Mohon tunggu...
Vadlan Labulango
Vadlan Labulango Mohon Tunggu... Desainer - Mahasiswa

Kalau sudah jadi orang jangan lupa orang-orang

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Islam Nusantara dan Problematika di Masyarakat

19 Mei 2019   10:47 Diperbarui: 19 Mei 2019   11:05 1735
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Belakangan ini ramai dibicarakan masyarakat tentang Islam Nusantara. Istilah ini mendapatkan ruang popularitas di era pemerintahan yang baru di Indonesia. 

Istilah yang sudah lama tergagas oleh salah satu tokoh Ormas pelopor Ahlus Sunnah wal Jama'ah an-Nahdliyah yaitu Nahdhatul Ulama di negeri Nusantara, istilah ini pun menjadi sangat terkenal sejak dijadikan sebuah tema dalam Muktamar NU ke-33 di Jombang Jawa Timur, 1-5 Agustus 2015 (Mohamad Guntur Romli ; 2016).

NU adalah organisasi  masyarakat terbesar di Indonesia secara struktural maupun kultural. Secara strukural NU punya 18 lembaga[1], 14 badan Otonom[2] dan punya 31 Pengurus Wilayah, 339 Pengurus Cabang, 12 Pengurus Cabang Istimewa, 2.630 Majelis Wakil Cabang, 37.125 Pengurus Ranting (http://www.nu.or.id/about/), bahkan NU pun tak hanya ada di dalam negeri, NU juga ada cabang di berbagai Negara seperti NU Cabang China, cabang Singapura dkk.

Secara kultural sebagian besar masyarakat Indonesia adalah waraga NU atau warga Nahdliyin, sebab mereka menjalankan tradisi -- tradisi yang kalau di NU adalah amaliyah warga Nahdliyin.

Dari sini kita bisa lihat bahwa bisa dikatakan hampir semua masyarakat Indonesia adalah warga Nahdliyin, dan ketika NU mengistilahkan Islam Nusantara dan di sosialisasikan di masyarakat hal yang wajar-wajar saja jika masyarakat menerimanya. 

Akan tetapi munculnya isu Islam Nusantara ini yang menjadi wacana baru bagi umat Islam di Indonesia, beragam kalangan bersuara dalam menanggapi isu ini.  

Permunculan islam nusantara sebagai ciri khas islam Indonesia yang mengedepankan nilai-nilai toleransi dan bertolak belakang dengan islam arab, menimbulkan respon yang pro dan respon yang kontra di kalangan publik figur islam di Indonesia. Dari seorang penceramah  ; ustadz, ustadzah, ulama dan cendekia muslim yang begitu tenar di media masa  maupun media sosial.

Respon yang ada tak hanya dari orang NU atau ulama NU saja , dari ulama yang bukan orang NU juga merespon konsep Islam Nusantara ini. Mendifinisikan islam nusantara dari latar belakang dan ilmu yang mereka miliki, hingga ada beberapa kyai NU atau cendekiawan muslim menanggapi isu ini dengan positif atau yang pro dengan konsep ini.

Pro Islam Nusantara

Istilah Islam nusantara sangat perlu sering di bahas dan di suarakan untuk menghindari kesalah fahaman antar pihak, karena sudah banyak yang mendefinisikan islam nusantara yang menjadikan masyarakat bingungung tentang arti islam nusantara yang sebenarnya.

M. Quraish Shihab, M.A. mengemukakan pandangannya terkait tema Islam Nusantara.  menurut Quraish Shihab, istilah Islam Nusantara bisa saja diperselisihkan, terlepas setuju atau tidaknya dengan istilah tersebut, ia lebih terfokus pada substansi, Islam sebagai substansi ajaran. 

Islam pertama turun di Makkah lalu tersebar ke Madinah dan ke daerah-daerah lain, negara Yaman, Mesir, Irak, India, Pakistan, Indonesia dan seluruh dunia, Islam yang menyebar itu bertemu dengan budaya setempat, pada mulanya, Islam di Makkah bertemu dengan budaya Makkah dan sekitarnya, akulturasi antara budaya dan agama ini -sebagaimana di tempat lain kemudian- oleh Islam dibagi menjadi tiga, yaitu: pertama Adakalanya Islam menolak budaya setempat, kedua Islam merevisi budaya yang telah ada, dan yang ketiga Islam hadir menyetujui budaya yang telah ada tanpa menolak dan tanpa merevisinya.

Jadi Islam itu bisa bermacam-macam akibat keragaman budaya setempat, bahkan adat, kebiasaan dan budaya bisa menjadi salah satu sumber penetapan hukum Islam, seperti yang dikatakan Imam Syafii "semua negeri memiliki ilmunya sendiri-sendiri" (Ahmad Baso ; 2015). 

Dan yang paling penting adalah tidak perlu berkutat pada istilah namun lebih pada substansi, dengan begitu umat Islam di negeri ini akan lebih saling menerima, dan menjadikan perbedaan sebagai rahmat bukan laknat.

Tak hanya mufassir asal Sulawesi Selatan ini menanggapi konsep islam nusantara, alumni Universitas Al Azhar Cairo (Mesir, 1964-1970) KH. Mustofa Bisri atau lebih dikenal dengan nama Gusmus pernah menjabarkan tentang istilah Islam Nusantara. 

Menurut Gusmus, kata Nusantara itu akan salah maksud jika dipahami dalam struktur na'at-man'ut (penyifatan) sehingga berarti Islam yang dinusantarakan. Akan tetapi akan benar bila diletakkan dalam struktur idhafah (penunjukan tempat) sehingga berarti "Islam di Nusantara" (Saiful Mustofa : 2015).

Respon positif juga dari ketua MUI Jawa Tengah yang begitu tenar di masyarakat, Habib Muhammad Luthfi Bin Yahya. Menurutnya, Islam Nusantara adalah Islam di Nusantara, bukan merupakan ajaran atau aliran sendiri, jadi bagaimana mewarisi Islam yang telah digagas atau dikembangkan para wali-wali dulu, Islam di belahan bumi Indonesia itu punya karakteristik sendiri yang unik, kalau saja Wali Songo itu tidak coba beradaptasi dengan lingkungan sekitar ketika Hindu dan Budha masih menjadi agama mayoritas, mungkin kita tidak bisa menyaksikan Islam yang tumbuh subur seperti sekarang ini.

Sedangkan menurut Azyumardi Azra, Islam Nusantara yang dimaksud adalah Islam yang berbunga-bunga (Flowery Islam), dengan ritual-ritual seperti tahlilan, nyekar (ziarah kubur dengan menabur bunga), walimatus safar, khitanan, tasyakkuran, empat bulanan, tujuh bulanan kehamilan dan lain sebagainya yang ada di Nusantara. 

Ini sepert apa yang dilakukan masyarakat islam di Indonesia pada umumnya. Dan masih banyal respon yang diungkapkan para Ulama yang Pro terhadap Islam Nusantara ini.

Dari respon-respon yang di ungkapkan oleh beberapa cendekiawan  - cendekiawan muslim di atas,  saya menyimpulkan bahwa konsep islam nusantara adalah sebuah upaya untuk mempertahankan tradisi dan budaya islam di Indonesia yang telah diwariskan oleh para walisongo yang mendakwahkan islam melalui singkretisme antara budaya dan agama.

Pertama-tama dalam memahami Islam Nusantara, kata Akhmad Sahal, harus meyakini ada dimensi keagamaan dan budaya yang saling berjalin-kelindan satu sama lain. Dimensi ini adalah suatu cara Islam berkompromi dengan batas wilayah teritorial yang memiliki akar budaya tertentu. Keberlainan (Saiful Mustofa : 2015). Hal ini mengakibatkan Islam sepenuh-penuhnya tidak lagi menampilkan diri secara kaku dan tertutup, namun menghargai .

Dengan adanya respon terhadap yang pro islam nusantara, juga yang kontra meresponnya dengan argument dari ilmu yang mereka miliiki.

 Kontra Islam Nusantara 

 Selain respon yang pro Islam Nusantara Banyak juga yang menggiring umat untuk benci Islam Nusantara mereka berargumen konsep islam nusantara merupakan paham yang sesat juga  menyesatkan, dan bukan dari ajaran Islam sehingga wajib ditolak, dan dilawan juga diluruskan. 

Hal ini karena mereka menganggap Islam Nusantara memiliki kejanggalan, diantaranya, menolak istilah-istilah yang diambil dari bahasa Arab, hingga sebutan ana antum pun di kritisi, sehingga harus diganti dengan istilah-istilah Jawa atau Indonesia sendiri. 

Sama seperti apa yang dikatakan Imam Besar FPI (Front Pembela Islam) Habib Riziq Quraish Shihab "Islam Nusantara itu alergi dengan istilah Arab namun sangat suka dan amat fasih menggunakan istilah-istilah Barat." bahkan disangka beliau "Islam Nusantara menolak terhadap pengafanan mayit dengan kain putih karena beraroma tradisi Arab, sehingga perlu diganti dengan kain batik agar kental aroma Indonesia."

Ada juga respon dari ormas HTI (Hizbut Tahrir Indonesia) adalah ormas yang secara resmi dibubarkan di Indonesia menolak terhadap istilah Islam Nusantara. 

Kata salah satu jubir HTI Ismail Yusanto "Agak kurang feer kalau membandingkan Timur Tengah sekarang dengan Indonesia pada tahun 2015," menurutnya, yang terjadi saat ini di sejumlah negara di wilayah Timur Tengah, misalnya Suriah, adalah proses perlawanan melawan penguasa zalim, juga menyebut tidak ada perbedaan antara Islam di Indonesia dan Timur Tengah dalam kerangka melawan penguasa diktator. 

Dulu resolusi jihadnya KH Hasyim Ashari (pendiri NU) di tahun 1945, 1949, itu juga mendapat inspirasi resolusi Jihad dari Islam, dan beliau mengkajinya dari sumber Timur Tengah."

Tak hanya  dari tokoh ormas islam yang kontra dengan islam nusantara, beberapa penceramah pun menolak konsep ini dengan berbagai argument. Salah satunya adalah Felix Siauw, menulis islam nusantara di status facebooknya bahwa islam nusantara adalah sebuah narasi yang di usung oleh pemerintahan Jokowi. 

Intinya Ustadz Felix Siau mengatakan dari peristiwa penistaan Al-Maidah hingga puisi konde dilakukan dari kelompok yang itu-itu saja dengan narasi yang sama. Ini adalah upaya menghilangkan islam dari Nusantara dengan sekulerisasi memisahkan agama dan Negara.

MUI Sumatra Barat pun menolak gagasan islam Nusantara ini, walaupun MUI pusat menyetujui konsep tersebut. Dari respon yang kontra bahwa hal ini menjadi kontradiktif, dimana jika islam nusantara adalah islam yang toleran bagaimana islam pada umumnya apakah intoleran?.

 

Problematika Di Masyarakat

 

Yang tak setuju itu berangkat dari orang-orang yang mendefinisikan konsep islam nusantara dengan sendirinya tanpa merembug dengan orang NU yang mengkonsep islam nusantara ini sehingga jadi salah arti.  Mengatakan bahwa islam Nusantara adalah pengejewantahan dari islam liberal, islam yang dibungkus dengan budaya, islam yang di Indonesiakan dan islam anti Arab. Menganggap islam nusantara adalalah madzhab baru, agama baru, aliran baru,.

 

Sebuah konsep makna yang mengkerdilkan makna Islam sesungguhnya. Sebab Islam dibatasi dengan kata nusantara yang berarti menunjukan kekhususan terhadap Islam itu sendiri yaitu Islam yang hanya ada dan dikembangkan di Indonesia. Ini yang dikatakan oleh KH Said Aqil Siradj "seperti anak kecil menggambar hantu sesuai dengan imajinasi sendiri ketika jadi malah ketakutan sendiri", islam Nusantara mereka definisikan sendiri dan menyimpulkannya bahwa ini bahaya. Padahal konsep islam nusantara mengedepankan prinsip moderat, tidak ekstrem kanan dan kiri, tidak liberal dan juga tidak tekstual dalam memahami islam sebagai ciri khas islam di nusantara

 

Berbagai respon dari para ulama dan kyai mengenai isu tentang islam nusantara, ada yang merespon dengan negatif nyinyir marah marah, adapula menanggapinya dengan kritis dan juga merespon konsep ini dengan positif. Dari sini menimbulkan dampak munculnya dilema masyarakat awam dalam belajar agama islam. Bingung dengan reaksi para pendakwah yang berdakwah kasar ada yang pro ada yang kontra. Islam yang katanya Rahmatan lil alamin, tapi dakwahnya marah-marah dan provokatif hingga saling bermusuhan, hal Ini membuat masyarakat awam dilema.

 

Masyarakat  masih bingung dan gagal paham apa makna dan tujuan yang dimaksud dengan istilah Islam Nusantara. sebab banyaknya definisi serta penjabaran yang belum secara tuntas mendefinisikan dan menjabarkan islam nusantara ini.

 

Secara tradisi mereka masih melakukan Amaliyah NU termasuk dalam tujuan Islam Nusantara. Tanpa harus tau apa itu islam Nusantara sebagian masyarakat Indonesia melakukan apa yang menjadi tujuan dari konsep islam nusantara ini, bahwa islam nusantara menjaga tradisi dan budaya yang tidak bertentangan dengan islam.

 

Masyarakat  bisa saja senang dan sangat menerima konsep Islam Nusantara., Karena dipahami Islam dengan corak yang cocok dengan kondisi masyarakat yang ada. Tetapi, masyarakat bisa juga tidak sejalan atau berbeda. Misalnya, karena melihat ada identitas tertentu yang sudah sangat melekat dengan Islam Nusantara yaitu NU apalagi ditambah dengan respon yang kontra di atas tadi.

 

Semakin masyarakat banyak bertanya kepada para pendakwah atau para ulama  tentang islam nusantara yang beragam jawabannya semakin itu pula mereka akan lebih bingung, karena akan berbeda dengan pemahaman awal mereka tentang Islam Nusantara.

 

Paling tidak, ada dua persoalan mendasar mengenai perbedaan pemaknaan konsep Islam Nusantara di masyarakat. Pertama, kontra pemahaman, artinya seseorang yang sudah terbiasa dengan suatu ide atau pemahaman tertentu baik secara individu maupun kelompok, sangat menentukan pandangan mereka tentang suatu ide atau pemahaman baru yang muncul. Seperti yang merepon atau mendefinisikan islam nusantara tanpa ada perjumpaan dengan yang membuat konsep tersebut, hingga didefinisikan sendiri menurut pandangan pemahaman yang mereka ketahui dari kelompok tertentu.

 

Kedua, kontra politik, dalam artian orang bisa berbeda tidak melulu karena berbeda organisasi, beda kelompok,  beda ideologi, atau pilihan politik saja. Akan tetapi kontra politik bisa terjalin luas dengan relasi lainnya. Seperti perdebatan  wacana islam nusantara ini ada yang pro dan yang kontra. Yang pro disangka seolah-olah punya hubungan khusus dengan pemerintah, hal ini juga dilihat Presiden dan wakil Presiden yang menyetujui konsep islam nusantara ini. Dan yang kontra dengan konsep ini kemudian mendefinisikan islam nusantara dibarengi dengan isu politik, seperti tanggapan Ustadz Felix di atas.

Jika telaah dengan baik, sebenarnya istilah Islam Nusantara adalah nilai-nilai yang ada di masyarakat nusantara umumnya. Sejak Islam mulai berkembang di masyarakat, melalui para pembawa ajaran Islam seperti Wali Songo atau yang lainnya, tidak menghilangkan budaya dan tradisi masyarakat yang ada. Sampai saat ini, kita masih bisa menemukan nilai-nilai lokalitas tersebut berkembang di masyarakat.

Meskipun begitu walaupun secara pengamalan hampir seluruh masyarakat Indonesia mengamalkan apa yang menjadi nilai dari konsep islam nusantara itu tapi dalam pemahaman hanya orang yang termasuk dalam kelembagaan NU yang memahami islam nusantaria ini.

Islam Nusantara merujuk pada fakta sejarah penyebaran islam di nusantara dengan cara pendekatan budaya, tidak dengan doktrin yang kaku dan keras, Islam Nusantara  di dakwahkan merangkul budaya, melestarikan budaya, menghormati budaya, bukan malah memberangus budaya. (Mohamad Guntur Romli : 2016) islam nusantara juga memiliki karakter islam yang anti radikal, islam yang ramah bukan marah-marah, inklusif dan toleran.

Islam Nusantara kental akan budaya leluhur Indonesia. Tidak bertentangan dengan adat istiadat masyarakat Indonesia, dan sangat menjunjung tinggi nilai keindonesiaan. Berangkat dari realita konflik yang terjadi di wilayah Timur Tengah, islam nusantara digaungukan sebagai lawan dari Islam Arab yang tidak mengindahkan makna Islam sebagai agama damai.

Para pengusung Islam Nusantara berdalih bahwa ide ini sudah melalui masa ijtihad yang panjang yang tak lepas dari nilai-nilai konstitusi negara. Sehingga tak ada perlawanan yang mampu menumbangkan eksistensi Islam ini sebab telah diwadahi legalitasnya oleh negara.

Maka dari itu, proses ke depannya, tantangan Islam Nusantara baik yang ada di masyarakat, tentu akan semakin kompleks. Bagaimana terus dikembangkan tidak hanya sampai pada menjawab problem sosial keagamaan pada umumnya. Tetapi, bisa mencakup problem sosial mendasar lainnya, seperti sosial-ekonomi, pengembangan masyarakat, sains, dan isu-isu kekinian.

 Islam Nusantara adalah Islam Kita

Meskipun islam nusantara adalah jargon yang baru sering di perbincangkan, sebenarnya konsep ini bukan hal yang baru. Islam nusantara merupakan gerakan dan tradisi kita sebagai orang Indonesia yang mengunakan nama baru. Jadi, walaupun nama ini baru di suarakan, Islam Nusantara sebenarnya adalah islam yang ada di Indonesia.

Penjelasan Islam Nusantara persis dengan pemikiran Gusdur yang mencetuskan pribumisasi islam, paham keagamaan yang menekankan arti penting aplikasi nash-nash agama sesuai dengan konteks dinamika kebudayaan, sosial maupun politik dimana agama berpijak.Ini adalah sebuah sinkretisme agama dan budaya yang menjadikan keduanya menyesuaikan dengan kultur yang ada.

 Islam memang datang dari Arab, namun ketika dia berada dalam cakupan budaya. Misalnya budaya Gorontalo, baik budaya Gorontalo maupun ajaran islam itu saling menyesuaikan sebagai manifestasi percampuran tersebut. dengan hal ini, pertanyaan yang sering mengemuka berkisar pada apakah hendak mengislamkan nusantara atau menusantarakan Islam.

Penjelasan semacam prinsip dasar-dasar seperti tasamuh, tawazun, i'tidal dan seterusnya, maupun ekspresi budaya Islam Nusantara melalui adat tahlil, barzanzi, ziarah ke kubur, syukuran dan seterusnya menjadikanya kelihatan bahwa sebenarnya Islam Nusantara sebenarnya adalah  islam Di Indonesia.

Islam Nusantara menjadi identitas penanda bagi warga Indonesia untuk semakin kuat mengamalkan nilai-nilai yang telah diletakkan oleh para walisongo dengan diperkuat ijtihad ulama-ulama kita. Sebagai sebuah identitas kelompok, maka dia membutuhkan sifat pembeda atau kelompok yang berbeda dengan mereka untuk semakin meneguhkan identitas kelompok yang radikal.

Islam Nusantara menjadi identitas diri orang Indonesia yang membedakannya dengan kelompok Islam di negara lain, khususnya dalam hal paham

Aswaja. Dengan kata lain, Islam Nusantara adalah sebuah bangunan identifikasi karakter diri kader NU beserta jamaahnya yang menjadi identitas diri mereka serta membedakan mereka dengan yang lain. Dengan menjadikan pengertian Islam Nusantara sebagai Islam Ahlussunnah Wal Jamaah harus diberi kata al-Nadhliyah dibelakangnya, artinya Islam Ahlussunnah Wal Jamaah orang Nusantara.

Islam Nusantara adalah Islam universal yang diterapkan oleh setiap Muslim yang hidup dalam budaya Nusantara. Pengertian Nusantara mencakup beragam karakter, tradisi, keyakinan dan budaya sesuai daerah yang tersebar di Indonesia dari Sabang sampai Merauke. Karakter dasar Nusantara adalah keragaman dalam toleransi, bukan dominasi keyakinan dan tradisi suku tertentu atau daerah tertentu.

Yang perlu dipertegas bahwa islam nusantara bukan agama baru, bukan ideology baru, perlu adanya pemahaman islam nusantara ke banyak pihak agar tdak terjadi kesalah pahaman.

DAFTAR PUSTAKA

 

Ahmad Baso, Islam Nusantara: Ijtihad Jenius & Ijma' Ulama Nusantara, Jilid 1 (Jakarta ; Pustaka Afid) Tahun 2015.

 

Rozi El Umam "Konsep Islam Nusantara", Tesis. Surabaya ; Pasca Sarjana UIN Sunan Ampel Surabaya. Tahun 2018.

 

Saiful Mustofa " Meneguhkan Islam Nusantara Untuk Islam Berkemajuan" Tulungagung ; Pacasarjana IAIN Tulungagung, Tahun 2015 . 

[1] Lembaga adalah perangkat departementasi organisasi Nahdlatul Ulama yang berfungsi sebagai pelaksana kebijakan Nahdlatul Ulama, berkaitan dengan kelompok masyarakat tertentu dan/atau yang memerlukan penanganan khusus.

   

[2] Badan Otonom adalah perangkat organisasi Nahdlatul Ulama yang berfungsi melaksanakan kebijakan Nahdlatul Ulama yang berkaitan dengan kelompok masyarakat tertentu dan beranggotakan perorangan.
 Badan Otonom dikelompokkan dalam katagori Badan Otonom berbasis usia dan kelompok masyarakat tertentu, dan Badan Otonom berbasis profesi dan kekhususan lainnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun