Mohon tunggu...
Alam Semesta
Alam Semesta Mohon Tunggu... Desainer - Instructional Designer

Pengajar Bahasa Inggris dan Bahasa Indonesia di Zhejiang Yuexiu University of Foreign Languages, China. Gemar membaca, menulis, dan makan-makan.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Pentingkah Meributkan Zonanisasi PPDB?

22 Juni 2019   07:42 Diperbarui: 22 Juni 2019   07:52 55
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Lingkungan pendidikan (sekolah, kampus, tempat belajar) seharusnya menjadi tempat untuk saling berbagi pengetahuan, diskusi, saling mendukung, bekerja sama, dan mengembangkan saling menghargai satu sama lain. Namun selama ini, lingkungan pendidikan lebih banyak menjadi tempat berkompetisi. Tempat untuk menunjukkan kesombongan. Tempat untuk menunjukkan keangkuhan. Tempat untuk menunjukkan siapa yang lebih baik dan siapa yang lebih buruk. Tempat yang dijadikan zona untuk menentukan mana yang favorit dan mana yang pinggiran

Lingkungan pendidikan diberi jenjang, diberi ranking, diakreditasi dengan nilai A, B, atau C. Pemelajar (siswa/murid, mahasiswa) dan pembelajar (guru, dosen, pengajar) juga diberi label. Label tersebut diberikan setelah mereka diharuskan mengikuti sistem persaingan. Siswa diberi ranking berdasarkan nilai akademik yang diperoleh. Guru diberi rangking dengan sistem penilaian kinerja dan sistem akreditasi. Sistem ranking seperti ini terpatri dengan sangat kuat di dalam pikiran pemelajar dan pembelajar. Jika tidak berada pada jenjang yang lebih atas maka dianggap bukan murid dan guru yang baik. 

Kualitas belajar hanya menjadi hanya sekedar ranking dan angka-angka. Nilai rapor yang tinggi, nilai IPK yang luar biasa, nilai-nilai supervisi dan akreditasi yang tinggi dijadikan tolak ukuran untuk melihat siswa dan guru sebagai berkualitas atau tidak. Kondisi ini juga turut menciptakan manusia-manusia yang sombong. Manusia yang angkuh karena terlalu bangga hanya dengan angka-angka. Inilah yang kemudian menghasilkan manusia yang tidak mampu bersaing dengan baik ketika menyelesaikan pendidikan. 

Apa yang sebenarnya diukur dengan nilai-nilai tersebut? Ukuran-ukuran tersebut sebenarnya sudah banyak yang kadaluarsa. Sebagian besar ukuran tersebut dihasilkan melalui ujian tertulis. Ujian tertulis yang didasarkan pada kemampuan mengingat dan kemampuan menghafal isi materi yang "sesuai dengan standar kompetensi". Ukuran-ukuran kadaluarsa tersebut tidak akan mampu menyiapkan peserta didik untuk siap menjalankan tugas dan tanggung jawab di dalam kehidupan masyarakat yang terus mengalami disrupsi. 

Dalam pembelajar yang sehat, seharusnya pemelajar dapat berkembang sesuai dengan potensi dan karakteristik dirinya. Inilah yang membedakan pendidikan dengan mencetak robot atau mesin-mesin pintar. Belajar harus dilakukan dengan hati, perasaan tulus, perasaan mau untuk bekerja keras dan bisa menerapkan hasil belajar. Ukuran keberhasilan belajar tersebut bukan nilai, tetapi ketulusan untuk bisa menjalankan peran sosial dengan keterampilan yang diperoleh melalui pendidikan. 

Kondisi lain yang harus ada dalam pembelajaran belajar yang sehat adalah bersedia membantu dan meningkatkan kualitas orang lain. Pemelajar yang cerdas tidak lagi harus sepenuhnya tergantung pada guru, dosen dan sekolah atau kampus favorit. pemelajar yang cerdas justru harus melihat guru dan sekolah sebagai mentor dan pembimbing. Belajar dan usaha untuk meningkatkan kualitas diri harus dilakukan secara mandiri. Kemandirian ini kemudian diikuti dengan ketulusan untuk membantu teman lain untuk belajar dan maju bersama. Semangat dan nilai-nilai seperti ini yang belum sempurna diterapkan di dalam sistem pembelajaran di kelas. 

Pembelajaran yang sehat mempersiapkan pemelajar untuk hidup di masa depan. Banyak hal-hal baru dan perubahan yang sulit untuk kita antisipasi. Pemelajar sekarang akan menjadi harapan bangsa dan generasi penerus di masa depan. Pembelajaran yang bisa diberikan sekarang selain  membekali pemelajar dengan ilmu pengetahuan juga perlu membekali mereka dengan semangat juang dan kreativitas. Tanpa semangat juang dan kreativitas, generasi yang dihasilkan melalui sistem pendidikan sekarang tidak akan bisa bertahan menghadapi tantangan kehidupan di masa depan. 

Ada banyak sekali perubahan pranata sosial yang seharusnya dijadikan sebagai bahan refleksi untuk mengambil tindakan yang tepat bagi sistem pendidikan di tanah air. Pertama, hadirnya teknologi baru dan kemajuan infrastruktur membutuhkan tenaga ahli dengan keterampilan khusus. Kedua,  inovasi dan penelitian pengembangan perlu dilakukan dengan kerja sama tingkat global. Ketiga, globalisasi membuka kesempatan untuk mobilisasi lintas negara memerlukan sistem pertahanan dan keamanan negara yang lebih baik. Keempat, globalisasi juga beriringan dengan terbukanya penyebaran ideologi dan pemikiran dengan cepat. Kelima, kesempatan kerja dan beasiswa tidak lagi hanya diberikan kepada yang memiliki nilai akademik tinggi, tetapi yang mampu menunjukkan kinerja dan hasil belajarnya dalam tindakan dan inovasi, termasuk layanan sosial. 

Memperhatikan kelima perubahan pranata sosial tersebut, saya jadi perlu bertanya, "Apakah sistem zonanisasi dalam pendaftaran siswa baru saja perlu diributkan?"  Sekedar berbagi kegalauan melihat betapa ponggahnya komentar para netizen tentang hancurnya masa depan anak karena tidak bisa masuk sekolah favorit. Hancur tidaknya masa depan anak tidak hanya ditentukan oleh sekolah saja. Karakter anak, semangat juang, lingkungan, dan keluarga juga faktor penting yang mendukung pencapaian masa depan anak. Gantungkanlah cita-citamu pada usaha dan kerja keras. Pendidikan yang bermutu sekarang ada di mana saja, tergantung pada kreativitas siswa sendiri dan bimbingan orangtua untuk mencari dan memanfaatkannya.  

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun