Mohon tunggu...
Akmal Husaini
Akmal Husaini Mohon Tunggu... Wiraswasta - suka menjaga kebersihan

kebersihan sebagian dari iman. Karena itulah jadilah pribadi yang bersih

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Merdeka dari Intoleransi dan Radikalisme, Mari Rajut Toleransi

20 Agustus 2022   21:33 Diperbarui: 20 Agustus 2022   21:36 610
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Diolah dari Freepik

Agustus merupakan bulan kemerdekaan bagi masyarakat Indonesia. Karena setiap 17 Agustus diperingati sebagai hari kemerdekaan Indonesia. Peringatan ini tentu bukanlah sekeder seremonial belaka. Peringatan ini juga menjadi bahan introspeksi, bahwa menjaga semangat kemerdekaan dan mengisi kemerdekaan di era sekarang ini tetap diperlukan.

Kenapa kita masih harus introspeksi? Bukankah Indonesia sudah tumbuh menjadi negara yang berkembang? Karena negara yang besar tidak boleh meninggalkan sejarahnya. Belajar dari sejarah akan bisa membuat Indonesia tumbuh menjadi negara yang bisa mengayomi semua kepentingan, semua suku, agama, bahasa, budaya dan semua keberagaman yang ada di negeri ini. Karena keberagaman inilah yang menjadi karakter negeri ini. Dan untuk bisa menjaga agar keberagaman ini tetap ada, diperlukan toleransi. Dan toleransi ini sudah ada sejak dulu.

Meski toleransi sudah ada sejak dulu, dan diimplementasikan dalam kehidupan sehari-hari, tetap harus terus diingatkan agar negeri ini tetap berwarna. Harus terus diingatkan agar keberagaman ini tetap terjaga. Kenapa hal ini penting? Karena seiring perkembangan zaman, bibit intoleransi di negeri ini terus bermunculan dengan berbagai macam perubahan. Ya, meski Indonesia mengedepankan toleransi, bibit intoleransi tetap ada di negeri ini. Bahkan, bibit radikalisme dan terorisme juga ada.

Jika kita flashback ke belakang, Indonesia pernah ada pengalaman dengan pemberontakan DI/TII. Disinilah awal mulai bibit radikalisme yang kemudian berkembang menjadi terorisme di Indonesia. Pemberontakan tersebut digawangi oleh kelompok yang menamakan dirinya Negara Islam Indonesia (NII). Kelompok inilah yang kemudian berkembang melahirkan organisasi terorisme seperti Jemaah Islamiyah, yang sempat menebar teror di berbagai tempat di Indonesia.

Ketika kelompok teroris ISIS berkuasa, mereka mulai menguasai sosial media dan menyebarkan provokasi, ujaran kebencian, hingga hoaks, yang ditujukan untuk membuat kegaduhan di masyarakat. Lebih dari itu mereka juga menebar teror melalui media sosial. Dan hal ini terus dimodifikasi dan disebarluaskan hingga saat ini. Akibatnya, tidak hanya bagian dari jaringan mereka yang terpapar bibit radikalisme, masyarakat awam pun juga banyak yang terpapar.

Bibit intoleransi inilah yang terus berkembang hingga saat ini, dan masih menjadi tantangan bagi semua negara, termasuk Indonesia. Virus intoleransi dan radikalisme, harus dihapadi dengan komitmen semua pihak. Kemerdekaan merupakan bukti jika semuanya bersatu, mewujudkan sebuah kondisi yang bebas dari penjajahan, maka hal itu bisa diwujudkan. Sepanjang tidak ada egoisme, tidak ada perasaan paling benar, paling suci, atau paling yang lain. Ingat, kita semua pada dasarnya adalah sama. Karena itulah, melawan intoleransi di era digital seperti sekarang ini harus terus digelorakan oleh semua pihak.

Kombinasi antara intoleransi dan radikalisme, menjadi virus yang mengkhawatirkan. Intoleransi telah melahirkan maraknya tindak kekerasan yang mengatasnamakan agama. Sementara radikalisme telah melahirkan perilaku yang anti kebangsaan, yang ingin mendirikan negara Islam Indonesia (NII) dengan konsep khilafah. Sadar atau tidak, hal tersebut masih dilakukan hingga saat ini.

Dan perang melawan intoleransi dan radikalisme tentu berbeda dengan perang melawan penjajah. Dulu dilakukan dengan cara mengangkat senjata, kalau sekarang ini harus perang menggunakan ide dan gagasan, yang harus terus diarahkan untuk kepentingan publik. Ide dan gagasan tersebut harus diarahkan untuk terus membangkitkan nilai-nilai toleransi, kemanusiaan dan semangat gotong royong. Salam.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun