Mohon tunggu...
Roeslan Hasyim
Roeslan Hasyim Mohon Tunggu... Editor - Cerpen Mingguan

Penyiar Radio Mahardhika Bondowoso, Pengajar Prodi PSPTV dan Perfilman SMKN 1 Bondowoso

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Bendera

14 Maret 2021   19:46 Diperbarui: 14 Maret 2021   20:00 233
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
nasional.kompas.com

Bendera Belanda, Pintu Pembuka Jalan Bahagia

"Ini bendera Belanda kan?"

"Iya"

"Lantas untuk apa bendera ini? Lagian seperti kurang kerjaan saja, mengumpulkan kita bertiga di sini hanya karena bendera Belanda ini, usang pula" gerutu Kakak pada Ayah.

*

Hari ini, aku, kakak dan adikku berkumpul di rumah kakek yang telah lama tak dihuni. Sejak kematian kakek 2 tahun lalu, rumah ini tak lagi dihuni bahkan oleh sebatang hidung manusia pun tak ada. Termasuk ayah, anak satu-satunya hasil buah cinta kakek dan nenek yang harus menempati rumah ini, memilih untuk pergi setelah menikahi ibu.

Ayah tinggal di rumah sendiri, rumah yang dihuni dan dibelinya setelah ayah berjuang beberapa tahun lamanya berjualan mobil bekas dan kini sudah bisa membuka beberapa deler mobil baru di beberapa kota.

Aku, memilih untuk tinggal di luar kota, tak jauh dari tempat kelahiranku. Di rumah yang ayah belikan untukku sambil lalu aku membantu ayah mengurus deler mobil dan beberapa deler motor di sana. Begitu juga kakakku, tinggal di kota yang berbeda karena harus mengurus deler milik ayah yang lain. Sedangkan adikku sendiri, masih tinggal bersama ayah dan ibu di tempat kelahiran kita bertiga, tak jauh dari desa tempat kakekku tinggal dan tiada.

Aku ditelepon ayah pagi-pagi sekali sekitar pukul 2.10 dini hari. Tentu hal ini tidak biasa bagiku karena sepanjang hidupku, ayah, ibu atau adik biasanya menghubungiku hanya melalui chat di whatsapp, sepenting apapun urusannya.

Setelah mendapat telepon dari ayah, aku menghubungi kakak untuk menanyakan perihal apa yang terjadi sampai ayah menelepon pagi-pagi. Namun sangat disayangkan, Kakak juga tak tahu apa alasan ayah menelpon sepagi itu pada kami berdua.

Akhirnya aku mencoba menghubungi adik di rumah. Tapi sekali lagi, rasa penasaranku tak terjawab. Menelepon Adik berkali-kali tak ada jawaban. Terpaksa aku hanya meninggalkan pesan di whatsapp menanyakan perihal keadaan sebenarnya di rumah. Akan tetapi, pesan yang aku kirim hanya bercentang 2 tanpa warna biru, artinya pesanku belum dibaca oleh adik.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun