Agar tidak terjadi perdebatan, tulisan ini hanya saran dan pendapat pribadi penulis. Yogyakarta, saya tulis Jogja, semata memudahkan pelafalan dan penulisannya saja. Jogja adalah kota saya kenal sekali, di kota ini saya tinggal efektif selama lebih dari satu dasawarsa dan salah satu kota yang berkesan buat saya dengan segala kelebihan dan kekurangannya. Tapi kedatangan saya ke Jogja tahun ini agak berasa lain, karena datang bersama istri dan untuk berlibur beberapa hari di kota yang unik ini.
Hampir semua perkembangan kota di negara kita, semakin ramai dan macet, ada yang lebih tertata dan ada tambah semrawut. Jogja menjadi lebih ramai dan macet sekalipun tidak tampak semakin bersih tapi lebih tertata.
Orang mengenal kota Jogja, sejak dulu sebagai kota pelajar karena banyaknya universitas serta lembaga pendidikan di kota ini, tidak salah memang, begitu banyaknya orang yang mumpuni pada bidangnya tinggal di kota ini.
Saya pun bersekolah di kota yang dijuluki kota budaya ini, hanya saya punya pendapat sendiri mengenai kota ini, Jogja adalah kota belajar bukan pelajar, karena jika anda ingin mempelajari sesuatu displin ilmu atau apapun itu, kota ini adalah tempatnya. Tapi setelah anda belajar di Jogja sebaiknya anda segera mencari pengalaman dan mengejar mimpi anda di kota lain, alasannya, anda akan tahu jika anda pernah belajar di kota jogja.
Kota ini juga punya sejarah panjang di republik, selain sebagai kota pelajar dan budaya, Jogja adalah ikon pariwisata di Indonesia selain Bali, banyak orang yang  pernah mengunjungi kota ini. Terlepas berbagai kepentingannya, Jogja cukup dikenal luas olah masyarakat kita maupun mancanegara, dan juga merupakan epicentrum dari budaya Jawa juga cukup terwakili oleh Jogja.
Diatas adalah sedikit prolog tentang Jogja, tapi yang ingin saya tulis adalah pariwisatanya Jogja yang jalan di tempat. Kedatangan kali ini, saya mencoba menempatkan diri sebagai orang yang pertama kali mengunjungi kota ini, dan terasa saat saya tiba di stasiun Tugu dipagi hari.
Kareta tiba di stasiun Tugu, waktu masih menjunjukan jam 04.15, turun dari kereta dengan mata setengah mengantuk, saya coba mencari tempat untuk duduk dan minum kopi.Â
Begitu sulitnya mencari penjual kopi didalam area stasiun, apalagi dengan perubahan diberbagai stasiun kereta di negeri kita, yang diskriminasi" pada perokok seperti saya. Agaknya menikmati kopi pagi dan merokok setelah turun dari kereta, itu yang ada dipikiran saya pagi itu, anda pembaca boleh tidak setuju untuk hal yang satu ini.
Saat ini semua penumpang harus keluar stasiun melalui pintu selatan, tidak boleh lagi melalui pintu utara, sama seperti stasiun Gambir di Jakarta, alasannya logisnya saya tidak tahu untuk hal ini, dan saya tidak mau membandingkan stasiun kereta di negeri kita dengan stasiun kereta api di negeri yang pernah saya kunjungi.Â
Perubahannya stasiun Tugu terlihat bersih dibanding beberapa tahun yang lalu. Sayangnya area komersil ada di dalam setelah check in yang bagi pengantar tidak bisa ikut masuk kedalam stasiun sekedar untuk minum kopi dan say to goodbye, berbeda dengan stasiun kereta di Bandung atau di Jakarta
Anda cukup bingung jika keluar dari stasiun untuk mencari taksi atau angkutan, anda minim petunjuk, bagaimana anda sampai ke hotel atau penginapan, Â jikapun untuk mengunjungi teman atau saudara di Jogja karena minimnya petunjuk yang anda bisa dapat, anda pasti akan menjawab, tinggal di googling dan gojek aja kan beres, jawaban yang sangat wajar di era digital saat ini.