Mohon tunggu...
Albertus Sindoro
Albertus Sindoro Mohon Tunggu... Lainnya - Penulis pemula

Seseorang yang mengisi waktu luang dengan menulis

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Kompas.id dalam Era Multimedia

22 April 2020   10:01 Diperbarui: 22 April 2020   14:32 53
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi kompas.id. Sumber: kompas.id

Media online merupakan platform yang tersedia dalam dunia maya dan berisi informasi-informasi dalam bentuk berita. Kompas.id menjadi salah satunya.

Kompas.id merupakan salah satu platform digital yang dimiliki oleh Kompas Gramedia Group. Tujuan dikembangkannya platform ini ialah sebagai wadah versi online dari harian kompas. Jika dicermati, maka tulisan di dalam kompas.id berbeda dengan kompas.com dan VIK Kompas.

Menurut Haryo Damardono selaku wakil redaktur pelaksana harian Kompas, kompas.id yang didirikan pada tahun 2017 merupakan wadah yang digunakan untuk menjaga ‘idealisme’ dan citra Kompas yang menurutnya merupakan hasil dari tulisan mendalam oleh reporter. 

Diakuinya bahwa kompas.id tidak untuk mencari clickbait seperti yang dilakukan beberapa media online, tetapi lebih membahas suatu hal lebih serius dan mendalam. Feature menjadi salah satu bentuk tulisan yang ditampilkan oleh situs ini. “Jadi kompas.id itu versi digital dari harian Kompas.” Ungkap Haryo pada sesi perkuliahan Produksi Multimedia Program Studi Ilmu Komunikasi Universitas Atma Jaya Yogyakarta, Rabu (18/4).

New York Times sebagai contoh

Dalam mengembangkan kompas.id, Haryo dan rekan-rekannya ingin mencontoh seperti New York Times yang dikenal dengan liputan mendalam. Dalam merealisasikan angan-angan tersebut, rupanya masih ada hambatan yang dihadapi. 

Pertama, jumlah wartawan Kompas yang terbatas, yakni 250-an orang. Hal ini berbeda dengan keadaan di New York Times yang memiliki kurang lebih 1600 orang berdasarkan penuturan Haryo. Kemudian, paradigma atau perspektif bisnis yang diusung oleh kompas.id. Perlu diketahui bahwa kompas.id tidak menjadikan iklan sebagai sumber pendapatan, tetapi lebih mementingkan pada subscribe dalam bentuk berlangganan.

Haryo melihat ada perbedaan yang mendasar antara kompas.id dan New York Times, mula-mual hal jobdesk. Menurutnya, wartawan dari New York Times memiliki waktu yang lebih panjang dalam menulis berita. “Mereka bisa satu tulisan satu minggu.” Ujar Haryo. Sedangkan, wartawan Kompas masih harus membagi pikiran antara menulis di harian dan digital.

Untuk menyiasati tantangan tersebut, maka wartawan Kompas diberi tugas untuk membuat berita kurang lebih satu hingga dua berita. Bagi Haryo, hal ini untuk menjaga kedalaman berita dan produktivitas dari wartawan sendiri dan sebagai jalan tengah untuk mengikuti pola industri media online di Indonesia. 

Penyesuaian

Kehadiran situs kompas.id membuat Haryo dan rekan wartawan Kompas lainnya perlu untuk menyesuaikan diri lagi sebagai konsekuensi dari kemunculan platform baru. Hal yang harus disesuaikan salah satunya pada proses produksi berita. “Dahulu, wartawan kompas biasanya baru menulis berita di sore hari, tapi dengan adanya hal ini, siang nulis nulis untuk kompas.id malam baru untuk harian.” Ujarnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun