Dalam tulis-menulis, apalagi menulis buku, mungkin penulis acap kali luput dalam penulisan huruf atau penggunaan tanda baca yang baik dan benar sebab terlalu fokus pada mutu kontennya, bukan teknik menulisnya.
Pernahkah kita merasa ketika mau menulis buku, ada sesuatu yang kurang tepat? Biasanya hal tersebut lahir dari kecemasan kita terhadap konten yang kita tulis. Ya, kita takut bilamana artikel kita tulis tidak menarik atensi para pembaca. Baik itu dapat disebabkan oleh konten yang kurang menarik maupun bahasa yang terlalu kaku.
Oleh karena itu, lazimnya penulis menjalankan pengecualian kepada teknik menulis dari pada kaidah menulis itu sendiri. Dalam kata lain, penulis tidak jarang tanpa kesengajaan melanggar kaidah menulis buku secara terstruktur . Walaupun tidak semua kasusnya semacam itu, sebab ada juga penulis yang tidak paham dengan kaidah penulisan yang baik dan benar.
Di antara kaidah penulisan yang telah ditetapkan dalam Ejaan Yang Disempurnakan (EYD) ialah tata metode penulisan huruf. Tata cara atau sistem penulisan huruf yakni salah satu kaidah paling dasar dalam EYD, sehingga kadang kala para penulis menyepelekannya.
Aturan penulisan huruf adalah hal yang bersifat mikro dalam menulis buku, tetap saja tata cara ini dianggap penting. Ibarat kata, tidak akan ada 1 juta rupiah bila tidak ada 1 rupiah di dalamnya. Apalagi dalam penulisan yang bertemakan ilmiah, kaidah penulisan memang tampak sederhana namun seharusnya dijunjung tinggi demi menghargai bahasa kita juga mendapatkan kualitas tulisan yang baik.
Dalam tata cara penulisan huruf, ada dua penulisan huruf yang menjadi fokus kita. pertama, ialah penggunaan huruf kapital atau sering kita ucap huruf induk. kedua, yakni penerapan huruf miring atau secara universal disebut italic. Tanda baca lainnya lagi yang sering salah adalah penggunaan tanda titik, tanda koma, titi dua, titik koma, tanda tanya, seru, dan tanda baca lainnya. Mari perbaiki etika penulisan kita.
Note: Tulisan ini juga masih banyak salah-salahnya, tapi berusaha meminimalkan.