Mohon tunggu...
Rudy Santoso
Rudy Santoso Mohon Tunggu... Penulis - Writer, Memoaris, Influencer, Property Advisor.

Rudy Akasara_Nusa Kota Malang - 1974_writer Penulis - memoaris - influencer - property advisor.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Aroma Melati di Rumah Cempaka#1

1 Desember 2022   03:31 Diperbarui: 25 Desember 2022   21:07 361
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

"Ah. masak sih bro. Kalau begitu tugasmu menginterview sosok yang tidak biasanya itu!" Jawab Bagus tersirat rasa takut terpancar di raut wajahnya.
"Ok nanti deh. Malam nanti tiba waktu dini hari coba kita interview perempuan bergaun putih itu yang berada di rumah belakang!" Raka menyarankan. Sementara teman-teman yang berada di depan, tidak ada yang mengetahui apa yang mereka bicarakan berdua. Kalau mereka mendengar pembicaraan mereka, bisa bubar begadang malam ini.

Bagi mereka bukan rahasia lagi kalau Raka bisa berkomunikasi dengan makhluk dimensi lain atau para penunggu tempat yang dianggap angker. Setiap ada acara di manapun, mereka selalu mengajak Raka untuk antisipasi jika mereka ada gangguan atau berinteraksi dengan makhluk dari dimensi lain. Raka dan Bagus selesai menyiapkan hidangan seteko kopi dan satu panci mie goreng instan, mereka berdua masuk ke dalam ruang tamu di rumah depan.

"Ayo bro. Makan dulu mie goreng selagi masih panas." Bagus menawarkan ke teman-teman yang lagi fokus main kartu.
"Iya nih. Kopi buatan ku  istimewa dengan aroma melati yang berbeda dengan kopi di warung Pak Jack." Raka menambahkan. Malam ini kopi buatan Raka rasanya beda, dibandingkan dengan kopi di warung kopi Pak Jack langganan mereka.
"Nah ini baru istimewa. Bagus memang tuan rumah yang menghargai tamunya." Edwin memuji sambil mengambil semangkok mie dan menuangkan kopi ke cangkir.

"Ah tidak jugalah bro. Kalau kita tidak begadang di sini, siapa yang menemani Bagus malam ini? Hehehe...!" Agung menyanggah apa yang di katakan Edwin.
"Iya bener bro. Pinter si Bagus ini otaknya, biar kita kerasan begadang menemaninya." Novian menambahkan.
"Heh..., tumben kopi ini bau wangi aroma melati bro?" Heru minum kopi di cangkirnya mulai curiga.
"Ah masak sih bro. Wah, ini bukan aroma wangi dari kopi ini!" Jawab Edwin sambil mengendus mencari asal aroma melati yang tercium.
"Wah mulai deh, horor ini bro....! Horor aroma wangi melati dari ruang tengah ini!" Edwin melompat ke dekat Raka.
"Ah sudahlah. Nikmati saja mie goreng kalian dulu, kemudian minum secangkir kopimu dan hisap rokok kretekmu." Raka mengalihkan perhatian teman-teman dari aroma melati yang menyengat.

Mereka menikmati mie goreng dan secangkir kopi yang di hidangkan oleh Bagus, tetapi ada sesuatu yang berbeda malam ini yang mereka rasakan. Aroma bunga melati sangat tajam tercium oleh mereka di ruang tamu rumah Bagus.Edwin, Novian dan heru, mereka paling penakut di antara kita, aroma bunga melati membuat mereka bergeser duduk saling berdekatan.

"Waduh bro. Aku merasa ada yang aneh malam ini rasanya bulu kudukku berdiri bro. Mulai ada yang ngikut kita begadang!" Heru merasakan ke anehan yang membuatnya merasa ketakutan.
"Kalau horor begini, lebih baik kita pulang saja bro! Aku paling takut kalau berbau horor, siapa nanti yang antar aku pulang?" Edwin juga merasa ketakutan.
"Tenang bro. Lebih baik kita sarankan Raka cari solusi, mengatasi yang mengikuti kita  begadang. Kasihan kalau Bagus kita tinggal pulang!" Novian menambahkan.
"Iya deh. Biar Raka nanti menyuruh si wangi melati pergi, yang pasti sosok perempuan bergaun putih itu!" Bagus memberikan solusi dan matanya melirik ke Raka.
"Ok bro. Coba kita lakukan pendekatan dengan ngobrol sama mbak bergaun putih. Asal janji ya....! Kalian jangan pulang lebih awal sesuai kesepakatan kita. Pulang pagi, bagaimana setuju, bro?" Jawab Raka berusaha untuk membujuk teman-temanya.
"Nah benar kan! Pasti deh, ada yang ikut begadang bareng kita! Jadi merasa tidak nyaman kita. Hiii...ngeri!" Edwin merasa ngeri mendengar apa yang di sampaikan Raka.
"Baik bro. Segera ajak ngomong tuh...si Mbak tadi!" Jawab Bagus.
"Wah tidak bisa di ruang tamu ini bro. Kita berdua harus ke pesanggrahan di rumah belakang. Kalian tunggu disini ya, jangan kabur! Kalau kalian pulang malah di ikuti sama si mbak itu!" Sengaja Raka sedikit memberi shock terapi agar mereka tidak jadi pulang lebih awal.
"Ok kalau begitu. Kita masuk kamar tidur  berempat, sambil nunggu si Raka dan Bagus negosiasi ke Mbak itu!" Jawab Novian. Mereka berempat segera masuk ke kamar tidur Bagus, berjubel saling berdekatan di tempat tidur karena merasa ketakutan.

Raka dan Bagus segera menuju ke pesanggrahan di rumah belakang. Bagus berjalan mengikuti Raka, ada sedikit rasa takut juga di hatinya. Padahal setiap 2 hari sekali Bagus tidur di kamar belakang, yang bersebelahan dengan kamar orang tua Bagus. Mereka memasuki ruang tengah di pesanggrahan, dan duduk di sofa yang ada di ruangan itu.

"Bentar bro. Kita tunggu aja di ruang tengah ini, si mbak itu masih berada di depan pintu dapur rumah depan." Raka memberi tahu ke Bagus. Menurut pandangan mata hati Raka, cewek itu masih berada di pintu dapur, menunggu sesuatu.

"Terserah kamu aja bro. Kamu yang lebih peka dan lebih tahu apa maksudnya berada disini!" Jawab Bagus sembari menggeser duduknya lebih dekat dengan Raka karena merasa ketakutan juga.
"Eh si Mbak itu tahu maksud kita bro. Kamu duduk diam saja dan jangan merasa takut, cewek ini baru pindah ke rumah ini dari tempat di sekitar sini. Kayaknya dia menempati ruangan dekat dapur belakang bro!" Raka memberitahu keberadaan si cewek, tepatnya sosok perempuan bergaun putih ke Bagus.
"Iya bro, sebelah dapur itu gudang. Aku ngikut kamu aja bro, terserah yang penting kasih tahu si mbak itu jangan ganggu di rumah kita!" Jawab Bagus pasrah bercampur rasa takut.

Raka berusaha mulai berusaha komunikasi dengan  cewek bergaun putih ini, menggeser duduknya menghadap barat tepat depan pintu gudang. Raka melihat si cewek ini berjalan berkelebat masuk  dan berdiri di depan gudang menghadap  ke arah Raka. Semua yang terjadi hanya Raka yang bisa melihat melalui indra ke enamnya dan hanya Raka yang mendengar saat berdialog dengan cewek bergaun putih ini.

"Assalamualaikum salam mbak! Mbak ini siapa, kenapa berada di rumah sini?" Raka mulai bertanya ke sosok cewek bergaun putih ini melalui mata batinnya.
"Walaikum salam. Mas ingin tahu nama saya, dan kenapa saya berada di rumah ini?" Jawab cewek bergaun putih itu sambil menatap tajam ke arah Raka.
"Iya mbak. Karena tempat ini bukan rumah mbak! Nama saya Raka sebagai wakil pemilik rumah berhak bertanya, dan mbak tidak di ijin kan untuk tinggal disini!" Jawab Raka tegas.
"Iya Mas. Saya tidak punya rumah lagi mas, tempat tinggal saya sebelumnya di robohkan dan saya di usir pergi oleh mereka. Nama saya Asih, saya baru pindah ke rumah ini 3 hari yang lalu!" Jawab Mbak Asih datar dan masih dengan sorot mata yang dingin dan tajam.
"Mbak Asih berasal dari mana dan kenapa gentayangan mengganggu orang? Tolong kalau mbak Asih masih berbuat yang sama, akan saya usir dari rumah ini!" Perintah Raka tegas ke sosok cewek ini.
"Saya tidak takut Mas, saya akan ganggu siapa saja kalau di usir dari rumah ini!" Jawab mbak Asih dengan tajam dan tersenyum menyeringai sinis dan sadis.
"Ok kalau memang mbak Asih tidak bisa di sarankan dengan baik. Mbak belum tahu siapa saya, akan saya laporkan ke leluhur saya. Lihat baik-baik siapa yang di belakang saya mbak!" ancam Raka sambil melotot dan memegang tasbih yang ada di saku jaketnya. Sejenak mereka diam, Mbak Asih menatap mata Raka dengan tajam, Raka mulai berdzikir dan selanjutnya Raka dalam hatinya memanggil seseorang yang masih keturunan leluhur Raka.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun