Mohon tunggu...
Akmal Husaini
Akmal Husaini Mohon Tunggu... Wiraswasta - suka menjaga kebersihan

kebersihan sebagian dari iman. Karena itulah jadilah pribadi yang bersih

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Ingat, Apapun Masalahnya, Khilafah Bukan Solusinya

25 Juni 2022   09:06 Diperbarui: 25 Juni 2022   09:17 256
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Indonesia Tolak Ormas Intoleran - jalandamai.org

Setiap masalah atau problematika yang hadir di tengah masyarakat seakan menjadi panggung bagi pengusung khilafah untuk tampil beraksi menjadikan khilafah sebagai pemeran utama, solusi atas segala problematika yang dihadapi umat. Permasalahan korupsi, kemiskinan, masalah sosial, bencana alam, wabah, sampai anjing masuk masjid pun berujung pada penegakkan khilafah. Para pengusung khilafah sangat piawai melabeli semua persoalan tersebut sebagai gagalnya pemerintahan pancasila, setelah itu mereka hadir membawa khilafah sebagai solusi atas segala permasalahan layaknya super hero. Ritme ini terus berulang hingga menjadi kecenderungan untuk dapat diidentifikasi. 

Narasi tersebut memang indah, namun bermasalah secara logika dan fakta sejarah. Benar memang dalam ajaran islam terdapat pembahasan Mengenai kewajiban mengangkat seorang khalifah, imam, atau amir. Namun tidak berarti sistem khilafah yang ditawarkan kelompok islam wajib diadaptasi sama persis. Mengangkat pemimpin atau khalifah merupakan suatu keniscayaan dalam institusi politik. Namun tidak ada sistem politik, ketatanegaraan dan pemerintahan yang baku dalam sumber utama ajaran islam, Al Quran dan sunah Nabi Muhammad SAW.  

Islam tidak mengatur secara detail dan kaku bagaimana mekanisme pemilihan pemimpin. Sebelum nabi muhammad saw wafat, tidak ada wasiat beliau untuk menunjuk pemimpin (khalifah) sebagai penerus beliau, oleh karena itu penetapan abu bakar sebagai penerus kepemimpinan merupakan kesepakatan hasil diskusi para sahabat. Masa selanjutnya umar ibn khaththab ditunjuk langsung oleh abu bakar, utsman ibn affan dipilih oleh dewan yang beranggotakan 6 orang yang dibentuk oleh umar ibn khaththab, kemudian ali ibn abi thalib dibaiat oleh sahabat dan penduduk madinah untuk menjadi khalifah keempat. Era empat sahabat tersebut kita kenal dengan khulafa' al-rasyidin.

Keterpilihan ali ibn abi thalib disusul dengan perpecahan yang melahirkan khilafah bani umayyah, dimana tampuk kekuasaan berada di tangan mu'awiyah ibn abi sufyan, selanjutnya mu'awiyah menetapkan putranya yazid sebagai penggantinya. Sejak saat itu sistem pemerintah berubah menjadi kerajaan. Sistem kerajaan berlanjut di masa khilafah bani abbasiyah, yang merebut kekuasaan secara paksa dari bani umayyah. Sistem pemerintahan kerajaan terus berlanjut hingga sampai akhirnya runtuh sama sekali di masa khilafah turki ustmani (ottoman).

Semua bentuk pemerintahan "khilafah" tersebut memiliki sistem politik yang berbeda-beda meski semua mengklaim menerapkan syariat islam. Maka dapat disimpulkan bahwa khalifah merupakan sosok pemimpin sedangkan sistemnya adalah produk ijtihad yang berbeda dari waktu ke waktu.

Oleh karena itu pembentukan republik indonesia yang merupakan ijtihad para tokoh bangsa dan ulama yang berdasar pada realitas masyarakat indonesia yang majemuk adalah hasil ijtihad yang sah, khilafah dengan sistem dan bentuknya sendiri. Meski tak menerapkan syariat islam namun tak terbantahkan bahwa islam merupakan bagian atau bahkan pilar dari pancasila itu sendiri, islam sebagai salah satu nyawa utama pancasila.

Khilafah dengan segala macam bentuk dan sistemnya tidak lepas dari beragam persoalan dan kekurangan, pernah melahirkan penguasa yang bagus sering juga melahirkan pemerintah yang korup dan sewenang-wenang. Menurut dr nadirsyah hosen dalam periode dinasti bani umayyah, abbasiyah hingga turki utsmani sejarah mencatat tidak sedikit kasus kekerasan yang terjadi terhadap umat, ketidakadilan, penyimpangan atas penegakkan hukum syariat hingga politisasi ayat-ayat suci demi memuluskan tujuan politis para penguasa saat itu. Sejarah mencatat bagaimana cucu rasulullah, hasan bin ali bin abi thalib, dibunuh dengan cara diracun; adiknya, husein bin ali bin abi thalib dan keluarganya dibantai di karbala. Sejarah juga mengisahkan bagaimana hajjaj bin yusuf, salah seorang gubernur bani umayyah, memblokade mekkah selama enam bulan dan menghujani penduduknya dengan panah api hingga ka'bah mengalami kebakaran. Belum lagi soal banyaknya harem para penguasa yang didapatkan dari kalangan budak dan rampasan perang.

Perbedaan konseptualisasi khilafah dapat menghantarkan pada situasi saling klaim kebenaran karena tidak ada sistem yang baku berdasar pada al quran dan sunah. Jika ide ini tetap dipaksakan akan berpotensi chaos, tidak hanya perpecahan bangsa melainkan juga internal umat islam sendiri. Sejarah telah membuktikan bahwa khilafah bukan sistem yang sempurna tanpa cacat, ia seperti sistem pemerintahan lainnya yang memiliki sisi baik dan buruk. Jadi tidak tepat jika berpikir khilafah sebagai satu-satunya solusi atas segala masalah. Mereka yang secara terbuka menentang pancasila sebagai falsafah berbangsa dan bernegara serta berniat menggantinya tentu saja akan berurusan dengan hukum yang berlaku, jadi murni urusan supremasi hukum bukan kriminalisasi seperti yang digembor-gemborkan para pengusung khilafah.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun