Mohon tunggu...
Mustafa Kamal
Mustafa Kamal Mohon Tunggu... Guru - Seorang akademisi di bidang kimia dan pertanian, penyuka dunia sastra dan seni serta pemerhati masalah sosial

Abdinegara/Apa adanya

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Mak Konde dari Kampung Singaraja

6 April 2018   23:17 Diperbarui: 7 April 2018   00:01 585
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Mak Konde begitu kami memanggilnya. Nenek tua yang tinggal di rumah besar tua di bukit Singaraja itu akhir-akhir ini jadi viral dikampung kami. Mak Konde yang sudah renta itu beberapa hari yang lalu mengundang beberapa warga ke rumahnya dan mengabarkan bahwa kampung kami ini akan mendapat bencana. Untuk menolak bencana tersebut orag kampung harus membuat acara prosesi adat kuno seperti sesajian, tarian, kidung, kenduri dan sebagainya selama tujuh hari tujuh malam. Selama tujuh hari itu kumandang azan di Mushalla kampung harus dihentikan, sholat berjamaah dihentikan, warga yang berkerudung harus membuka kerudungnya dan diganti dengan konde, setiap rumah wajib mematikan listrik dan mengganti dengan lampu teplok selama tujuh hari tujuh malam itu.

Tentu saja apa yang dikatakan Mak Konde ini tidak diacuhkan oleh warga karena dianggap nyeleneh. Ngomongnya suka ngelantur, tidak masuk akal. Untunglah warga paham dan tidak emosi dengan perkataan Mak Konde tersebut. Apalagi anaknya sudah minta maaf ke kepala desa atas perkataan orangtuanya. Hanya saja ada juga sebagian warga yang tidak suka dan mendesak kepala desa untuk mengusir Mak Konde beserta keluarganya dari kampung karena dianggap sesat. Kepala Desa menolak.

Penolakan kepala desa karena Mak Konde dan keluarganya konon adalah keturunan langsung dari pendiri kampung kami. Alkisah menurut cerita yang turun temurun di ceritakan, kampung kami ini dahulunya adalah sebuah hutan belantara di kaki Gunung Singaraja. Ketika terjadi pemberontakan terhadap VOC pasukan pemberontak kalah, para pasukannya melarikan diri dari kejaran pasukan kompeni, salah satunya adalah Kakek buyut dari Mak Konde itu. Kakek buyut Mak Konde membuka daerah hutan ini dan mendirikan rumah bersama pengikutnya yang terdiri dari dua orang perempuan dan tujuh laki-laki. Kakek buyut Mak Konde menikahi kedua perempuan tersebut yang ternyata hanya satu yang bisa melahirkan keturunan.

Waktu silih berganti daerah yang dibuka kakek buyut Mak Konde semakin ramai dengan banyaknya pendatang dan terjadinya perkawinan silang dengan keluarga mak konde dan pengikutnya. Kakek Buyut Mak Konde sangat dihormati, bahkan jabatan kepala desa dulunya turun temurun dipegang keturunan kakek buyut Mak Konde, hanya saja dua kepala desa terakhir yang tidak lagi dari keluarga Mak Konde karena selalu kalah dalam setiap pemilihan kepala desa.

Mak Konde dulunya juga dikenal sebagai dukun beranak dan banyak kesaktian. Mak konde juga tidak jelas agamanya karena tidak pernah terlihat sholat. Anak-anaknya pun begitu. Hampir semuanya mengikut mak konde. Mereka hidup terasing di rumah besar di kaki bukit tersebut. Hanya anak tertuanya yang sering bersilaturrahmi dengan warga. Sering datang jika ada rapat dan acara kampung. Namun  diacara keagamaan tidak pernah nongol.

Kembali ke desakan sebagian warga agar Mak Konde  dan keluarganya diusir saja. Malam  ini sangat mencekam. Karena kabarnya warga tanpa seizin kepala desa akan  menyerang rumah Mak Konde. Kepala desa yang mendapat info tersebut meminta warga yang tidak menginginkan pengusiran untuk berjaga-jaga di rumah Mak Konde. Termasuk saya, hanya saja saya kebagian ikut pak kades untuk menjumpai Mak Konde dan keluarganya.

Hati saya agak sedikit cemas mengikuti kaki Pak Kades yang berjalan cepat menuju rumah di atas buki tersebut. Saya dan teman saya Ujang memang tidak pernah sekalipun masuk rumah besar tua dan terkesan angker tersebut. Ketika sampai dirumah  itu kami disambut oleh anak tertua Mak Konde yang kami hapal wajahnya. Kami dipersilahkan masuk.

Dalam rumah  itu bau kemenyan sangat menyiksa telinga. Di dalam rumah itu tinggal tiga orang perempuan yang sudah tua yang  sepertinya adalah anak-anak Mak konde, lalu ada dua bocah laki-laki dan tiga bocah perempuan yang masih kecil. Bocah-bocah ini saya masih sering liat ketika mereka pergi atau pulang sekolah. Wajah-wajah mereka sangat misterius tanpa senyum.  Karena keluarga tersebut memang begitu kami acuhkan saja.

Pak Kades dengan pelan menyampaikan maksud kedatangannya bahwa ada sebagian warga yang tidak suka dengan himbauan dari Mak konde tempo hari dan beritanya malam ini akan ada penyerangan ke rumah ini, tapi sebagian warga sudah diminta berjaga-jaga agar tidak  terjadi. Pak Kades juga sudah menelepon pihak kepolisian dari kecamatan jika sesuatu terjadi. Pak Kades menawarkan islah jika seandainya ribut-ribut terjadi  dan tidak terhindarkan nanti  kelaurga Mak Konde  semuanya diminta untuk mau membaca syahadat di Mushalla nantinya. Sebab warga menilai seluruh leluarga disini sesat karena tak jelas agamanya.

Himbauan Pak Kades ini bukannya disambut baik tapi membuat Mak konde murka. 'Kurang ajar kalian, pendatang haram! Teriak Mak Konde. Badannya bergetar. Anak lelaki tertuanya mencoba menenangkannya. "Tenang Mak....tenang....."

"Saya ini Islam. Kalian tahu! Kampung ini didirikan dengan Bismillah, sudah banyak sapi yang dikorbankan untuk menjaga bismillah itu. Nenek moyang saya dari dahulu dengan Bismillah itulah menghadapi belanda. Rela Mati . Kampung ini adalah kampung suci, ajaran kalian yang menyesatkan. Kesunyian , kedamaian  kampung ini kalian usik dengan azan kalian yang tidak indah. Kidung-kidung kami kalian ganti dengan pengajian yang memekkakkan.  Kalian rubah kampung ini jadi kampung arab. Sesajian untuk nenek moyang kalian hilangkan. Kalian domba yang sesat! Kafir kalian!! " Mak konde menceracau tidak jelas. Ngelantur.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun