Jika berada pada masa-masa kelelahan, kebosanan, kesulitan, dan segala pernik pengasuhan anak-anak, satu pertanyaan besar yang selalu saya tanyakan pada diri adalah, "Mengapa kamu memilih di sini?"
Kerepotan adalah keniscayaan saat bersama mereka. Tapi... semakin kuat motivasi yang muncul saat mengambil peran ini membuat segala hambatan akan menjadi tantangan yang menarik dan terasa ringan.
Masih ingat beberapa waktu lalu seorang ibu menceritakan bagaimana repotnya mengurus dua anaknya. Waktu, tenaga, dan pikiran terasa tervorsir.
Beliau membandingkan dengan saya dan teman-teman yang harus mendidik puluhan santri. Tidak kebayang repotnya, kata beliau.
Tapi... saya meyakini bahwa tingkat kerepotan itu relatif. Semua tergantung pada niat dan kesiapan dalam mengambil peran yang akan dijalani.
Alhamdulilah, meski puluhan santri itu sering banyak tingkah, perlu banyak diingatkan, sering melanggar peraturan serupa, tapi tidak ada yang membuat saya sampai frustasi.
Saya sering menikmati kecerobohan mereka. Menghayati perilakunya. Melebarkan telinga mendengarkan ocehannya.
Masih teringat jelas peristiwa demi peristiwa saat dunia mereka memang mengharuskan saya harus berlatih sabar.
Satu di antaranya, waktu itu saya baru saja pulang dari undangan resepsi pernikahan teman satu angkatan. Acara dua setengah jam itu bersambung dengan silaturahim saya ke guru SD yang dulu pernah tinggal di kampung halaman saya selama enam belas tahun.
Waktu yang terkuras lama, perjalanan yang cukup panjang. Ketika pulang harapannya tentu bisa merebahkan badan di kasur sejenak atau menggendong si kecil yang sering berlari begitu dengar suara mobil atau motor masuk halaman.
Baru saja mau turun dari motor, salah seorang santri tanpa dikomando langsung mencecar dengan laporan ini itu.