Mohon tunggu...
Alboin Samosir
Alboin Samosir Mohon Tunggu... Administrasi - Mahasiswa

Belajar dan Berjuang

Selanjutnya

Tutup

Politik

Menyoal Wacana Amandemen UUD 1945 dan Irrasionalitasnya

19 Agustus 2021   21:40 Diperbarui: 19 Agustus 2021   23:40 273
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dalam dinamika politik hukum Indonesia proses amendemen Undang-Undang Dasar 1945 (UUD 1945) merupakan salah satu implementasi reformasi yang terjadi pada tahun 1998. Politik hukum yang dimaksud disini adalah  kebijakan hukum (legal policy) yang hendak diterapkan secara nasional oleh suatu pemerintah negara tertentu atau kebijakan dasar penyelenggara negara dalam bidang hukum yang akan sedang dan telah berlaku, yang bersumber dari nilai-nilai yang berlaku di masyarakat untuk mencapai tujuan negara yang dicita-citakan (Tundjung H. Sitabuana, 2008)

Dalam konteks ke-Indonesiaan, tujuan negara yang dicita-citakan tercantum dalam pembukaan UUD 1945 Alinea ke-4 yakni, melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, serta ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial.

Menurut Marta Pigome, "Lahirnya Amandemen UUD 1945 merupakan wujud dari reformasi politik dan reformasi konstitusi yang berjalan secara demokratis." Sebuah semangat yang muncul pasca-tumbangnya kekuasaan Orde Baru, yang berkuasa selama tiga dekade lebih. Dimana semangat ini didasari pada adanya keinginan agar konstitusi Indonesia mampu menjadi instrumen yang penting dalam mendorong reformasi hukum di Indonesia dalam mencapai tujuan Indonesia sebagai negara merdeka.

Sejarah mencatat, sepanjang republik berdiri, proses amandemen UUD 1945 sudah dilaksanakan sebanyak empat kali. Perubahan pertama terjadi pada 19 Oktober 1999 dan berhasil mengamandemen sembilan pasal. Beberapa bulan setelahnya, tepatnya 18 Agustus 2000, amandemen kembali dilakukan. Sebanyak 25 pasal diubah. Kemudian, pada 9 November 2001, 23 pasal diubah dalam amandemen. Terakhir, 10 Agustus 2002, proses amandemen turut mengubah 13 pasal, tiga pasal Aturan Peralihan, serta dua pasal Aturan Tambahan.

Menurut Taufiqurrohman proses amandemen dapat dibagi kedalam tiga kelompok yakni; amandemen yang menghapus atau mencabut beberapa ketentuan; amandemen yang menambah ketentuan baru; serta amandemen yang memodifikasi ketentuan yang lama. Setiap proses amandemen menghasilkan ketetapan yang berbeda-beda. Di fase pertama, misalnya, amandemen lebih berfokus untuk membatasi presiden agar tidak berkuasa dalam jangka waktu yang lama, sebagaimana yang terjadi di era Orde Baru.

Sementara di fase kedua, setidaknya ada tiga fokus yang dikerjakan: memberikan peran lebih kepada daerah melalui desentralisasi kekuasaan, menguatkan peran DPR sebagai lembaga legislatif, dan memperluas cakupan pasal-pasal yang berhubungan dengan jaminan HAM. Selanjutnya, di fase ketiga, amandemen ditujukan untuk mengatur posisi lembaga negara. MPR, misalnya, tak lagi memegang peran untuk memilih presiden dan wakil presiden karena proses pemilihan diubah menjadi pemilihan secara langsung. Selain itu, amandemen juga mengakomodir kehadiran lembaga baru berwujud Mahkamah Konstitusi. Lalu di fase keempat, proses amandemen hanya meneruskan pembahasan di fase sebelumnya.

Dalam "Perubahan Undang-Undang Dasar 1945 dan Implikasinya terhadap Sistem Ketatanegaraan Indonesia" yang terbit di Jurnal Nasional (2010), Saldi Isra menjelaskan setidaknya terdapat tiga faktor yang melatarbelakangi amandemen UUD 1945. Faktor pertama, sejak awal, UUD 1945 memang tidak dibentuk untuk menjadi sebuah konstitusi yang tetap. Kedua, UUD 1945 punya fleksibilitas yang cukup tinggi. UUD 1945, tulis Saldi, bisa diterjemahkan sesuai perkembangan politik terkini serta keinginan pemegang tampuk kekuasaan.

 Meski begitu, Saldi berpendapat bahwa saking fleksibelnya gerak UUD 1945, ia jadi sumber dari segala masalah seperti KKN (Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme) hingga potensi pemerintahan yang otoriter. Alasan ketiga, UUD 1945 punya kecenderungan untuk inkonsisten. Misalnya dalam ketidakjelasan konstitusi menentukan bentuk kedaulatan. Dalam UUD 1945, menurut Saldi, ada bermacam bentuk kedaulatan: dari kedaulatan rakyat, hukum, hingga negara.

Amandemen UUD 1945 berusaha memberdayakan rakyat yang direkontruksi dari berbagai aspek, yakni pertama, aspek penguatan lembaga perwakilan; kedua, aspek eksekkutif (proses pemilihan langsung Presiden); ketiga, aspek yudikatif (munculnya Mahkamah Konstitusi), dan yang keempat, aspek yang terkait dengan Hak Asasi Manusia (HAM)  (Septi Nur Wijayanti, 2009). Implikasi dari amandemen ini lahirnya beberapa lembaga negara sebagai wujud implementasi dari amanat UUD 1945, diantaranya, lahirnya lembaga pengawal dan penjaga konstitusi, Mahkamah Konstitusi (MK), dan Komisi Pemberatansan Korupsi (KPK), dan beberapa lembaga lainnya.

Wacana Amandemen 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun