Alhamdulillah tahun ini santri kami bertambah. Dari berbagai kelas. Dari beragam tempat. Dan dari latar belakang yang berbeda, tentunya. Bertambahnya santri adalah peluang bagi kami untuk menambah aliran pahala.
Beragam santri juga membuat kami punya sumber belajar lebih banyak. Ya, sebenarnya, pada banyak hal, murid adalah jembatan bagi guru untuk mendapat pengetahuan baru.
Betapa banyak murid yang membuat gurunya lebih cerdas. Karena banyaknya permasalahan yang menuntut diselesaikan. Karena banyaknya pertanyaan yang perlu dijawab. Karena mereka manusia dengan segala dinamika kehidupannya.
Hal di atas tentu saja menuntut guru banyak belajar. Dengan banyak belajar ujung-ujungnya tambah pintar.
Jadi salah besar kalau guru masih beranggapan dia adalah sumber ilmu untuk murid-muridnya. Guru model seperti ini harus banyak belajar lagi tentang ilmu pendidikan. Sampai tuntas. Hingga paham.
Tahun ini pula kami mendapat santri yang lumayan spesial. Tidak hanya satu. Tapi memang yang butuh penanganan khusus satu itu.
Anak kedua dari dua saudara. Ayahnya baru saja meninggal. Beberapa bulan lalu. Karena kecelakaan.
Anaknya super. Ibunya sudah angkat tangan. Beliau juga tidak tega kalau tidak menuruti kemauan anaknya. Kasihan, katanya. Itu alasan selain kesibukannya sebagai single parent yang mengharuskannya mencukupi kebutuhan. Pilihan paling realistis memang dimasukkan asrama.
Dia, belum begitu mandiri. Belum bisa membuat susu sendiri. Masih bingung cara buang air kecil sambil jongkok. Kalau di rumah makan masih disuapi.
Sering mengamuk. Hal kecil saja sudah memancing emosinya. Pernah, ketika sedang makan piringnya tersenggol anak kedua saya, yang baru satu tahun empat bulan. Piring itu tidak jatuh. Makanan juga masih utuh.
Tapi entah mengapa dia langsung marah. Lari ke kamar sembari berkata dengan intonasi marah, plus memukul-mukul kepalanya sendiri. Setelah itu, mungkin merasa kepalanya sakit di pukul sendiri, dia gantian memukul kasur.