Mohon tunggu...
Al Fiani Nenden
Al Fiani Nenden Mohon Tunggu... Lainnya - Pegawai biasa. Mencoba menulis menuangkan apa yang ada dipikiran, membahas hal-hal yang menurutku menarik.

Hobi menulis artikel, esai, cerpen maupun puisi

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Hukuman Koruptor di KUHP Baru vs UU Tipikor

10 Desember 2022   16:44 Diperbarui: 10 Desember 2022   16:47 316
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hukum. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

RKUHP yang baru saja disahkan DPR menuai banyak penolakan. Tagar-tagar tolak KUHP baru digaungkan melalui berbagai flayer dan postingan di media sosial. Pasal-pasal KUHP baru disebut-sebut mengurangi rasa keadilan, terlebih mengenai hukuman bagi koruptor yang ramai diisukan telah disunat. Sebagai masyarakat intelektual, seyogyanya kita tidak boleh langsung mengikuti trend penolakan tanpa membaca dan mempelajari KUHP baru tersebut secara menyeluruh. KUHP baru tentu telah dirancang sedemikian rupa, dengan waktu yang tidak sebentar. Perlu waktu bertahun-tahun untuk meyusun naskah akademik dan kemudian menuangkannya ke dalam Rancangan Undang-Undang yang diharapkan akan lebih sesuai dengan politik hukum, falsafah, ideologi dan kepribadian bangsa Indonesia.

Berikut ini bunyi dari Pasal 603 KUHP baru yang menuai kontroversi:

"Setiap Orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri, orang lain, atau Korporasi yang merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 2 (dua) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan pidana denda paling sedikit kategori II dan paling banyak kategori VI."

Pasal ini kemudian disandingkan dengan Pasal 2 UU Tipikor. Adapun bunyi Pasal 2 UU Tipikor adalah sebagai berikut:

"(1) Setiap orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, dipidana penjara dengan penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan denda paling sedikit Rp. 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp. 1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah).

(2) Dalam hal tindak pidana korupsi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan dalam keadaan tertentu, pidana mati dapat dijatuhkan."

Dengan membandingkan kedua pasal di atas, dapat diketahui bahwa benar terjadi perubahan ancaman hukuman bagi koruptor. KUHP baru membuat ancaman pidana penjara dan denda minimal lebih ringan dari UU Tipikor. Hukuman penjara yang mulanya paling singkat 4 (empat) tahun diubah menjadi paling singkat 2 (dua) tahun. Sedangkan denda minimal yang mulanya paling sedikit Rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) dikurangi menjadi paling sedikit kategori II yakni Rp10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah). Jika hanya melihat dari sisi lebih ringannya hukuman penjara dan denda minimal, maka memang wajar jika kritik datang dari berbagai kalangan.

Akan tetapi, di sisi lain, meskipun KUHP baru membuat hukuman penjara dan denda minimal menjadi lebih ringan, KUHP baru juga memperberat ancaman pidana denda maksimal. UU Tipikor sebelumnya hanya dapat menjerat koruptor dengan denda maksimal Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) saja, namun KUHP baru mengubahnya dengan menaikan denda maksimal hingga 100% menjadi kategori VI atau Rp2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah). Hal ini tentu merupakan hal yang positif.

Selain itu, kritik lain terhadap KUHP baru juga datang akibat tidak adanya pasal yang secara eksplisit mengancam pidana mati bagi koruptor sebagaimana Pasal 2 ayat (2) UU Tipikor. Setelah membaca mengenai ketentuan pidana mati dalam KUHP baru, rupanya KUHP baru memang dibuat berbeda dengan KUHP warisan kolonial. Jika sebelumnya pidana mati merupakan pidana pokok, KUHP baru menjadikan pidana mati sebagai pidana khusus.

Menurut Pasal 64 KHUP "pidana terdiri atas :

a. Pidana pokok;

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun