Mohon tunggu...
Alamsyah Saragih
Alamsyah Saragih Mohon Tunggu... Ombudsman RI -

@Alamsyahsaragih ... when it is costless to transact, the efficient neo-classical competitive solution obtains—Ronald Coase, 1960.

Selanjutnya

Tutup

Money

Jepang dan Dekade yang Hilang

24 Oktober 2015   20:36 Diperbarui: 9 Desember 2015   13:28 3436
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption="Sumber: Kompas.com"][/caption]Tiga puluh tahun yang lalu, tepatnya 22 September 1985, lima negara berpengaruh dalam ekonomi dunia melakukan pertemuan, dan menghasilkan apa yang dikenal sebagai Plaza Accord. Kelima negara tersebut adalah: Jerman Barat, Perancis, Amerika Serikat, Jepang dan Inggris. Jepang, persis seperti Tiongkok saat ini, kerap menjadi pusat perhatian ekonom dunia karena Jepang mulai menjadi pelaku dominan perekonomian global.

Hingga 1985, Dollar Amerika Serikat telah terapresiasi hingga 50 persen terhadap keempat negara yang lain. Tujuan pertemuan adalah untuk memaksa Amerika Serikat mendevaluasi nilai tukar mereka terkait dengan defisit neraca transaksi berjalan Amerika Serikat yang mencapai 3%-3,5% dari PDB.

Kesepakatan tersebut penting mengingat di Jepang dan negara-negara Eropa transaksi berjalan surplus, namun pertumbuhan ekonomi negatif. Melalui devaluasi Dolar Amerika Serikat diharapkan pertumbuhan ekonomi dapat kembali positif.

Pasca penandatanganan Plaza Accord mata uang Yen menguat tajam dan Jepang harus merelokasi Industri ke luar negeri untuk mempertahankan daya saing. Di dalam negeri perbankan mereka terus menyalurkan pinjaman dalam jumlah besar dengan tingkat bunga sangat rendah. Ke negara berkembang Jepang aktif memberikan pinjaman untuk pembangunan infrastrutkur. Jepang akhirnya menjadi bangsa kreditor terbesar didunia.

Dana murah ini di kemudian hari malah menyebabkan menurunnya laju konsumsi, meningkatkan harga tanah dan hadirnya bubble asset dalam skala masif dalam perekonomian Jepang. Upaya mengontrol inflasi dengan kebijakan menaikkan suku bunga antar bank pada tahun 1989 telah menyebabkan harga tanah jatuh dan pasar modal terguncang. 

Sinisme Barat Terhadap Ekonomi Jepang: Dekade Yang Hilang

Pengamat kemudian mulai ramai membicarakan perilaku perbankan Jepang yang disebut sebagai penyebab utama. Beberapa pengamat bahkan menyebutnya sebagai “Zombi Bank” (Kane, 1987). Krugman (2008) menyebut Jepang mengalami apa yang disebut sebagai perangkap likuiditas.

Perangkap likuiditas menggambarkan suatu situasi yang menyebabkan kebijakan moneter tak lagi efektif untuk mendorong suku bunga agar lebih rendah. Tingkat bunga perbankan di Jepang kurang dari 1 persen pada saat itu. Di sisi lain mereka harus terus mendanai debitur besar dengan kinerja keuangan buruk. Ekonom juga menyebut situasi ini sebagai "balance sheet recession" (Koo, 2010).

Situasi ini berlangsung selama periode 1991-2000, sehingga sering disebut sebagai “dekade yang hilang” (lost decade). Sebagian pengamat menganggap hal tersebut disebabkan oleh karena perekonomian Jepang dibangun di atas kroni kapitalisme. Kroni kapitalisme di negara industri baru dicap telah melahirkan relasi ekonomi yang tidak akuntabel dan dipenuhi oleh moral hazard.

Di awal tahun 2009, Obama menggunakan fenomena Jepang ini untuk menjelaskan dampak krisis finansial yang dihadapi Amerika Serikat pada awal pemerintahannya. Bahaya lost decade juga bisa dialami Amerika Serikat jika kongres tak mendukung agenda Pemerintah: "as a consequence they suffered what was called the 'lost decade,' where essentially for the entire '90s, they did not see any significant economic growth" (TWSJ, 10/02/2009).

Obama berharap agar Kongres tidak terjebak pada apa yang ia sebut sebagai "ideological blockage". Kubu Republik bersikukuh agar Pemerintah tidak melakukan kebijakan yang dinilai mengintervensi pasar.

Konflik terkait kebijakan fiskal ini terus berlanjut. Pada tahun anggaran 2013, Kongres akhirnya gagal menyetujui usulan anggaran Pemerintah. Konflik idologis kebijakan fiskal ini mengantarkan Amerika Serikat pada situasi government shut down untuk yang ketiga kalinya dalam sejarah mereka.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun