Mohon tunggu...
Akmal Husaini
Akmal Husaini Mohon Tunggu... Wiraswasta - suka menjaga kebersihan

kebersihan sebagian dari iman. Karena itulah jadilah pribadi yang bersih

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

NII dan Bibit Radikal di Indonesia

23 April 2022   13:43 Diperbarui: 23 April 2022   13:52 580
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Beberapa pekan lalu, media massa dan media sosial mulai ramai lagi membicarakan tentang Negara Islam Indonesia (NII). Densus 88 telah menangkap 16 orang anggota NII di Sumatera Barat. Para tersangka ini ditangkap dan dikenakan pelanggaran terhadap UU Tindak Pidana Terorisme. Kok bisa? Bukankah mereka tidak langsung berhubungan dengan kelompok Jamaah Islamiyah atau Jamaah Anshorut Daulah (JAD)?

Dalam salah satu pasal UU Tindak Pidana Terorisme disebutkan mengenai larangan untuk menyelenggarakan pelatihan militer ataupun paramiliter, dengan maksud merencanakan tindak pidana terorisme, atau ikut berperan di luar negeri. Densus 88 sendiri telah menyatakan bahwa 16 orang tersangka NII ini, telah aktif melakukan kegiatan idad atau latihan ala militer di wilayah Sumatera Barat dalam beberapa waktu terakhir. Bahkan, mereka juga berniat bekerja sama dengan pandai besi, untuk memproduksi senjata tajam.

NII sendiri sempat muncul sebagai sebuah gerakan pemberontakan bersenjata. Ketika itu dipimpin oleh SM Kartosoewirjo. Setelah di eksekusi pada 1962, gerakan ini terus terpecah belah dan melemah. Tanpa disadari, gerakan kelompok inilah yang menjadi cikal bakal bibit radikalisme dan terorisme di Indonesia. Dalam perjalanannya, para anggota NII ini kemudian mendirikan Jamaah Islamiyah (JI), yang digagas oleh Abdullah Sungkar dan Abu Bakar Baasyir. Keduanya juga diinfokan pernah aktif di NII. Dan merut laman Center for International Security and Cooperation (CISAC) Stanford University, Jamaah Islamiyah merupakan pecahan organisasi Darul Islam (DI).

Keterlibatan NII dengan jaringan terorisme juga diakui oleh Ali Imron, pelaku peledakan bom Bali yang dihukum penjara seumur hidup. Dalam berbagai wawancara di media, Ali sempat menyatakan agar masyarakat menjauhi NII. Jika menemukan ada pesantren, atau tenaga pengajar, atau lembaga apapun yang ada kaitannya dengan NII, lebih baik dihindari. Karena segala hal yang berhubungan dengan NII, akan lebih mendekatkan diri dengan radikalisme. Bahkan dia sempat menyatakan kalau NII sudah pasti radikal. Dan radikalisme merupakan akar dari terorisme.

Penjelasan diatas mungkin bisa menjawab, kenapa kita perlu mengkhawatirkan jaringan NII. Kelompok ini terus bermetamorfosa menyesuaikan perkembangan zaman. Mereka terus memberikan pengaruh buruk ke masyarakat. Provokasi dan propaganda terus mereka lakukan melalui media sosial, tapi disisi lain mereka juga sedang mempersiapkan upaya untuk melakukan gerakan yang tidak terlihat. Sampai akhirnya mereka memutuskan untuk keluar ke publik. Seperti halnya yang dilakukan oleh kelompok NII Sumatera Barat tersebut.

Perlu yang kita sadari adalah bibit radikalisme pada dasarnya telah menyebar dan berkembang menyesuaikan zamannya. Ujaran kebencian yang marak di media sosial, pada dasarnya juga merupakan bagian dari perbuatan intoleran, yang memudahkan untuk masuk ke radikalisme. Jika mindset dalam diri kita sudah intoleran, maka ucapan dan perilaku kita pun tidak akan sulit mencerminkan radikalisme. Karena itulah, meski masih pada tataran ideologi, radikalisme yang diusung oleh NII atau kelompok yang lain, perlu kita cegah agar tidak menyebar ke generasi penerus. Salam.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun