Diary---Ada satu yang membuat mata dan hati tertegun secara bersamaan. Bagaimana tidak?
ini dan bulan ini adalah bulan puasa alias bulan mulia. Lalu bertepatan pula dengan malam-malam terakhir juga dengan dengan malam yang lebih mulia dari 1.000 bulan.
Anehnya, pada beberapa malam belakangan setelah mega merekah seusai shalat magrib, khususnya di Desa Kami, Dusun Kayangan, salah satu dusun yang ada di Jombang ini, tampak terlihat biru, langitnya.
Prolog: "Biru" hingga "Amanah"
Nah biru itulah yang membutku menaruh asa bahwa lingkungan dan udara di pedesaan mash sangat asri. Lalu sontak tercetus ide untuk menuliskan sebuah buku tentang harapan bahwa bumi pertiwi masih bisa diperjuangan untuk menghijau lebih luas.
Selain itu bulan mulia ini menghadiahkanku dan istri sebuah amanah besar. Kami pun sepakat untuk menaruh tirakt kuat dalam memperjuangkan amanah itu.
Amanah tersebut adalah di antara tanda-tanda Kebesaran dan Keesaan Allah satu-satunya. Hanya Dialah yang berkuasa menghidupkan dan menciptakan manusia sebagai Insan Kamil lalu menjadikan insan sebagai Ahsanul Karim (berakhlak baik nan mulia).
Langit Biru dan Sebuah Asa
Ketika melihat langit biru malam itu di sepuluh malam terakhir Ramadhan, ya, aku tertegun sekaligus terkesan. Bahwa. Masih ada harapan akan langit yang bersih.
Walau di bumi, ugal-ugalan manusia merusaknya. Di tempat asal saya, Indonesia Timur, baik Sulawesi hingga Kalimantan, praktik pertambangan adalah persoalan dan rahasia umum.
Sekaligus rahasia umum bagaimana pengusaha dan penguasa daerah kawin dalam membabat habis hutan. Sebagian besar tidak pernah memiliki rasa tanggung jawab untuk melakukan penghijauan alias reboisasi.
Haru Biru Harapan itu dari Desaku
Namun apapun yang terjadi di belahan bumi lain dari badan Ibu Pertiwi. Setidaknya, malam di desa kamu kini tepatnya di timur pulau Jawa ada fenomena betapa langit itu bersih dan memancarkan biru.