 pasca buka sekolah akan meningkat? Kekhawatirkan ini pasti ada pada setiap orangtua dan guru. Selama protokol pencegahan covid 19 benar-benar dilakukan dan diterapkan penulis yakin persoalan penularan covid 19 bisa diatasi selama berada di sekolah. Hanya saja yang menjadi persoalan siapa yang bisa mengawasi peserta didik diperjalanan ketika pergi dan pulang dari sekolah. Mereka akan berinteraksi dengan banyak orang, di halte, di kendaraan umum, berkumpul-kumpul sesama mereka dan sebagainya. 

Sekarang saja diluaran kita sering liat banyak remaja dan masyarakat yang tidak menggunakan masker ketika berkumpul ,sepertinya masyarakat sudah tidak peduli lagi dengan covid 19 walau berita pasien covid 19 yang meninggal selalu ada. Ditambah kontrol pemerintah terhadap perlanggar protokol pencegahan covid kian melemah. 

Melihat situasi ini, sepertinya kembali kepada diri kita masing-masing, ingin anak kita aman dari covid 19 setelah sekolah nanti orangtua musti  bisa membagi waktu untuk  antar jemput anaknya ke sekolah, Pemerintah jika ingin daerahnya kian turun grafik penularan covid 19  aparatperlu disiagakan di setiap titik kumpul, kendaraan umum diawasi agar tidak membawa banyak penumpang, dan banyak lagi yang harus dilakukan. Sekolah-sekolah harus ketat menerapkan protokol kesehatan di sekolah sambil memeri edukasi kepada siswanya tentang bahaya covid 19 dan pencegahannya. 

Sayangnya budaya disiplin bukan budaya kita.  Hanya doa yang bisa kita pintakan kepada Allah SWT, Tuhan Yang Maha kuasa, agar virus covid 19 ini segera punah dari muka bumi termasuk mereka yang bermain dengan menggeruk keuntungan dari covid 19 ini. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun