Mohon tunggu...
Alan Budiman
Alan Budiman Mohon Tunggu... profesional -

Pemilik akun ini pindah dan merintis web baru seword.com Semua tulisan terbaru nanti akan diposting di sana. Tidak akan ada postingan baru di akun ini setelah 18 November 2015.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Maaf Lahir Bathin Formalitas

17 Juli 2015   04:52 Diperbarui: 17 Juli 2015   04:52 1266
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

"Selamat hari raya Idul Fitri mohon maaf lahir dan bathin." Kalimat tersebut kini bertebaran dengan ragam modifikasi, baik di dunia maya maupun nyata. Kata "maaf" yang biasanya berat diucapkan itu menjadi kehilangan bebannya saat hari raya tiba, mungkin juga tak lagi memiliki arti yang sesungguhnya.

Memasuki era gadget, sosmed dan internet, kadang ucapan selamat hari raya dan permohonan maaf menjadi sangat formalitas, bahkan sebagian orang mungkin akan menganggapnya menyebalkan.

Sejak selepas isya tadi, kita semua yang memiliki BBM, Whatsapp, Line atau apps chat pasti sudah menerima broadcast hari raya dengan ragam format. Bisa puitis atau sedehana dan langsung. Sifatnya original dari pemilik akun atau hanya copas dan mengulang kalimat orang lain.

Dalam logika sederhana saya, broadcast semacam itu sangat tidak penting sebab sudah tidak jelas tujuannya. Jika maksudnya adalah merayakan, rasanya menuliskan dalam bentuk status seperti perayaan hari-hari lainnya (contoh: hari pahlawan, hari lingkungan dll) jauh lebih pas. Kalau tujuannya untuk meminta maaf atas salah dan khilaf yang kita lakukan, sebaiknya tulis langsung dalam format dan kondisi komunikasi. Contoh:

A: Mbak B, selamat hari raya. Aku minta maaf kalau ada kata atau sikap yang kurang berkenan.

B: Maaf saja nggak cukup Mas A

A: trus gimana?

B: beliin aku baju baru baru tak maafin

Hahaha *percakapan ini pernah terjadi*

Bandingkan dengan broadcast yang kita dapat dari banyak orang, mana yang lebih serius, berkesan dan menghormati kita?

Tapi saya tahu bahwa ada anggapan supaya memudahkan. Bagaimana kalau teman kita ribuan? Apa harus meminta maaf satu persatu? Tidak bisa. Nah mungkin inilah penyakitnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun